19. The Last Battle

562 187 152
                                    

Dear sider dan voterku yang ter-sarang, jan cuma nongol pas gua bikin adegan semlehoy chips ahoy dong, komen disini juga, bentar lagi tamat nih, tunjukkan eksistensimu hehehehehehehe 🔪😳

Dear sider dan voterku yang ter-sarang, jan cuma nongol pas gua bikin adegan semlehoy chips ahoy dong, komen disini juga, bentar lagi tamat nih, tunjukkan eksistensimu hehehehehehehe 🔪😳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari belum sepenuhnya terbit ketika Doyoung bangun. Sejeong masih tertidur pulas di sampingnya. Hoam, Doyoung  menguap, masih mengantuk, tapi enggan tidur lagi.

Iseng, dia mengulurkan tangan mengelus pipi Sejeong dengan lembut, menyentuh bulu matanya yang lentik. Ia memberikan kecupan di keningnya, lalu bangkit duduk. Tatapannya tanpa sengaja mendarat pada sebuah foto yang ada di atas laci.

Foto Renjun.

Sejeong tak pernah melupakannya. Di kamar mereka yang ada di Seoul, foto Renjun berderet rapi di samping foto-foto kencan mereka, sehingga Doyoung hafal wajahnya. Ia tahu cerita dibalik setiap foto, apa makanan kesukaan Renjun, ulang tahunnya, atau hobinya. Jadi meski belum pernah bertemu, Doyoung merasa sudah mengenal anak itu.

Selagi melangkahkan kaki keluar kamar, ia bertanya-tanya seperti apa Renjun sekarang. Berapa tingginya? Bagaimana sifatnya? Dan apakah nanti mereka bisa berteman? Doyoung penasaran.

Di dapur, ia menemukan Taeyeog sedang duduk di meja makan, memegang secangkir kopi. Rambutnya kusut, pakaiannya sama dengan kemarin. Saat Doyoung mendekat, pria itu memberinya cangkir lain berisi kopi yang mengepulkan uap. "Belum ada yang bangun?"

Taeyong memiringkan kepalanya ke pintu. "Jaemin di luar."

Doyoung menarik sebuah kursi dan duduk, menangkupkan tangannya di sekeliling cangkir, menyerap kehangatan dari sana. Tak ada yang bicara. Taeyong hanya mengayun-ayunkan kaki dan Doyoung melamun. Bayangan uap kopi terpantul di matanya. Banyak sekali hal yang ia pikirkan pagi ini.

"Jadi?" Taeyong menyesap kopinya sedikit. "Apa rencanamu? Kau tahu kita tidak bisa terus tinggal di sini."

"Aku juga tidak mau tinggal bersamamu." Doyoung mendengus. "Tapi kita aman. Setidaknya sementara, maksudku."

"Kenapa begitu?"

Jari-jari Doyoung mengetuk-ngetuk meja dengan pelan一kebiasaan yang ia tiru dari Rim一menciptakan melodi acak. "Rumah ini terdaftar atas nama Joy. Aku dan Sejeong membuat kesepakatan dengannya. Tidak ada yang tahu lokasi tempat ini kecuali dia."

"Si cantik yang bekerja di cafe-mu?"

Doyoung mengangguk. Itu terjadi beberapa bulan lalu. Mereka berniat liburan, tapi malah tersesat ke Yangpyeong dan melihat rumah ini dengan tanda 'dijual' dibagian depannya. Sejeong, yang jatuh cinta pada pandangan pertama, berkata, "ayo kita beli."

Doyoung setuju, tapi ia mengusulkan agar mendaftarkan rumah ini atas nama orang lain agar ketika lelah dengan pekerjaannya dan tidak ingin diganggu, mereka bisa dengan tenang bersembunyi. Pilihan jatuh pada Joy, yang meski menaruh curiga, tetap sepakat pada akhirnya.

Vogel Im Käfig ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang