Namanya Han Daekang一setidaknya itulah yang dikatakan oleh name tag seragamnya一murid sekolah aneh yang entah kenapa berkeliaran di jalan pada tengah malam.
Kim Doyoung tidak tahu berapa persisnya usia si Daekang ini一karena dia tidak membawa tas atau dompet berisi kartu pelajar一dimana rumahnya, atau apakah ia benar-benar mengalami pendarahan internal, yang pasti tubuh Daekang bisa dibilang ringan.
Serius, apa orang tuanya tidak memberinya makan?
Anak ini benar-benar kurus. Ia bisa membawanya dengan mudah ke kamar tamu, tanpa banyak usaha. Sesuai kesepakatan, mereka tidak pergi ke rumah sakit, karena Doyoung tidak mau semakin repot. Jadi adil; Sejeong mendapat apa yang ia inginkan (meski sambil merengut), begitu juga Doyoung.
Lagipula, ia yakin Daekang akan baik-baik saja. Jadi ia hanya meminta Sejeong mengobatinya dengan kotak obat.
Tapi begitu dilihat lebih dekat, luka Daekang tampak cukup parah. Kakinya ... oh, pasti akan terasa sakit nanti. Doyoung meringis. Kalau luka di kepalanya sih, Doyoung tebak tidak sampai menimbulkan gegar otak一walaupun sebenarnya ia tidak tahu bagaimana penampakan orang yang gegar otak. Ia mengatakan itu untuk menenangkan Sejeong, yang masih membujuknya ke rumah sakit.
"Sudahlah, tidak perlu. Aku pernah mengalami yang lebih parah kok, dan tetap hidup sampai sekarang."
Sejeong menyanggah, "Anak ini berbeda denganmu! Dia masih muda pula!"
"Wah, tentu." Doyoung menarik poninya ke belakang, berpose sok keren. "Sudah jelas kami berbeda; aku lebih tampan darinya."
Sebuah pukulan di punggung menjadi hadiah gratis dari Sejeong. Gadis itu semakin pusing saja. Selama 23 tahun hidup, baru kali ini ia menabrak seseorang. Sejeong tak pernah melanggar aturan lalu lintas一berbeda dengan Doyoung一meski itu hal sepele seperti memasang seat belt. Dan dia, pacarnya yang terlalu santai itu, sama sekali tidak membantu.
Bisa-bisanya Doyoung tidak panik sama sekali melihat keadaan Daekang yang mengkhawatirkan?
Sejeong benar-benar bingung. Doyoung memang punya kadar ketenangan di luar batas. "Terserahlah. Ganti pakaiannya sekarang."
"Aku?" Doyoung menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuk. "Kenapa harus aku? Aku bahkan belum makan."
Mulai lagi deh. Merengek seperti anak-anak. Seolah menunda makan selama beberapa menit akan membuatnya pingsan.
Tak heran, helaan napas sebal keluar dari mulut Sejeong. "Jadi kau mau aku yang melakukannya?"
Doyoung kontan tidak setuju. Ia bukan tipe pencemburu, tapi mengganti pakaian laki-laki lain一meski laki-laki itu seusia adiknya一jelas tidak boleh. Ia menyerah. "Baiklah, pakaiannya mana?"
Sang pemenang perdebatan, Sejeong, segera bergerak keluar dari kamar yang minim perabotan itu. Kamar yang jarang dipakai, karena mereka lebih sering menerima tamu di kafe. Ia menuju kamar mereka sendiri, yang ada di lantai 2, lantas membuka 1 dari 2 lemari yang ada, yang lebih kecil.
Dengan sebuah celana olahraga berwarna hitam dan kaus ungu, ia pun kembali. Menyerahkan barang yang ia ambil pada Doyoung. "Nih. Sepertinya pas untuknya."
"Pakaianku?" Doyoung protes. Hendak protes lagi tepatnya, sebelum ia dihentikan Sejeong yang meletakkan jari di bibirnya. "Punya adikmu kan ada一"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vogel Im Käfig ✔️
Fiksi PenggemarAgen khusus Kim Doyoung siap bertugas! Memiliki profesi ganda bukanlah hal yang sulit bagi Doyoung, karena ia bisa menjalankan keduanya dengan baik. Hidupnya sempurna, hingga semua berubah di suatu malam yang sunyi. Ia tanpa sengaja menabrak seorang...