10. Mk Ultra

711 226 115
                                    

Ini kamar Doyoung dan Sejeong一ruangan paling luas di rumah itu.

Dengungan halus AC menyapanya ketika Kim Doyoung membuka pintu yang di bagian tengahnya menggantung dreamcatcher. Untuk mengusir mimpi buruk, ujar Sejeong, tapi ia tidak percaya. Doyoung hidup mengandalkan logika, insting, bukan takhayul yang tidak terbukti kebenarannya. Baginya, itu omong kosong.

Ia kemudian masuk.

Di dalam, terdapat sebuah tempat tidur lengkap dengan selimut bermotif kotak-kotak sederhana, lemari pakaian, laci, meja rias, serta rak buku dari kayu bermuatan buku-buku tebal yang beresiko membuat seseorang pingsan kalau di lempar padanya.

Doyoung kadang membaca salah satu buku itu, kalau sulit tidur.

Atas keinginan Sejeong, ia mengecat kamar menggunakan warna hijau muda. Mereka sepakat mengosongkan satu bagian dinding dan menghiasnya dengan foto-foto kencan mereka, termasuk foto di rumah yang lain, yang ada di Yangpyeong一tempat persembunyian keduanya yang tak diketahui siapapun kecuali Joy.

Kamar itu tampak rapi dan bersih, sekilas  seperti kamar biasa. Yang membedakan adalah, ada lemari besar yang hanya di buka di saat tertentu.

Contohnya sekarang.

Doyoung mengambil kunci di laci, lantas membukanya. Lemari tersebut menyimpan banyak barang-barang dari pekerjaan utamanya; beberapa jenis pistol mulai dari Desert Eagle yang termasuk pistol terkuat di dunia, SS2-V7 Subsonic, pistol dari Indonesia yang telah memenangkan banyak kompetisi, Colt 1191 yang melegenda dan Glock 36, kembaran dari pistol yang ia pakai di apartemen Se Hwang.

Sisi lain lemari di isi oleh rompi anti peluru, tumpukan sapu tangan, kamera kancing, pena perekam, pisau, dan beberapa kartu identitas palsu dalam berbagai profesi. Doyoung mengabaikan semuanya. Ia cuma perlu satu benda yang untuk sebagian orang, tidak berbahaya; tali.

Usai mendapatkannya, ia keluar dan menuruni tangga yang mengarahkannya ke kamar Jaemin. Mendekati anak itu, mengikat tangannya.

Tak peduli pada tatapan memelasnya. "Hyung一"

"Diam," potong Doyoung. Wajahnya datar. Suaranya tanpa emosi. Tapi 1 kata itu ampuh membuat Jaemin menurut.

"Jangan terlalu erat," pinta Sejeong, bersikap bagai kakak lagi. Tapi Doyoung tidak menghiraukan. Ia mengikat tali itu menjadi simpul rumit, memastikan Jaemin tak bisa melepasnya. Atau kalau bisa, ia pasti akan kesulitan.

Setelahnya, Doyoung membiarkan bocah itu duduk di lantai, dan menghadap Taeyong dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Nah, aku siap mendengarkan."

Taeyong mengusap wajahnya, lelah dan lesu, seolah energi dari buah-buahan yang ia konsumsi telah habis. Padahal dari banyaknya kulit yang tercecer di ruang duduk, ia bisa dibilang makan sangat banyak. "Nanti. Kau harus menjelaskan kenapa Jaemin ada disini."

"Jadi namanya sungguh Na Jaemin?" Doyoung tergelak, menoleh pada Sejeong. Lalu si penipu yang kini tak berkutik. Kepuasan terpancar di matanya, mengetahui ia benar. "Aku mengunjungi rumahmu tadi siang. Dan bekas tetanggamu memberi informasi yang menarik; katanya kau bukan Han Daekang. Sejeong belum mengecek  pemilik asli nama yang kau pakai selama ini, tapi tampaknya itu tidak perlu. Kau lebih suka dipanggil Daekang atau Jaemin?"

Respon Jaemin adalah menunduk, tidak membantah. Tidak pula menyangkal. Ia memilih tak menjawab.

Tapi Doyoung tak memerlukan jawabannya. Tidak lagi.

Vogel Im Käfig ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang