Tanda Biru Kejepit Pintu

23 6 0
                                    

 Gloryders,

Chapter ini ditulis dengan sudut pandang Zayn Malik.

Jutacinta & Enjoy,

Glorifyourname 🔥

Zayn's P.O.V

Ada sebersit perasaan bersalah ketika mendengar dan melihat pintu kamar yang kutongkrongi semalaman itu tertutup kembali. Tas berisi sleeping bag yang tergeletak pasrah di salah satu kursi teras Zara mengedipkan matanya kepadaku, minta dibawa pulang. Iya, kayaknya aku pulang aja karena nggak ada lagi yang bisa kukerjakan.

Sebenernya aku masih mau ketok-ketok pintu itu lagi. Tapi mengingat murkanya gadis itu tadi, aku takut gantian aku yang diketok pake apa gitu. Biar cuma pakai hape juga kalau ngetoknya keras kayaknya bisa benjol deh, kepalaku.

Kusandangkan tas berisi kantung tidur tadi di bahu dan sekali lagi melirik ke jendela kamar Zara. Nggak ada tanda-tanda dia akan membukanya untuk sekali lagi memandangku dengan tatapannya yang sendu itu. Jadi aku cabut aja, deh.

Gadis ini. Kemarin sore dia bikin aku kaget karena telah menyatakan perasaannya padaku. Aku nggak kaget sebenarnya kalo dia suka sama aku karena yang suka sama aku banyak. Udah biasa, hehehe! Jangan timpuk aku yang ganteng ini.

Hal yang bikin aku terkejut adalah dia mengatakannya dengan berani. Seorang cewek yang katanya sudah memendam rasa buat aku hampir setahun itu akhirnya kelepasan mengungkapkannya. Terus terang itu meninggalkan kesan yang mendalam buat aku karena belum pernah ada yang melakukannya.

Itu alasanku segera mengejarnya malam itu. Aku mau dengar lagi. Aku mau dengar lebih banyak tentang perasaan dia. Nggak tahu kenapa aku juga sekalian bilang kalau aku nggak mau kehilangan dia. Kaget lho, aku sendiri.

Bikin riweuh aja ya aku. Sesudah bilang nggak mau kehilangan dia, terus aku bilang ke dia bahwa aku cuma mau jadiin dia teman doang, paling banter sahabat. Ya ngamuk, lah. Mana ngamuknya bikin dia tambah manis. Sumpah aku nggak tau selama ini kalo dia bisa semanis itu. Mungkin karena aku belom pernah jilat dia, yah. Ya kali, cari mati aja.

Zara, aku nggak tau harus bilang apa, tapi benar aku nggak mau kehilangan kamu lagi. Masalahnya kamu datang ketika hatiku sudah ada pemiliknya. Gimana, dong?

Gimana, dong?

Kupacu motorku kencang-kencang. Enggak, bukannya lagi frustasi. Memang jalanan lagi kosong aja, dan aku pingin cepat sampai di rumah untuk mandi dan sikat gigi. Baru sadar dari tadi ngobrol sama Zara dalam keadaan begini. Untung nggak komplen dia.

"Zayn!" mata bulat dan rambut panjang sepunggung itu menyambutku di teras rumah. Hannah sedang duduk di situ menungguku. Nanti sore kami rencananya mau nonton Aladdin terus makan di luar.

Hannah selalu datang jauh lebih awal kalau sorenya mau jalan sama aku. Seperti pagi ini, dia sudah ada di rumahku. Asyik ngobrol dengan orang tuaku, dan main dengan kucingku. Kadang setelah habis nonton kami masih lanjut pacaran di rumahku atau rumah dia. Tapi pacarannya rame-rame lho sama orang tua, jangan bayangin bisa berduaan gitu. Dia sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orang tuaku, jadi bebas datang kapan saja.

Itulah semua hal yang bikin aku sudah berencana. Dua tahun lagi, setelah aku lulus dan dapat kerja, aku mau lamar dia.

Udah yakin banget.

Udah mantap.

Mau nikahin Hannah?

Hmmm.

Yakin nggak yah?

Kok gara-gara Zara ngomong suka sama aku, jadi berkurang ya, keyakinannya.

Tanda (Bisa dibeli di Apps LONTARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang