Sambil mengatur nafas yang terengah setelah memakai treadmill kutatap loker dengan gembok model angka yang berderet di depanku. Kurang sering memakai fasilitas gym di kampus ini membuatku tak memiliki nomor loker yang tetap setiap kali berolahraga di tempat ini. Jadi lupa.
Nomor 1256 atau 1257 yah tadi?
Kucoba memfokuskan pikiranku yang lelah. Hhhh... butuh air minum, tapi nggak berani nyebut merk. Setelah memutar-mutar nomor di gembok sampai semuanya berbunyi 'klik' akhirnya loker tersebut terbuka. Kuulurkan tangan mengambil travel bag mungil berwarna biru itu lalu menuju shower.
Sambil mandi pikiranku melayang ke peristiwa semalam di bioskop. Ketika aku bertemu Zayn dan Hannah di saat aku pergi nonton sendirian. Apes banget, bikin malu aja. Kubayangkan wajahku yang pasti kehilangan warna ketika memergoki Hannah tengah menempel di dada Zayn bagaikan anak monyet di pelukan induknya. Hmm, agak susah sih, membayangkan cowok yang aku suka itu sebagai induk monyet. Kalau membayangkan ceweknya sebagai anak monyet mah gampang.
Tertawa sendiri aku hingga meneguk sedikit air panas pancuran mandiku.
Eh, ngomong-ngomong gimana nasib selendangku yah?
Kusesali barang kesayangan yang tadi malam kutinggalkan begitu saja di tangan Zayn saking gugupnya. Ah, mungkin hari ini aku telepon saja Zayn. Hehehe, cerdas juga aku meninggalkan barang itu sama dia. Jadi ada alasan nelepon, deh.
Sekali lagi kucium rambut basahku yang berbau sampo vanilla itu sebelum akhirnya menutup keran. Perlahan kukeringkan tubuh lalu berpakaian. Hari ini aku cuma ada tiga kelas, yang paling cepat jam sepuluh. Makanya pagi-pagi aku bisa ngegym dulu sebelum kuliah.
Selesai mandi kubebatkan handuk di rambut basahku. Setelah mengaplikasikan krim wajah dan lipbalm, kuangkat tas dan meninggalkan gym menuju kantin.
Orang bilang kalau habis olahraga sih jangan makan, itu namanya ngegemukin badan. Tapi buat aku nggak ngaruh. Zara Karmela bisa makan kapan saja dan sebanyak-banyaknya tapi tetap mungil. Body sedan, muatan kontener.
Kantin kampus terlihat sepi karena memang mayoritas mahasiswa kalau masih pagi begini pasti kuliah. Kupesan sepiring nasi goreng telor ceplok dan jeruk dingin lalu duduk di meja dekat pintu.
Travel bag yang kuletakkan di kursi sebelahku kelihatan ditembusi cahaya berkedip di sakunya. Kubenamkan tanganku untuk meraih alat komunikasi bergambar apel tergigit itu. Tertegun aku melihat empat misscall di situ.
Zayn misscall empat kali? Ada apa ya?
Sekali lagi ada panggilan masuk. Zayn. Buru-buru kuterima.
"Halo?"
"Zara?" suara Zayn terdengar nervous.
"Iya, kenapa?" Jawabku heran.
"Nggak apa-apa." terdengar tawa setelahnya, "Udah di kampus?"
"Udah, nih. Ada apa, sih?"
"Ya udah, nanti ketemu, ya?" pinta Zayn membuatku sedikit berdebar.
Kalau Zayn sampai meminta bertemu untuk yang kedua kali dalam minggu yang sama pastinya ada hal yang sangat spesial untuk dikatakan atau dilakukan.
"Oke," jawabku lalu menutup panggilan.
Kuselesaikan makanku sambil memikirkan apa yang akan terjadi pada pertemuanku dengan Lana kali ini.
Tidak sampai limabelas menit kemudian tubuh Zayn yang tinggi dan berisi itu sudah berdiri di depan mejaku. Membuatku mengangkat kepala dari cerita romantis di Wattpad yang sedang kubaca.
"Lagi sarapan, Za?" tanpa meminta ijin Zayn duduk di kursi di depanku.
"Iya. Kamu udah sarapan?" tanyaku sambil mematikan layar hapeku.
"Udah sekali, hehehe. Ini mau yang kedua kali, ah," cengiran Zayn membuatku tersenyum.
"Eh, makan melulu. Entar bukannya sixpack malah onepack, lho." tukasku di antara tawa.
Zayn bangkit dan berjalan menuju booth makanan. Menatapi aneka makanan dan minuman yang dipajang di situ. Sesaat kemudian disebutkannya menu yang ingin dibelinya lalu dikeluarkannya dompet untuk membayar.
Kupandang Zayn yang kini tengah membawa nampan berisi makanan dan minuman itu kembali ke mejaku.
Ya Tuhan, mimpi apa ya semalam pagi ini aku bisa sarapan sama dia?
Aduh, debar-debar cepat itu kembali mengaliri dadaku yang sebenarnya masih harus membantu perut dalam proses mencerna makanan sarapanku. Trust me, rasanya nyesek banget, walaupun bikin happy.
"Gimana, Za, udah ketemuan belum sama anak sosmed?" tanya Zayn sambil memotong-motong daging asap di piringnya dengan pisau dan garpu.
"Belum sih, mungkin hari ini aku ke ruang BEM habis selesai kuliah," jawabku sambil memperhatikan dia makan.
Bukan yang pertama melihatnya dari dekat seperti ini. Tapi ini kali pertama dia makan dekatku lagi. Yang kemarin di kafe belakang kampus nggak dihitung, soalnya cuma ngopi.
Zayn makan masih kayak dulu, nggak ada jeda. Semangat empat-lima kayak takut ada yang minta. Diam-diam aku mengenang ulahnya dulu yang suka membagi makanannya dengan kami berlima.
"Mau?" sepotong kuning telur yang dicocok garpu tersodor di depan mukaku.
Benar 'kan? Masih kayak dulu dia.
"Nggak makasih, nggak mau ketularan HIV," jawabku sambil tertawa geli.
Adem di wajah tapi kebakaran di hati karena aku sebenarnya mau banget. Ingatan bahwa aku pernah makan dari piringnya waktu mabim dulu harusnya membuat mukaku merah sekarang. Tapi tidak, tuh. Aku malah bisa membalas dengan candaan. Dalam imajinasiku kutepuk-tepuk pundakku sendiri, penuh rasa sukses berhasil mengalahkan kegugupanku menghadapi dia.
"Ih, enak aja. Aku rabies tau, bukan HIV..." tukas Zayn sambil memasukkan penawarannya padaku tadi ke mulutnya sendiri.
Aku tertawa menanggapi gurauannya.
"Eh, Zayn. Maaf selendang aku masih sama kamu, nggak?" tanyaku setelah teringat pada properti itu.
"Oh, ada di rumah." jawab Zayn sambil menatap piringnya yang licin tandas lalu mengangkat jus melonnya, "Besok ya, aku bawain..."
Aku mengangguk berterimakasih.
"Mmm... ngomong-ngomong ada apa sih, Zayn, hari ini mau ketemu aku?" akhirnya kuberanikan diri bertanya karena tak bisa menahan kekepoan atas tingkahnya.
"Mau tau aja atau mau tau banget?" Zayn malah balik bertanya dengan nada meledek.
"Ih. Ya udah nggak usah jawab!" rengutku sambil membuang muka.
Eh, terus aku pungut lagi itu muka karena aku nggak mau kayak Lord Voldemort yang rata gak ada muka, hihihi.
"Za, kita ke taman pinggir danau, yuk!" tiba-tiba Zayn berdiri dan menyambar tasku.
"Mau ngapain?" tanyaku ikut berdiri lalu menahan tasku yang ditarik itu, "Eh, jangan main ambil barang orang gitu, dong!"
"Aku mau jawab pertanyaan kamu, tapi kita pergi ke sana." Zayn melangkahkan kaki panjangnya dan dengan tanpa menungguku lagi membetot tas olahragaku itu.
Terpaksa aku membuntutinya sambil mengomel panjang kali lebar kali tinggi namun cuma dalam hati.
Intuisiku sebagai cewek mengatakan bahwa hubunganku dengan Zayn kali ini sedang berada di babak baru. Dimulai dari kedatangannya menginap dua malam yang lalu, kemudian ujarannya yang tak ingin kehilangan aku, dan sekarang pagi ini dia datang untuk sarapan denganku.
Terus akhirnya, dia mengajak aku untuk pergi ke taman pinggir danau kampus yang populer sebagai tempat pacaran.
Mau ngapain, ya?
Di belakang cowok yang aku suka itu kuberlari kecil menyesuaikan langkah-langkah cepatnya. Sambil menikmati sejuta tanda tanya yang berdenyut di kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanda (Bisa dibeli di Apps LONTARA)
RomanceHai, Salam kenal Sebelum kalian membaca, kepoin dulu infonya! 3 karya saya sudah terbit lho! THE LAST PROM diterbitkan di Penerbit Farha. TANDA, bisa dibeli di aplikasi Lontara(buruan download ya!) Dan beberapa puisi saya ada di SEHIMPUN RASA (Pene...