Tanda Bahaya

24 2 0
                                    

Berjalan cepat lima belas menit di belakang Zayn, mana sambil diem-dieman lagi, membuatku terengah-engah. Padahal biasanya kalau jalan pakai alat fitness aku masih bisa atur nafas. Mungkin karena ini pakai jalan setapak kampus yang banyak kerikil plus sambil kepo mikirin Lana mau ngapain, jadi efeknya gini ke nafasku.

Danau kampus sudah dekat. Taman luas yang mengitarinya terlihat agak sepi di bagian yang terdekat dengan pinggiran danau. Bangku-bangku beton tak bersandaran menyambut kedatanganku dan Zayn saat kami memasuki area hijau tak bergerbang tersebut. Rumput liar yang muncul di sela-sela tanaman bunga yang sengaja ditanam di situ tak mengurangi indahnya tempat tongkrongan favorit di kampus tersebut.

"Duduk sini, yuk!" ajak Zayn sambil menuju ke bangku beton terdekat dan meletakkan tasku di sebelah kanannya.

Ditepuk-tepuknya tempat duduk di sebelah kirinya, memberi isyarat agar aku duduk di situ. Membuatku sejenak mengintai keadaan sekeliling. Hahaha, mengintai! Iyalah, cek dulu lokasi ini. Soalnya kalo duduk di lokasi yang nggak terlihat oleh umum itu berbahaya. Karena kalau aku sampai diapa-apain dia, nanti nggak ada yang nolong.

"Za, ayo duduk!" perintah Zayn kali ini tanpa senyum lagi.

Karena spot ini cukup terbuka dan aku memang udah capek juga, kuturuti titah Zayn. Aku duduk di sebelahnya dengan jarak dua jengkal. Zayn lalu menatapku serius lama, membuat rasaku campur-campur, namun akhirnya tersenyum.

"Aku cuma mau bilang..." akhirnya Zayn berujar sambil menatap ke danau.

Kebiasaan. Kalo ngomong digantung nggak dikelarin. Tapi aku udah males nanyain.

"Nggak mau tau lanjutannya?" Zayn memasang tampang menggoda padaku yang kini juga menatap danau.

"Kamu udah capek-capek bawa aku ke sini cuma untuk dengerin kamu ngegantungin omongan tadi?" balasku berusaha dingin.

Padahal matahari sudah mulai tinggi dan mulai bikin gerah!

"Oke, jangan marah, dong..." Zayn mengulurkan tangan seolah hendak menyentuh tanganku tetapi tak jadi, "Kali ini aku mau ngomong jujur,"

"Tentang?" aku fokus, dan karenanya debar aneh itu muncul lagi.

"Kita. Aku sama kamu." Zayn menatapku tak berpaling, "Aku mau kamu ada buat aku,"

Aduh... air dingin mana air dingin.... langsung membara nih, yang ada di dalam diriku.

Tapi... kalimat yang bikin membara tadi maknanya nggak jelas. Khas Zayn banget. Bikin aku tetap berdebar-menunggu penjelasannya.

"Maksudnya?" tanyaku akhirnya ketika Zayn tak beranjak dari poin itu.

"Ya, itu maksudnya, aku mau kamu ada buat aku." jelas Zayn yang tak juga membuat aku mengerti.

"Zayn, sumpah, deh. Sekali ini kamu ngomong yang jelas, dong. Jangan bikin bingung begitu, ah?!" kali ini aku benar-benar ingin mencubitnya.

"Apa itu kurang jelas?" tanya Zayn kelihatan heran.

"Kalimatnya jelas, Zayn, tapi artinya yang nggak jelas..." terangku dengan gemas melihat wajahnya yang entah polos atau sok polos itu.

"Aku mau kamu ad..." ujar Zayn sekali lagi namun kupotong tuturannya.

"Udah nggak usah diulang!" kulipat kedua tangan di depan perutku sambil bangkit berdiri.

Lama Zayn diam menatapku. Ketika aku menarik tali tasku hendak melangkah pergi, akhirnya ia membuka mulut.

"Za, kamu senang nggak sama pernyataan aku tadi?"

Hmmmh... paling sebel kalau ada yang mulai ngecek-ngecek apa yang aku rasa. Apalagi kalau orang itu Zayn.

Tanda (Bisa dibeli di Apps LONTARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang