Belajar Berharap

466 20 0
                                    

Hubunganku dengan Kenneth selalu menjadi bahan cerita yang seru di antara teman-teman cewekku sejak SMP. Ingat kan masa SMP penuh drama waktu kita berpikir hidup kita sama seperti drama di TV? Itu yang teman-temanku bilang waktu SMP. Menurut mereka, aku dan Kenneth mungkin jodoh, kenapa kami tidak jadian saja?

"Elo suka dia kan, Sarah? Deketin dong. Lu kasih perhatian, SMS tiap hari, tanyain udah makan belum," begitu salah satu saran temanku yang saat itu masih labil. Aku, berusaha sok dewasa dan bijaksana, hanya menjawab, "Ih, gue masih belum kepikiran pacaran. Lagian masak cewek duluan sih yang deketin? Kan malu!"

Kata-kataku setengah benar. Mungkin aku terlambat berkembang atau apa, tapi waktu SMP, aku belum terpikir untuk pacaran, apalagi dengan Kenneth. Masa SMP adalah masa-masa aku dan Kenneth masih rebutan mencoba komputer baru papa Kenneth, atau pergi melihat sawah benaran bersama Ayahku, terutama kelas 7 dulu.

Sure, aku mengikuti trend di sekolah waktu itu, dan berusaha mengikuti pergaulan cewek-cewek keren, berusah menjadi salah satu cewek keren itu. Padahal, kebanyakan hari, aku tidak sabar untuk pulang ke rumah, mengganti seragamku dengan kaos dan celana pendek, melepas bando berpitaku (itu salah satu trend yang kuikuti dulu), mengikat rambutku, kemudian bersepeda ke rumah Kenneth.

Seiring waktu berjalan selama SMP, aku mulai merasakan perbedaan aku dengan Kenneth, mulai terasa kalau aku cewek, dan dia cowok. Trend fashion di sekolah yang awalnya hanya kuikuti agar menjadi sama dengan cewek lain mulai lebih bisa kusenangi. Aku ingat masa-masa kelas 8, membeli bedak dan lipbalm pertamaku dengan teman-teman se-geng, menyisir rambut di kelas, intinya aku mulai senang berdandan dan hal-hal cewek lainnya seperti menginap bareng, jalan ke mall, foto-foto.

Di sisi lain, Kenneth mulai lebih banyak berteman dengan anak cowok lain, teman-teman sekelasnya, teman-teman klub sepak bolanya, dan masih banyak lagi. Mereka membicarakan banyak hal yang tidak kumengerti waktu itu: game online, sepatu sepakbola terbaru yang mahal, pertandingan bola di TV.

Tidak terhitung berapa pertengkaran yang kami lalui semasa SMP dulu. Aku ingat aku pernah marah besar waktu pertama kali aku memakai bedak, lalu Kenneth bilang aku seperti tante-tante centil. Rasanya kesal sekali, maksudku aku kan sedang berusaha jadi cantik! Dan kata ayahku waktu itu aku cantik, kenapa Kenneth malah bilang aku seperti tante-tante? Jadi aku menginjak sepatu kesayangannya sekuat yang aku bisa. Tentu saja Kenneth balik marah. Tapi kenangan yang paling kuingat, seberapapun kami bertengkar, pada akhirnya kami akan baikan dengan jari kelingking saling mengait.

Tapi perubahan Kenneth yang paling terasa menurutku adalah waktu awal kami masuk SMA. Setelah selesai ujian nasional SMP, Kenneth tinggal beberapa lama bersama ayahnya di salah satu kilang minyak. Waktu itu ayahnya bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan. Jadi, aku tidak bertemu Kenneth sampai hampir dua bulan. Sampai hari pertama kami masuk SMA. Di sekolahku dulu, MOS tidak menggunakan seragam SMP, tapi langsung seragam SMA.

Hari itu hari pertama MOS. Dan aku masih ingat jelas sampai saat ini waktu Kenneth melintas di hadapanku, memakai seragam SMA-nya. Dia tampak berbeda. Waktu kami lulus SMP, aku lebih tinggi sedikit dri Kenneth. Tapi waktu itu tiba-tiba saja, dia jadi tinggi, bahunya jadi tampak lebih bidang, dan otot bisepnya mulai terbentuk.

Keren, bisikku dalam hati waktu itu. Saat itu, tiba- tiba aku sadar bahwa kami berdua sudah bertumbuh. Dan itu pertama kalinya aku melihat Kenneth sebagai seorang cowok, bukan anak-anak lagi.

Sama seperti waktu SMP, hubunganku dan Kenneth juga jadi bahan cerita seru teman-temanku di SMA. "Nggak apa-apa kali, Sarah, cewek maju duluaaan," pendapat satu orang. "Nanti nyesel loh kalau lo ga pernah bilang suka," pendapat yang lain.

Tapi waktu SMA, aku mulai mendengar suara yang berbeda, "Elo jangan sama Kenneth melulu. Coba deketin cowok lain deh. Siapa tau ada yang lebih cocok sama elo selain Kenneth." Aku hanya tertawa kecil mendengar pendapat itu, dan tidak pernah memikirkannya lebih lanjut.

The Stories of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang