"Some of us get dipped in flat, some in satin, some in gloss. But every once in a while, you find someone who's.. iridescent. And when you do, nothing will ever compare."
-Wendelin van Draanen, Flipped
Sarah adalah Sarah. Dia Sarah, tetanggaku, teman masa kecilku, sahabatku. Meskipun aku tahu dia sedikit banyak, dia pasti sudah berubah melewati tahun-tahun. Tapi aku di sampingnya selama perubahan itu. Jadi untukku, perubahan itu nyaris kasat mata.
Sebagian dariku masih merasa dia adalah gadis kecil yang bersepeda kemana-mana denganku dan kejar-kejaran di halaman sekolah waktu SD. Dan sebagian dari diriku yang lain, mendapati aku pernah terpesona. Seperti waktu dia pertama kali memakai seragam SMA, atau prom night, atau pertama kali dia memakai baju bebas di kampus.
Sarah adalah Sarah. Hingga sekarang aku tidak pernah berpikir mengenai siapa dia sekarang, atau bagaimana hubunganku dengannya sekarang atau bahkan nanti. Aku merasa nyaman dengan hubungan kami saat ini. Aku merasa, adanya Sarah bersamaku selama ini, setiap hari dari sejak kami kecil, adalah kenormalanku. Dan aku selalu merasa hubungan kami akan selalu seperti ini. Mudah-mudahan selamanya.
***
"Satu-satunya hal yang tetap di dunia adalah perubahan itu sendiri."
Pagi itu aku terbangun dengan perasaan aneh. Aku bermimpi tentang Sarah semalam. Sebenarnya, itu bukan mimpi yang terlalu aneh. Dalam mimpiku, aku dan Sarah berjalan di jalan bata merah, kau tahu kan? Seperti dalam cerita The Wizard of Oz. Kami tidak berjalan berdua, tapi dengan beberapa orang lain yang kukenal.
Awalnya, waktu kami mulai berjalan di jalan bata merah, Sarah berjalan di sebelahku dan kami banyak bercerita dan tertawa. Dalam mimpiku, aku menatap Sarah sambil melihat latar belakang pegunungan yang indah di belakangnya. Tapi seiring kami berjalan, pegunungan itu makin menjauh, dan pemandangan yang kulihat saat ini hanya padang rumput yang nyaris kering dan menyedihkan. Tapi hal termenyedihkan dalam mimpiku adalah waktu semakin jauh kami berjalan, Sarah mulai berjalan di depanku dan bukan di sampingku, dan kami tidak bicara lagi. Dan anehnya, setiap kali aku berusaja mengejarnya, dia tampak menjauh. Aku masih bisa melihatnya, tentu saja, dan dia tidak sejauh itu, tapi rasanya menyakitkan tidak disampingnya, atau tidak bicara dengannya.
Saat aku terbangun, hal pertama yang kurasakan adalah lega karena itu hanya mimpi. Tapi ada perasaan suram di dasar hatiku yang terus melekat.
Selama pagi itu, berkali-kali aku meyakinkan diriku bahwa itu hanya mimpi, dan Sarah tidak menjauh. Dia ada di jarak yang sama dengan kemarin. Tapi benarkah?
Pagi itu hujan. There's always something poetic when you feel blue, and it's raining. Aku memutuskan pergi ke kampus menggunakan mobil dan bukan motor seperti biasanya. Aku memutuskan mengambil rute yang berbeda dan melewati rumah Sarah pagi itu.
Dan disanalah dia. Sedang memakai sepatunya di teras dan bersiap pergi. Aku menurunkan jendela mobil dan memanggilnya, "Sarah, mau pergi bareng nggak?" Dia tampak terkejut melihatku, tapi kemudian mengangguk dengan cepat.
Dia masuk dengan cepat ke mobilku. "Tumben elo lewat sini," katanya. Aku hanya mengangkat bahu.
Perlahan, wangi parfum yang dipakai Sarah mulai menyeruak. Aku menghirup napas dalam-dalam, berusaha mengisi paru-paruku dengan bau manis itu. Aku selalu suka melihat Sarah di pagi hari. Ada sesuatu tentang wajahnya yang merona akibat udara dingin, atau rambutnya yang rapi baru disisir.
Sarah, seperti biasanya, banyak bercerita sepanjang perjalanan. Dan ini hampir terasa normal, hampir. Tapi aku tetap merasa berbeda. Seberapapun aku meyakinkan diri sendiri bahwa kami tidak menjauh,tapi sesuatu di dalam terus merasa ada jarak tambahan di antara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stories of Us
Ficção GeralOrang bilang cinta bisa terjadi kapan saja. Kita bisa saja mengantri di kantin, bertemu pandang dengan orang asing, dan tiba-tiba dunia kita jungkir balik begitu saja. Aku percaya pada jenis yang lain. Aku percaya cinta itu bukan seperti sambaran k...