Hai! Ini Sarah!
Kamu ingat kan masa-masa remaja awal waktu kita selalu bermimpi punya kisah cinta yang super-dramatis dengan kejadian romantis bertebaran disana- sini? Banyak kan mimpi yang kita punya tentang kisah cinta yang kita inginkan? Mimpi tentang pangeran idamanmu, tentang pertemuan kalian, tentang kencan pertamamu, bahkan mungkin sebagian dari kalian bermimpi tentang hari pernikahan.
Jangan malu mengakuinya. Aku juga kok! Aku termasuk orang yang mungkin disebut hopeless romantic. Tidak berlebihan sih, karena jujur saja, dalam khayalanku, mungkin aku punya berpuluh-puluh skenario kisah cinta. Bahkan sejujurnya, aku punya lebih dari satu rencana pernikahan.
Tapi seiring waktu berjalan dan kita bertambah dewasa, kita mulai melihat beberapa dari mimpi itu tidak realistis. Dan saat beberapa dari kita mulai memasuki hubungan, kita melihat bahwa realitas yang ada mungkin berbeda sama sekali dengan khayalan kita.
Dan, hei, akhirnya kita berpijak di tanah! Kita mulai belajar mencintai seutuhnya, bukan sekedar cinta romantis ala novel teenlit yang kubaca selama masa remajaku.
Kita belajar bahwa cinta itu manis, meskipun tidak seromantis khayalan kita. Kita juga belajar bahwa kita dan orang yang kita cintai punya kekurangan, tidak sempurna seperti dalam khayal. Dan kita mulai berpikir tentang realitas dan bukan hanya khayalan. Pada akhirnya, kita belajar bahwa tidak setiap mimpi akan jadi kenyataan.
Meskipun begitu, untukku, ada sebagian kecil mimpi indah yang terus kupegang sampai saat ini. Mimpi-mimpi romantis yang aku harapkan masih bisa terwujud suatu saat. Ada sebagian kecil dari diriku yang masih merupakan gadis remaja dengan berjuta mimpi. Dan hei, bukankah mimpi dan harapan menjaga kita agar tidak menjadi orang yang pahit? Bukankah mimpi dan harapan juga anugerah Tuhan agar kita merasakan kebahagiaan karena mimpi yang terwujud?
Sekarang coba tebak. Menurutmu apa salah satu mimpi yang masih kupegang?
***
Aku selalu senang cerita komedi romantis. Sitcoms, film, novel, video pendek. Apapun. Teman-temanku pasti tahu ini. Aku yang paling semangat ke bioskop waktu ada film chickflick terbaru. Dan mereka juga pasti tahu, bukan sekali dua kali aku menangis waktu membaca novel. Berkali-kali temanku mengejek dengan bercanda, "Mau hidup di novel aja ya, mbak?" Yang lalu kubalas dengan cemberut di wajahku.
Tapi tidak apa-apa! Aku tetap akan jadi penggemar komedi romantis tidak peduli apa yang temanku katakan!
Meskipun begitu, sesuka apapun aku pada film dan cerita, aku tetap hidup di dunia nyata. Di dunia nyata, aku jatuh cinta pada Kenneth.
Dan dalam banyak hal, menyukai Kenneth membuatku jadi lebih dewasa.
Bersama Kenneth, aku tidak sekedar ingin percikan atau kupu-kupu di perutku. Bersama Kenneth, aku ingin masa depan, sesuatu yang berlangsung selamanya.
Tidak apa-apa kalau kami berdua tidak seromantis pasangan di cerita chicklit kesukaanku. Kenneth mengajarkan aku, tanpa dia sadari, untuk mencintai dengan realistis dan sederhana. Bahwa kamu tidak perlu mengharapkan sejuta mawar, karena ada orang yang bisa menunjukkan dia peduli dengan cara lain. Membantumu saat kau jatuh misalnya, atau menerima dirimu apa adanya, dan, favoritku, dia melibatkanmu dalam hidupnya.
Mencintai Kenneth terasa begitu masuk akal dan nyata. Berpijak di tanah, dan bukan mengawang dengan berjuta ekspektasi dan mimpi.
***
"Cieh, ada yang bentar lagi ulang tahun nih! Tepat seminggu lagi dan Sarah akan 21! Dia sudah dewasaaa!" Goda Niken, salah satu teman kuliahku, "Mau kado apa? Abang Kenneth ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stories of Us
Ficción GeneralOrang bilang cinta bisa terjadi kapan saja. Kita bisa saja mengantri di kantin, bertemu pandang dengan orang asing, dan tiba-tiba dunia kita jungkir balik begitu saja. Aku percaya pada jenis yang lain. Aku percaya cinta itu bukan seperti sambaran k...