2. Sandiwara

130 44 174
                                    

———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


———

Sakit, Sarla membatin dengan tangan mengelus dahi. Bibirnya mengerucut saat rasa berdenyut akibat hantaman pintu UKS masih mendera. Sebenarnya, sedikit sangsi juga saat figur nyata sosok yang sedari dulu ia damba berada di satu ruang dengannya. Lebih tepatnya, kini Sarla berada di dalam jeep milik Dirga. Catat. Meski Sarla sendiri tidak tahu, kebaikan apa yang sudah dia perbuat di masa lalu hingga kenyataan membumbung jiwanya setinggi ini.

Apakah di antara banyaknya nama pahlawan yang tercatat dalam sejarah, dirinya menjadi salah satu pemeran pendamping yang membantu kesuksesan mereka? Atau hal-hal menakjubkan lain yang ternyata luput dari rangkuman sejarah? Kesuksesan tersebut berskala Nasional, kah? Atau bahkan telah mencapai taraf Internasional? Mengingat kejadian yang baru saja ia alami terlalu sukar dipahami oleh nalar Sarla sendiri, atau jangan-jangan—

"Ini masih rumah lo, kan?"

Suara Dirga bagai oase yang mampu memadamkan segala pemikiran tak berkesudahan di benak Sarla. Jantungnya terasa jatuh ke perut saat paras Dirga secara tegas menghadapnya. Salah satu lengan laki-laki itu menggantung di bagian jendela mobil, dengan tangan lain bertugas memegang kemudi. Bersama alis pekatnya yang menukik tajam, tatapannya menguar runcing dan dalam, Sarla berdeham saat tegang membalut suasana meski pesona masih terukir nyata pada sosok Dirga.

"I-iya." Kepalanya mengangguk beberapa patah. Sarla membasahi tenggorokannya yang mendadak kering sekali. Tangannya lantas memilin rok sekolah asal-asalan.

Hembusan napas Dirga lakukan kuat-kuat bersama cengkeraman tangan pada kemudi yang mengetat. "Nggak mau turun?" Giginya ikut bergemeletuk, sarat akan emosi yang berusaha keras ia redam.

Sarla kontan memberi anggukan, secara ringkas membuka pintu, membawa tubuhnya keluar dan tak lupa mengucapkan terima kasih yang dilafalkan secara terbata. Hatinya mendadak panas dingin saat sadar sumber keanehan atas tingkah lakunya terjadi dalam radius terdekatnya pada sosok Dirga. Pun di detik selanjutnya, seseorang masih berusaha mengusik debar kencang dadanya yang tak berkesudahan. Saat tangannya ditarik tanpa permisi, mengharuskan tubuhnya memutar penuh. Sukses membuatnya membalikkan badan.

Suguhan tubuh tegap Dirga bersama aroma kopi nan esensial memberi Sarla pada segala bentuk familiar akan sosok yang telah lama meraup perhatiannya. Suasana bahagia kali ini nyaris seperti de javu begitu hanya semilir angin menjadi suara di antara keduanya. Seperti halnya sorot tak terbaca yang kini dilayangkan Dirga ketika Sarla memberanikan diri untuk mendongak, rekam jejaknya kian berkelana pada kilasan kejadian di taman belakang.

Entah apa yang mengharuskan Dirga turut meninggalkan jeep abunya, namun senyum asimetris yang dikeluarkan Dirga setelahnya seakan memberi andil kuat terhadap perlakuan lanjutan yang akan Sarla terima. Tangan kokoh yang tadi siang sempat mengelus pipinya kembali berulah, kali ini menyentuh pucuk kepala Sarla pelan. Menepuknya beberapa kali, sebelum satu benda kenyal kembali mendarat singkat di keningnya.

Lingkar BelengguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang