Bagian 15

56.4K 2.8K 272
                                    

"Arviko Lenard Arstyo."


Pagi Senin yang cerah ini SMA Asthawara tengah selesai melaksanakan upacara. Banyak siswa yang langsung ngacir menuju kantin ada juga yang balik kekelas untuk mengistirahatkan diri setelah lamanya upacara.

Seperti keempat sahabat ini. Aylin, Kenzi, Berlin, dan Rendy yang lebih memilih ke kelas karena malas berhimpit himpitan di kantin yang pastinya sekarang seperti lautan manusia. Keempatnya tengah asik mengobrol dan di selingi candaan. Kelas yang biasanya ramai kini hanya ada mereka berempat saja. Tumben sekali.

"Eh gue gak sabar tahu menanti anak baru itu!" Pekik Kenzi tiba-tiba sedangkan ketiga sahabatnya menatap ia datar. Sedari tadi hanya itu saja yang di bahas Kenzi membuat mereka jengah. Padahal Kenzi adalah gadis yang tak terlalu memperdulikan yang namanya pria.

"Ehem, biasa ae elah lihatnya." Kikuk Kenzi.

Suasana hening sesaat sebelum Rendy mencairkan suasana.

"Eh UAS nya bentar lagi ya?" Tanya Rendy memecah keheningan.

"Ya elah Ren! Bahas yang lain napa? Mules gue denger kata ulangan." Protes Rendy pada dirinya sendiri membuat ketiga sahabatnya bingung.

"Telepon RSJ sekarang! Ini kayanya pasien mereka nyasar disini." Celetuk Aylin menatap Rendy sambil bergidik ngeri.

"Iya nih, bisa gawat kalo ngamuk disini." Timpal Kenzi.

"Jangan seperti itu kawan, kita sebagai kaum sesama manusia harus menjaga perasaan dia. Tak boleh berbicara seperti itu." Ucap Berlin bijak.

"Iya tuh." Kata Rendy setuju dengan wajah yang sumringah karena Berlin membelanya.

"Kasihan jika ia di katai seperti itu, bisa-bisa jiwanya tambah terganggu dan bertambah parah. Hahahaha....." lanjut Berlin tertawa pecah di ikuti Aylin dan Kenzi yang tak kalah kerasnya. Sedangkan Rendy mengerucutkan bibirnya kesal.

"Aku ternistakan..." keluh Rendy dramatis.

"Eh stop gaes!" Ujar Aylin tiba-tiba menghentikan tawa Kenzi dan Berlin yang langsung menatapnya bingung begitu juga Rendy.

"Kenapa Ay?"

"Gue mau ke toilet bentar." Jawab Aylin berdiri dari tempat duduknya.

"Mau gue anter?" Tanya Berlin dan Rendy bebarengan dengan wajah sama-sama polos.

Bugh!

Bugh!

"Aw!" Ringis keduanya saat kepala mereka di timpuk buku oleh Aylin tak tanggung-tanggung.

"Gue harap, gue gak ikut stres kaya lo pada." Ujar Aylin lalu berlalu begitu saja tanpa dosa sedangkan Kenzi sudah menertawakan nasib kepala Berlin dan Rendy yang naas itu.

Aylin berjalan menyusuri koridor kelas 11 yang langsung menjadi pusat perhatian. Sudah biasa, namun mereka seperti bingung melihat kearahnya. Mungkin karena Aylin tak bersama antek-anteknya.

Gadis itu langsung memainkan handphonenya saat melihat Laskar berjalan berlawanan arah dengan dirinya. Aylin masih teringat kejadian kemarin yang sama sekali tidak bisa membuat otaknya berfikir. Ia saja tak maksud dengan perkataan Laskar apalagi perbuatannya. Ngomong soal menemani basket Laskar, itu tak jadi. Karena Laskar langsung pergi begitu saja saat mengucapkan kalimat membingungkan itu.

Sebenarnya jika ia memiliki keberanian, sudah ia timpuk mulut Laskar dengan sabun anti septik itu supaya mulut Laskar tak ada kumannya sehingga bisa bicara yang bersih. Enak saja lelaki itu mengatakan bahwa Sandi banyak kumannya? Tanpa dosa lagi.

My Husband (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang