TIGA

78 9 0
                                    


Sumilir angin menerpa dengan lembut wajah seorang gadis yang sedang terduduk di depan kelasnya sambil memandangi lapangan basket. Seulas senyum terlukis di wajahnya. Pandangannya tertuju pada sosok lelaki yang sedang sibuk mencari celah untuk memasukkan bola ke dalam ring lawan.

Cuaca hari ini tak begitu terik. Matahari tetap berada di posisinya sedangkan bumi masih berputar pada porosnya. Langitnya bersih dengan warna biru yang begitu cantik. Sesekali terlihat beberapa burung terbang menari menikmati indahnya hari ini.

"Sampai kapan lo nyembunyiin ini semua, Del. Apa lo ngga cape setiap hari berkecamuk dengan rasa sakit? Kenapa lo nyiksa diri lo sendiri?" Ucapan seorang gadis membuatnya menoleh mencari tahu siapa yang mengatakannya. Suaranya sangat tidak asing. Rupanya Aira, sahabatnya. Deli menyunggingkan bibirnya ke atas lalu menatap Aira lekat.

"Sampai semua benar-benar berakhir, gue udah menikmati semua ini, Ay. Jadi, selama gue masih bisa, gue akan terus bertahan," terangnya sembari tersenyum kepada lawan bicaranya. Ucapannya yang terlampau tenang bak tanpa beban membuat sahabatnya menghela nafas. Selalu saja seperti itu,sok kuat.

Deli memang sudah terbiasa dengan keadaan ini. Dia sudah terbiasa menahan apapun yang dia rasakan sendirian. Bukan tanpa alasan. Tetapi, ia sudah benci dipermainkan. Gadis itu terlalu lelah dengan pengkhianatan.
Dia takut jika lelaki yang dicintainya diam-diam mengetahui dan semuanya akan menjadi rumit. Lebih baik seperti ini. Meskipun dia sering tersakiti karena keadaan, setidaknya bisa terus bersama meskipun dalam zona persahabatan.

"Tapi, serapat apapun lo nutupinnya, sebaik apapun lo nyembunyiin. Rahasia itu cepat atau lambat akan terbongkar, Del," tutur Aira dengan raut kekhawatiran.

Memang benar apa yang Aira katakan. Semua pasti akan terbongkar pada waktunya. Tetapi, yang dikatakan rahasia itu hanya akan terbongkar jika ada yang membocorkannya. Menurutnya, lebih baik dia menyembunyikannya meskipun cepat atau lambat semuanya akan terbongkar, karena dia tidak mau mati sebelum hidup.

"Dan gue harap, saat semuanya terbongkar rasa itu sudah benar-benar gak ada sedikitpun. Gue gak pernah sedikitpun mengharap dia akan bales perasaan gue. karena bagi gue mencintai itu memberi bukan meminta," tukas Deli sembari tersenyum getir.

Munafik. Deli munafki sekali. Padahal dia sangat mengharapkan semuanya terbalas. Semua orang pasti pernah merasakan sakitnya mencintai tanpa balasan bukan?
Deli melakukan semua itu karena tidak mau egois. Gadis itu tidak mau menjadi bodoh karena cinta. Dia tidak mau menghancurkan semuanya. Tidak lucu jika persahabatan yang mereka jalin harus hancur karena cinta.

"Fano sangat beruntung kalo sampe dia milikin lo, Del," ucap Aira sambil menatap wajah sendu gadis disampingnya yang masih saja sibuk memandangi sosok bernama Fano.

"Gue yang beruntung ay kalo gue bisa dapetin Fano, bukan Fano yang beruntung tapi gue" jawab Deli.

Benar. Deli akan merasa sangat beruntung jika dia dapat memiliki Fano seutuhnya. Memiliki seseorang yang kita cintai dengan tulus adalah nikmat tuhan yang begitu luar biasa.

"Udah, ish. Jangan melow dong ntar gue jadi kebawa suasana, kenapa lo mancing gue jadi bucin si?" lanjut Deli sambil menoleh ke arah Aira.

"Yeuu, lo-nya aja yang emang bucin," tukas Aira sambil menoyor kepala Deli sedangkan deli mengecutkan bibirnya, berdecak sebal karena sahabat yang satunya itu sangat rese.

Jatuh MembisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang