SEMBILAN

31 6 0
                                    


Setelah memutuskan untuk membolos. Fasal dan Deli pergi ke suatu tempat yang sering mereka datangi tetapi sudah lama tak mereka menhunjunginya.

Udara yang segar dan sejuk. Di pinggir sawah dengan hamparan hijau yang begitu luas terdapat sebuah rumah kayu yang tidak terlalu besar. Fasal dan Deli terduduk di kursi panjang yang ada di depan rumah itu.

Rumah itu sengaja di bangun oleh Rey, Ray dan Deli 8 tahun lalu. Dulu waktu kecil mereka sering bermain di sawah itu sampai lupa waktu. Sampai akhirnya Ray mengusulkan untuk membuat gubuk agar mereka bisa beristirahat di sana ketika alam sudah gelap tetapi mereka belum pulang.

Sekarang rumah itu dihuni oleh pasangan paruhbaya yang menggarap sawah di pelataran rumah itu. Kakek Sandi dan nek Yanti namanya.

Sudah hampir 15 tahun kakek sandi menggarap sawah itu. Awalnya kek sandi dan nek yanti tinggal di rumah anaknya yang berada jauh dari sawah itu. Setiap pagi kek sandi dan kek yanti selalu datang ke sawah jalan kaki. Mengetahui itu Ray merasa tidak tega. Akhirnya ray membicarakan ini kepada Rey dan Deli dan mereka setuju jika kek sandi dan nek yanti tinggal di rumah itu. Lumayan sekalian mereka bisa merawat rumah itu. Memang tidak mewah karena semuanya serba kayu tetapi rumah itu layak dan nyaman untuk dihuni.

"Lama banget ya kita ngga ke sini, kayaknya udah hampir 2 tahun," ucap Fasal.

"Iya, Ray. Gue kangen banget suasana di sini, lo si sibuk terus jadi ngga pernah ngajakin gue main." ucapan Deli sukses membuat raut wajah Fasal berubah menjadi raut wajah penuh salah.

"Maafin gue, Del," ucap fasal sendu membuat Deli merasa bersalah telah mengatakan hal itu padahal Deli hanya bercanda.

Fasal sadar selama ini dia egois. Dia terlalu banyak membuang waktunya untuk kesenangannya saja. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sampai ia lupa bahwa Deli membutuhkan kehadirannya.

Andai Fasal tau bahwa hidup Deli sekeras itu pasti dia tidak akan pernah membiarkan Deli melewatinya sendirian. Gadis itu memang sangat pandai menyimpan lukanya,Ah bukan pandai menyimpan lukanya tapi Fasal saja yang tidak peka akan keadaan Deli. Fasal memang bodoh.

"G-gue ngga bermaksud gitu, Rey. Gue cuma bercanda elah, baperan banget si lo sekarang," Ujar Deli.

"Ke gubuk itu yuk, Rey. kayaknya di sana anginnya lebih gede, jadi lebih seger deh," ajak Deli sambil menunjuk gubuk yang ada ditengah sawah

"Ntar lo masuk angin, males gue ngurusin bayi gede," jawab Fasal membuat Deli berdecak kesal.

"Bodo ah! Gue ngambek sama lo!" Ia berlari di jalan setapak pemisah sawah satu dengan sawah lain. Setidaknya dengan ini dia bisa melupakan sejenak luka luka dihatinya.Disini ia bebas dari batasan apapun.

"Tungguin gue, Panda!" teriak Fasal lalu berlari mengejar Deli yang jaraknya sudah agak jauh.

"Kejar gue kalo bisa!" teriaknya sambil berlari menantang Fasal

Mereka berkejar-kejaran sambil menikmati hembusan angin. Mereka kembali lagi ke masa kecil 10 tahun silam. Tidak ada keramaian di sini, tidak ada keributan dan tidak ada suara klakson mobil yang membuat pusing. Yang ada hanyalah suara hembusan angin dan kicauan burung. Suasana yang tenang dan sejuk membuat siapa saja betah berlama-lama di sana.

Angin berhembus menerpa tubuh Deli itu dengan lembut, rambutnya yang digerai beterbangan mengikuti arah angin. Di sinilah Deli bisa melupakan kekacauannya.

Fasal senang melihat Deli bahagia. Tawa itu sudah lama Fasal rindukan, bukan tawa sandiwara bukan pula tawa sok tegar tapi tawa bahagia yang sesungguhnya.

*****

"Woy! Pak Surip kaga jadi masuk.Bininya ngidam Sate Madura dan maunya makan di Madura langsung. Jadi terpaksa Pak Surip mendadak ke Madura," Ujar ojip membuat kelas seketika riuh.

Jatuh MembisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang