Chapter 12

522 73 11
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Diterangi cahaya keperakan bulan, Rei menyusuri lorong istana yang sudah sepi itu sendirian. Merlin seharusnya ada bersamanya, namun ia menghilang entah kemana saat acara selesai.

Sunyi senyap suasana dan dinginnya udara membuat hatinya tidak nyaman. Ia ingin segera sampai di kamarnya secepat mungkin dan langsung mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

Saat pikirannya melayang, membayangkan tempat tidurnya yang nyaman dan hangat, seseorang berlari dari arah yang berlawanan. Menabrak Rei, membuat keduanya jatuh terduduk.

"Aduh! huh? Apa kau baik-baik saja?!" Rei bergegas bangkit. Mendekati sosok yang terduduk dengan kepala yang tertunduk.

Meski dengan penerangan yang hanya bersumber dari bulan, Rei dapat tahu bahwa sosok yang menabraknya itu adalah seorang perempuan. Ia memakai gaun yang indah, namun berantakan. Hal yang sama juga terjadi pada rambutnya yang panjang tergerai menutupi wajahnya.

"Aku... baik-baik saja," ucapnya, mirip sebuah bisikan.

"Kau yakin?" Rei bertanya. Melihat kondisinya yang kurang meyakinkan itu.

Ia mengangguk. Dibantu oleh Rei, perempuan itu berdiri. Sesaat setelah berdiri, tubuh perempuan itu kembali oleng. Beruntung sekali Rei dapat dengan sigap menahan tubuhnya.

"Jangan memaksakan dirimu--huh? Ada apa dengan pipimu?" Rei menyibakkan sedikit rambut yang menutupi wajahnya. Memperlihatkan sebuah tapak berwarna merah disana.

Ia terkesiap. Perempuan itu menepis tangan Rei cepat-cepat, mundur perlahan menjauhi Rei. Wajahnya yang tersembunyi dibalik helaian rambut itu perlahan menjadi jelas karena pancaran sinar bulan.

Rei menganga. Ia kembali mendekati perempuan di depannya, kemudian tanpa permisi memegang kedua pipi perempuan itu dengan tangannya.

Diperhatikannya wajah itu dengan seksama. Rei memicingkan mata, merasa akrab dengan wajah itu.

"Guinevere?--"

Wajah perempuan itu menjadi tegang. Sudah sangat jelas terlihat dari ekspresinya bahwa dia takut.

Akan tetapi, semakin lama diperhatikan, wajah 'Guinevere' itu perlahan berubah. Tidak, wajah itu tidak berubah menjadi buruk rupa atau semacamnya. Wajahnya tetap cantik, tapi--

"--bukan. Siapa kau?"

--berubah menjadi wajah orang lain. Orang yang sama sekali Rei tidak kenali.

Perempuan itu mendorong Rei, ia menarik kembali rambutnya hingga menutupi pipi dan wajahnya sebelum berlari dan menghilang dalam kegelapan istana.

Berkedip beberapa kali, Rei berusaha mencerna apa yang terjadi beberapa detik yang lalu itu. Ia mengusap matanya dan memijat kepalanya.

"Mungkin hanya perasaanku saja." menghela nafas panjang, Rei kembali bangkit. Membersihkan bajunya lalu melanjutkan jalannya menuju kamar.

Void of Avalon || Arthur PendragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang