***
Gadis kecil itu membulatkan matanya dibalik tudung yang ia kenakan.
Perasaan antara kebingungan, kebahagiaan bahkan penyesalan―walau mungkin hanya sedikit, mungkin―berkecamuk didada-nya.
Entah karena rasa sakit diperutnya yang secara ajaib mengambil sedikit kewarasannya atau memang pemandangan didepannya ini memanglah asli, gadis itu tidak percaya―menolak untuk percaya.
Segala hal ditempat ini begitu asing baginya. Jalanan yang dihiasi bebatuan, bangunan-bangunan yang terbuat dari kayu, orang-orang yang berlalu lalang, serta sebuah istana berwarna putih yang terletak diujung jalanan berbatu ini cukup untuk membuat lututnya semakin lemas.
Belum sempat gadis itu melihat bahkan mencerna keadaannya lebih lama, ia kembali merasakan perutnya sakit dan lututnya semakin lemas―tak kuat lagi menahan tubuhnya. Membuatnya jatuh terduduk sembari memegangi perutnya.
Rasa sakitnya semakin lama semakin kuat, sampai pandangan gadis kecil itu mulai kabur. Namun, walau sekilas, gadis itu melihat seseorang berlari kearahnya―entah benar atau tidak, tapi tak ada salahnya untuk berharap bukan?―sebelum akhirnya pandangannya benar-benar tergantikan oleh warna hitam.
***
Matanya terbuka perlahan, mengumpulkan nyawa untuk kembali mencerna lebih lanjut keadaan. Hal yang pertama kali ia sadari―begitu nyawanya sepenuhnya kembali―adalah tubuhnya yang digendong oleh seseorang―seorang bocah laki-laki tepatnya.
Bocah laki-laki itu sepertinya orang yang berlari mendekati-nya sebelum kesadarannya hilang beberapa saat yang lalu. Ya, sepertinya...
Merasa ada sedikit pergerakan dipunggungnya, bocah itu menolehkan kepala-nya sedikit, berusaha melihat sosok mungil yang tengah ia gendong sebelum akhirnya ia menghela nafas lega dan berkata,
"Ah, kau sudah bangun rupanya! Syukurlah~"
Mendengarnya, gadis itu bukannya menjawab, dia malah kaget. Tubuhnya refleks condong kebelakang, hampir membuat dia maupun bocah yang menggendongnya itu terjengkang jika saja bocah berambut pirang itu tidak menyeimbangkan tubuhnya kembali tepat waktu.
"Tenang, tenang! Untuk orang yang baru sadar dari pingsan, refleks mu bagus juga ternyata," ucapnya diakhiri dengan kekehan pelan. Mata gadis kecil itu berkedip beberapa kali sebelum akhirnya dia membuka mulutnya.
"Anu, kau akan membawaku kema―ugh!"
Perkataannya terpotong oleh sakit perutnya yang muncul lagi. Khawatir―bocah itu berhenti melangkahkan kakinya lalu bertanya dengan suara yang agak panik.
"O-oi! Kau kenapa?"
"P-perutku... sakit..."
Perlu waktu sekitar lima detik sebelum gadis itu menjawab perkataannya-meski dengan suara yang lebih mirip seperti bisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Void of Avalon || Arthur Pendragon
Fiksi Penggemar❝Biarkan aku menceritakan padamu kisah seorang raja.❞ ••• Padahal, semuanya berawal hanya dari pertemuan sederhana antara dua orang anak kecil. Tidak ada yang menyangka bahwa hal itu akan mempengaruhi sebuah kisah yang sudah diramalkan dahulu kala...