15| Childhood Story

64K 5.2K 806
                                    












"Aku harus menyelesaikan apa yang aku mulai, Yu."

Entah mengapa, Dongyu memberang, rahangnya tergerus seolah menahan amarah. Tidak mengerti dengan jalan pemikiran Jiyeon. Mungkin akan lebih baik jika ia melemparkan busur anak panah untuk menyadarkan pemikiran sahabatnya ini.

"Yak! Kau belum puas ya merusak hidup Taehyung dulu? Ingatlah, kau pernah mengacaukan mimpi seseorang gara-gara cinta butamu itu."

Kedua manik Jiyeon mengkilat tajam seolah mampu membunuh Dongyu detik itu juga, terbukti telapak tangan dengan jam tangan putih itu menggebrak meja hinga minuman dalam gelas beriak, "Yang kau bicarakan itu kejam sekali. Kau itu temanku apa musuhku?!" jelas Jiyeon tidak terima dikatakan seperti itu.

"Aku kejam karena aku tidak ingin kau melakukan hal gila lebih jauh," ucap Dongyu penuh kesal, lebih kesal lagi lantaran wanita dengan rambut coklat ini seolah lebih berfokus pada ponsel di tangannya. Sungguh itu menyebalkan sekali.

Jiyeon menatap sinis, "Jangan-jangan kau menyukai Taehyung juga ya sampai seprotektif itu padanya."

"Ap-" Helaan napas kasar tak mampu terbendung dari wajah Dongyu. Jangan salahkan jika sebentar lagi ada seonggok mayat wanita cantik yang tersedak tusuk gigi karena ulahnya. Tidak, tidak boleh seperti itu. Jiyeon hanya perlu di hadapkan dengan realita, bukan aksi percobaan pembunuhan berencana.

Sedangkan Jiyeon meletakkan ponselnya kembali. Mengamati wajah temannya sejak kecil ini dengan tatapan tak terartikan. Dihiasi sayup-sayup music jazz yang malah semakin tenggelam suaranya ketika Jiyeon mulai berucap serius.

"Jika aku mengatakan sesuatu, apakah kau akan mengijinkanku merusak rumah tangga Taehyung?"

Kedua manik Dongyu mencelik, seolah mampu menembus kacamata yang ia kenakan, "Apa?! Merusak?" dia berjeda dengan gelengan seribu persen tidak setuju, "Tidak, tidak. Kau benar-benar gila Ji."

"Aku tidak gila," jemari Jiyeon mendadak gusar, "Aku sakit."

Dua kata yang berhasil membawa pribadi berambut klimis itu bungkam penuh keterkejutan. Dongyu semakin menahan napas ketika bibir tipis Jiyeon berucap tidak masuk akal, "Waktu ku tidak banyak, dan satu-satunya penyembuh yang aku butuhkan hanya Taehyung."

-

-

-

Suasana mulai menghangat ketika matahari akhirnya bersemayam di ufuk barat, terganti oleh sorot rembulan kelewat sabit pada bentangan bintang-bintang. Mungkin ini yang sedikit berbeda dari Seoul. Seorin bisa mengayunkan dua kaki pada koridor samping rumah ketika duduk menengadah—menikmati malam tanpa hiruk pikuk perkotaan. Sedikit menoleh eksistensi pohon ginko cukup besar dengan satu ayunan usang tertaut pada salah satu ranting kokoh di sana. Mendadak dia bisa membayangkan bagaimana sosok Taehyung kecil bermain dan mengejar tonggeret ketika musim panas.

Bahkan senyumnya terulas tanpa ia sadari ketika presensi dalam balutan baju hampir mirip hanbok tetiba berada di sebelah tubuhnya, "Kau tidak kedinginan?" tanya sang Nenek dengan tatapan mata teduh.

Seorin sangat menyukai kehangatan kharisma Nenek Taehyung. Dia sempat bepikir dari sinilah aura mengagumkan sang suami berasal, menurun dari sang Nenek.

"Tidak Nek, jaket Taehyung cukup tebal untuk aku kenakan."

Pasti senang sekali seandainya Taehyung mendengar Seorin tidak memanggilnya dengan sebutan 'Kim'. Ketika Seorin menyebut nama Taehyung memang terasa spesial, atau mungkin akan ia lakukan pada orang tertentu atau acara penting. Hmm, dan juga nama itu hanya mengudara dari bibir merahnya ketika keduanya melalang buana di atas ranjang menuju awang-awang. Walaupun sebutan Kim terasa lebih indah ungkapan sayangnya. Rasa sayang sehari-hari.

Wisecrack! |✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang