Adegan 7

267 44 4
                                    

"Minggu depan kita ambil nilai untuk materi bulu tangkis. Jangan lupa, yang punya raket dibawa ya!" Koor mengiyakan terdengar. Guru olahragaku tersenyum puas, lantas membubarkan kerumunan kami, tanda pelajaran sudah selesai. Aku mengambil botol minum di bawah pohon, jongkok dan meneguk isinya sembari berpikir.

Penilaian bulu tangkis, ulangan IPS, PR Biologi, dan habis ini ada try out Bahasa Inggris. Pulang sekolah ke Rumah Oki, aku sama sekali nggak paham dengan soal bangun ruang yang dijadikan tugas kemarin. Oh, hari Kamis ada praktek masak. Aku disuruh bawa apa?

Bel istirahat berdering nyaring. Aku bergegas menuju kelas, mengambil baju ganti. Kamar mandi cewek selalu ramai di jam seperti ini. Untungnya, masih ada satu bilik yang kosong. Aku masuk ke dalamnya, menggantung kresek berisi seragam di belakang pintu.

Terdengar obrolan dari luar bilik. Sebagian besar tentang cowok dan pelajaran. Salah satu dari cewek-cewek itu mengeluh bahwa pelajaran Fisika semakin susah dan membuatnya ingin segera menikah saja. Teman-temannya ribut menganggu. Aku cuma bisa memutar mata.

"Di 7B ada anak baru 'kan?"

"Iya, yang rambutnya panjang terus matanya gede. Ramah banget, tapi kalem. Dia daftar ekskul padus."

"Katanya anak padus udah nggak terima anak lagi?"

"Suaranya dia bagus banget sih, tipe yang tinggi banget bisa, rendah juga bisa. Belum ada yang kayak gitu. Diterima deh. Lagian dia dulu pas SD pernah menang lomba padus nasional tau."

"Dari SMP mana sih? Kok bela-belain banget pindah ke Ambawani cuma karena padus?"

"SMP-nya yang di tikungan sebelum rumah sakit besar itu lho, jauh dari sini. Di sana emang nggak dukung padus sih."

Lantas aku baru sadar, mereka membicarakan Mala. Gusar, buru-buru aku mengikat rambut dengan karet berwarna hitam, menggulung baju olahraga dan menjejalkannya dalam kresek. Aku nggak mau mendengar ini lebih lanjut.

"Bukannya Kamala itu punya kakak di sini?"

"Masa? Nggak ada yang mirip dia kok."

"Kakak kelas 'kan banyak, kamu nggak mungkin hafal semua. Tau Dian kelas 9E nggak, yang keluar masuk BK? Mereka saudaraan tau. Kalau kamu perhatiin, matanya mirip banget."

"Ih, masa? Adeknya manis kayak gitu, kakaknya kok nakal sih?"

Well, enough. Aku membuka pintu bilik, melemparkan senyum sarkastik pada dua adik kelas yang terperanjat melihatku. "Kalian berdua, kalau mau nggosip, pastiin nggak ada orangnya dulu. Biar totalitas."

Serius, kalau ada yang jual sumbat telinga, aku mau beli deh. Baru seminggu lebih Mala sesekolah denganku. Setiap pagi, kami berangkat bareng diantar Ibu, meski nggak pernah masuk gerbang beriringan. Aku selalu jalan duluan. Malas kalau ada orang tahu dan mulai membandingkan kayak tadi. Cuma nambah-nambahin sakit kepala.

Angit menunggu di depan kelas dengan wajah bosan, tangannya memegang kotak makan dan buku latihan UN. "Kamu lama."

"Ketemu tukang gosip, diberesin dulu." Aku menjawab sambil nyengir terpaksa, masuk ke kelas untuk meletakkan baju olahraga dan mengambil uang. Angit tahu kalau Mala adikku, demikian pula Hagi. Hagi tahu dengan nggak sengaja—sebab Ge bertanya padaku di Rumah Oki. Kebetulan anak satu itu sekelas sama Mala. Kelas 7B. Pasti nggak akan tumbuh memalukan kayak kakaknya.

Nggak sampai lima menit kemudian, aku dan Angit sudah duduk di halaman belakang. Di tanganku ada plastik dua buah gorengan, satu lagi sedang dikunyah. Angit menekuri materi Kimia dengan punggung melengkung. Kotak makannya dianggurkan.

Kami berhenti makan di kantin. Cuma beli, lalu pergi makan dan mengobrol di sini. Semakin mendekati UAS, Angit sulit belajar di tempat ramai, sementara, kadar toleransiku pada bisik-bisik menurun. Aku nggak tahu kenapa, mungkin karena stres dan capek. Ulangan memborbardir dua-tiga kali seminggu, sederet tugas, plus bimbel dan keberadaan try-out yang untungnya berakhir hari ini. Belum lagi ke Rumah Oki. Di rumah, aku tinggal mengerjakan PR dan sering tidur di tengah-tengahnya karena ngantuk berat. Sisi baik dari kesibukan itu, aku punya alasan untuk mengacuhkan Mala.

Babak-Babak DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang