15. Terbang

167 17 1
                                    

Usai peristiwa kemunculan Phoenix di Hutan Barat yang membuat seluruh pasukan shock, kejadian berikutnya seperti samar-samar untuk Fairi. Ia ingat Quentine dan Ares akan kembali ke istana bersama dengan Janewa. Beberapa pasukan yang terluka sementara akan menunggu tenaga medis yang akan dikirimkan dari istana dan kementerian kesehatan. Dan ia sendiri? Duduk di kuda hitam Eric yang dipacu ngebut untuk kembali ke istana. Sang pangeran hanya menyuruhnya duduk dan akan membicarakan kejadian barusan saat mereka tiba di istana.

Pintu gerbang langsung terbuka begitu mereka mendekat, dan Eric sama sekali tidak melambatkan laju kudanya. Cowok itu langsung menarik tangan Fairi dan mengajaknya ke bangsalnya, ke kamarnya, namun ia berhenti mendadak. Sesuatu mengganggu pikirannya. Ia menoleh sebentar ke arah cewek itu sebelum geleng-geleng kepala dan mengubah arah ke ruang kerjanya.

Ruangan Eric jauh lebih besar daripada punya Quentine, namun lebih simpel. Kalau pangeran kedua menyukai kain beludru dan hiasan drappery di ruang kerjanya, Eric cenderung lebih nyaman dengan kayu-kayu dan kulit. Sedikit mengingatkan cewek itu pada rumahnya yang dahulu.

"Mau minum apa, Fai?"

Pengendali air itu menggeleng. Usai menyerap semua detil di ruang kerja Eric, kini perhatiannya difokuskan pada sang pangeran yang sedang menuangkan air. Cowok itu tampak tidak tenang, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Beberapa kali Fairi melihatnya mengacak-acak rambutnya. Cewek itu nggak akan kaget kalau Eric pada akhirnya tahu tentang pengendalian terlarangnya, meskipun ia tidak menggunakannya secara terang-terangan.

Kekuatan yang didapatnya dari sang penyihir mampu membuatnya merasakan detak jantung dan aliran darah setiap makhluk hidup, dan mengendalikannya. Tidak hanya darah, seluruh cairan yang ada dalam tubuh manusia rasanya mampu ia kendalikan kalau saja ia mengerahkan kemampuannya lebih jauh lagi, meskipun ia belum yakin apa ia sanggup. Butuh konsentrasi tinggi, dan juga stamina.

Eric akhirnya membalikkan badannya, menampakkan wajahnya yang sedikit gusar. Sambil berusaha menghabiskan minumannya, cowok itu menatap Fairi, seperti sedang mengkontemplasikan apa saja yang harus dikatakannya. Apa yang harus dan tidak harus, apa yang mungkin benar, dan mungkin tidak benar. Kepalanya hampir pecah memahami konsep bahwa cewek ini...

"Apa yang ada di pikiranmu saat pertama bertemu denganku di pesta Kementerian Lingkungan Hidup saat itu?"

Eric berkedip. Ia tak menyangkan akan ditanya hal seperti itu.

"Kenapa..?"

"Jawab saja." ucap Fairi sambil membuat dirinya senyaman mungkin di sofa kulit, mengambil sebuah anggur dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Cowok itu memandangi isi gelasnya, apa yang akan terjadi kalau saat itu mereka tidak bertemu?

"Kamu mirip seseorang yang kukenal."

Fairi mengangguk. Meskipun Quentine sudah mengatakannya padanya, bahwa ia mirip dengan seseorang dari masa lalunya Eric, tapi entah kenapa hatinya selalu merasa belum siap atas jawaban ini. Cewek itu terlanjur merasa nyaman dengan semuanya. Semua yang dilakukan Eric padanya, semua hal manis yang diucapkan cowok itu..

Jauh di dalam hatinya, ia ingin mendengar jawaban yang berbeda. Bahwa, mungkin ia berbeda, bahwa mungkin cowok itu benar-benar jatuh cinta padanya. Hahaha.. mendengarkan pergolakan batinnya, Fairi rasannya ingin tertawa sendiri.

Tapi tidak, batinnya sambil menarik napas panjang. Ia harus terbangun dari dongeng cinderella ini. Ada pasukan yang harus ditumpasnya, ada pangeran yang harus dikawalnya, dan ada pasukan lainnya yang harus dilindunginya.

"Tapi aku..." Eric mencoba membuka mulutnya, namun Fairi menyelanya. "Aku akan jujur padamu, Eric."

"Aku pernah memberitahumu.. dua tahun lalu saat penyihir itu memberiku kekuatannya, aku bisa mengendalikan pengendalian airku dengan hampir sempurna; aku menguasai pengendalian terlarang sekaligus pengendalian pengobatan. Dengan kata lain, aku menguasai pengendalian darah.

FAIRI: Menara Langit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang