7. Kau Bisa Merasakannya?

181 20 0
                                    

Setelah berhasil memaksa Koll untuk menandatangani perjanjian damai dengan kerajaan Selatan, rombongan Quentine kembali ke istana. Fairi memutuskan untuk beristirahat sebentar sebelum jam makan malam. Namun saat kembali menuju kamarnya, ia dihadiahi pelukan oleh Emma.

"Misi pertama dan kamu sudah harus berhadapan dengan bandit! Kasihan banget temenkuu!" ujar sahabatnya sambil memeluknya erat sampai hampir kehabisan nafas.

Fairi tertawa, "Halo juga, Em."

Emma langsung menarik tangan Fairi menuju ke kamar, sekedar memberi kesempatan agar temannya bisa merebahkan diri namun tidak sampai terlelap, karena dia ingin mendengar cerita heroik di balik perjanjian damai dengan desa Koll.

"Akhirnya, aku nggak ngapa-ngapain. Ares dan Q aja sudah cukup untuk membereskan mereka." Fairi menutup ceritanya dengan menguap. Sepertinya perjalanan berjam-jam itu membuat tubuhnya lelah.

"Aku tahu Ares memang jago pedang, tapi aku menyangka Quentine juga. Anne nggak begitu suka pedang, ia lebih suka anak panah."

Emma lantas memberitahu sahabatnya bahwa sang putri yang menceritakan kabar bahwa rombongan kakaknya harus pergi ke desa bandit atas perintah raja. Anne begitu khawatir sampai memutuskan kembali ke istana, membatalkan beberapa pertemuan dengan temannya di kerajaan timur. Saat ini mungkin cewek itu sedang berada di sisi Quentine untuk mengecek keadaannya.

Kepala Fairi manggut-manggut. "Mereka.. dekat banget ya?"

"Namanya juga adik-kakak. Kalau Eric mungkin karena beda Ibu ya, jadi Anne nggak begitu manja padanya. Tapi dengan Quentine.. hmm... mereka udah kayak partner in crime di istana ini."

Mata Fairi langsung terbuka lebar, hilang sudah rasa kantuk yang baru saja menyerangnya.

"Eric beda Ibu dengan Anne dan Quentine?"

Sahabatnya itu mengangguk dan menjelaskan bahwa mendiang ratu sebelumnya, ibunya Eric, meninggal saat pangeran itu berumur 7 tahun. Pihak istana mengatakan bahwa sang ratu menderita sakit keras sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Namun rumor lain memgatakan sang ratu telah dibunuh pemberontak. Kerajaan berduka saat itu. Dua tahun setelahnya, Raja menikah dengan Odellia dan memiliki dua anak, Quentine dan Anne.

"Omong-omong.. kudengar Professor Caden akan mampir ke istana malam ini." ucap Emma lirih, Fairi hampir tidak mendengarnya.

"Aku juga baru tahu kalau ternyata ia tidak hanya sekedar professor. Caden masih bekerja untuk Raja, meskipun hanya sekali-kali."

Fairi mengernyit, "maksudmu, dia seperti agen?"

"Mungkin, aku juga tidak tahu persis." jawab Emma sambil memeluk sahabatnya sekali lagi, "Kamu pasti capek, aku juga harus mandi dan mengecek Anne apakah ia sudah kembali dari tempatnya Quentine."

Usai ditinggal pergi Emma, Fairi merangkum informasi yang baru saja dilemparkan padanya;

bahwa ternyata Eric merupakan anak dari ratu pertama, ia dan Quentine juga Anne merupakan saudara tiri, dan

Caden masih bekerja untuk raja, dan ia akan ke istana malam ini.

Merasa kepalanya berat, cewek itu memutuskan untuk istirahat dan memejamkan matanya.

~**~

Langit sudah meninggalkan semburat merah senjanya ketika Fairi membuka matanya. Butuh adaptasi sebentar sebelum matanya terbiasa dengan kegelapan karena ia belum menyalakan lampu di dalam kamarnya. Cewek itu melihat ke arah jendela, menerka-nerka mungkin saat ini sudah hampir mendekati jam makan malam. Seperti dikomando, perutnya berbunyi. Ia menghembuska nafas dan sadar bahwa perutnya tak bisa kompromi. Fairi turun dari kasurnya dan mengambil mantel. Sepertinya udara di luar sudah mulai dingin.

FAIRI: Menara Langit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang