Eric's POV:
Ruang kerja bernuansa cokelat kulit itu tidak pernah seaneh ini.
Usai mengalahkan para pemberontak, Eric langsung kembali ke istana untuk membantu melawan Pita dan seorang Tim Elite yang juga pengendali api. Ia tidak pernah tau kedua orang ini memiliki pengendalian yang sama dengannya. Siapa mereka?
Sambil mengubah sosoknya menjadi api abadi, sang pangeran menerjang Jenderal Pita yang sedang berduel dengan Jenderal Allan. Sementara itu Benjamin sudah berhasil membunuh sisa lawannya dengan memanggil spirit Willis, seekor Paus Raksasa.
"Ah, Eric!" sapa musuhnya dengan wajah berseri ketika mereka berhadapan, "biar kuceritakan sesuatu padamu..."
~**~
Jenderal pemberontak itu akan digantung besok, dan Eric akan menyaksikan dengan kedua matanya. Darahnya bergolak.
"Eric?" suara Finn memanggilnya dari pintu ruang kerjanya, "Aku tidak tahu apa kau mau menemuinya.." ucap pengawalnya dengan ragu-ragu.
Apa Fairi sudah kembali?
Sebuah bayangan rambut merah mulai muncul di hadapannya. Ia tersenyum dan bersyukur cewek itu tidak apa-apa.
Lalu sepasang mata biru.
Eric terdiam di tempatnya.
Ruang kerja bernuansa cokelat kulit itu tidak pernah seaneh ini; dengan Yaya tertidur di atas sofa kulitnya. Air mata masih belum kering di pipinya. Cewek malang...
"Finn, bawa ia ke kamar tamu. Aku akan keluar sebentar..."
"Kau mau menemui Fairi?"
Apa dia sejelas itu?
"Dia sakit, Eric, dokter sudah memeriksanya dan menyuruhnya istirahat. Katanya kelelahan setelah bertarung."
Cowok itu mengangguk, dan memutuskan akan menemuinya esok hari. Mungkin mereka akan bertemu di lapangan.
Lalu ia melihatnya, cewek yang juga memiliki rambut semerah rubah, namun dengan mata hijaunya. Kakinya bergerak sendiri, seperti magnet, menariknya ke arah cewek itu.
"Eric, apa menurutmu aku bisa tinggal di istana?" sepasang tangan menariknya, membuatnya menoleh dan menyadari kehadiran Yaya. Sejak kapan dia ada di sampingnya?
Cowok itu menjamin keamanannya, dan berjanji akan menolongnya mendapatkan tempat tinggal. Sambil menjelaskan, matanya memandang lagi ke seberang, tepat ketika Quentine dan Fairi berpelukan!
Mereka tidak...??
Rahangnya mengeras dan tangannya terkepal. Ia harus bicara pada cewek itu!
"Raja ingin bicara padamu." Finn menyampaikan pesan sang Raja padanya, menanti jawaban. Dengan sangat terpaksa, Eric mengangguk. Pandangannya masih tajam menghujam pada adiknya dan cewek di sampingnya.
~**~
"Dimana dia?!"
Quentine memandangnya dengan terkejut, sebelum kembali melanjutkan permainan caturnya bersama Ares. "Kamu ngomong apa, Eric?"
Sang pangeran mahkota mendekatinya dengan tidak sabar, "Fairi. Dimana dia?"
"Kau membawa Yaya ke istana dan sekarang mencari Fairi? Wow, kakakku mau merebut gelar playboy dariku?"
"Hentikan omong kosongmu Quentine! Aku perlu bicara dengannya."
"Dia pergi."
"Apa?"
Tapi Quentine tidak menjawab lagi, ia tahu Eric mendengarnya. Ares memutuskan untuk keluar dan mencari udara segar.
Setelah sekian lama berlalu dalam diam, akhirnya pengendali api itu membuka mulutnya lagi, "Saat bertarung denganku, Pita memberitahuku sesuatu... tentang pembunuh ibuku."
Quentine memandangi kakaknya, mulai memperhatikan.
"Ia menyaksikannya, saat pembunuh itu mencabut jantungnya.. Enggak, Pita yang menyuruhnya. Keparat itu..."
Eric mencoba lagi setelah menguasai emosinya, "Mereka bertiga; Pita, Harold, dan Iridessa. Jenderal pemberontak itu yang memiliki ide untuk membunuhnya.. agar ayah menyerahkan tahta padanya. Harold yang memegangi ayah, dan wanita itu... ia yang melakukannya."
Lama berselang sebelum Quentine memutuskan untuk ikut bicara, "kau sudah menyelidiki Harold dan Iridessa ini?"
Eric mengangguk, pelan. "Harold telah mati saat pertarungan dengan pasukanku waktu di pantai Snangga dahulu. Iridessa.." ada jeda sebentar sebelum ia melanjutkan, "ia adalah sahabat ibuku, pernah menyelamatkannya sebelum aku lahir. Ia membunuh suaminya sendiri dan bergabung dengan Pita dan para pemberontak. Tapi dari informasi yang kudapatkan, saat ini ia sedang melarikan diri mencari perlindungan ke negeri penyihir."
Negeri penyihir, nama lain dari Negara Barat.
"Wanita itu memiliki seorang anak yang menguasai pengendalian air."
Quentine tersentak, sesuatu mengatakan bahwa ia tidak akan suka mendengar kelanjutan cerita ini. Eric pun sudah dalam kondisi terburuknya. Cowok itu menceritakan semuanya dengan pasrah, dengan matanya yang menatap ke langit-langit, berharap ada cerita dengan versi yang berbeda.
"Jangan bilang dia.."
Mata abu Eric menemukan wajah Quentine yang mulai gelisah, lalu meluncurlah jawaban itu. Sebuah nama yang membuat mereka berdua sama-sama berharap bahwa semuanya ini hanyalah cerita dongeng belaka.
Tapi enggak. Ini kenyataan. Dan mereka hidup di dalamnya.
"Namanya Fairi."
~**~
Spoiler:
Lagi persiapan bikin buku kedua. Doain ya semoga idenya bisa terus mengalir. Dan yang terpenting, TERIMA KASIH BANYAKKK kepada para pembaca yang udah baca sampai sini, apalagi yang udah ngevote.
You are so awesome, guys!!
-mswordz-
KAMU SEDANG MEMBACA
FAIRI: Menara Langit ✔
FantasíaFairi, gadis pengendali air dengan rambut semerah rubah dan mata hijaunya yang khas. Ia berjuang bersama teman-temannya melawan pemberontakan di negerinya; menjadi pengawal seorang pangeran playboy, serta jatuh hati dengan lelaki bermata abu. Belum...