Prolog

22.7K 817 70
                                    

Ayunda Ixora Pratama, seorang ilmuan biologi sekaligus dosen muda yang sering disebut sebagai setan laboratorium oleh orang-orang yang mengenalnya. Julukan itu disematkan karena dia sangat menggilai penelitian bidang biologi, khususnya biokimia, biosel, biologi molekuler dan bioinformatika. Bahkan ada yang bilang bahwa seumur hidupnya wanita itu akan mengabdikan dirinya untuk penelitian. Dia benar-benar gila dengan penelitian, sama seperti ayahnya yang juga seorang dosen. Namun, mau bagaimana lagi, dia terlalu berambisi untuk menjadi profesor di usia muda.

Wanita berusia 26 tahun itu kini tengah menunggu kekasihnya di sebuah Kafe yang menjadi tempat faforit mereka sejak masih kuliah. Selama satu jam duduk di tempat itu, dia sudah menghabiskan dua gelas caramel macchiato. Baginya menunggu itu sangat membosankan dan hanya membuang-buang waktunya. Itu adalah salah satu pepatah dalam hidupnya yang sangat disiplin. Perempuan yang biasanya dipanggil Rara itu sudah hampir meledak menunggu tanpa kepastian. Sudah berkali-kali ia mengirim pesan WhatsApp dan Line dan untuk Rega agar segera datang. Sayangnya, kekasihnya itu belum juga membalas pesan-pesan Rara.

Rara melihat arlogi di pergelangan tangan kirinya. Sepuluh menit lagi Rega tidak datang, maka dia tidak segan meninggalkan Kafe itu. Rara menghela napas kasar, lalu mengikat rambutnya yang semula tergerai menjadi kuncir kuda. Rambut panjangnya sudah tidak serapi saat dia berangkat. Jadi buat apa digerai terlalu lama? Padahal sebelum berangkat Rara sempat mengoleskan vitamin rambut dan menyisirnya rapi agar penampilannya terlihat sempurna saat bertemu Rega. Bukankah ini sangat menyebalkan? Rasanya Rara ingin melempar gelas caramel macchiato-nya yang telah kosong ke kepala Rega. Lagi-lagi Rega molor dari waktu yang telah dijanjikan.

"Maaf aku telat, Ra." Suara yang memohon maaf itu tentu saja milik Rega.

"Satu jam," balas Rara sinis.

"Iya, Ra. Aku tahu kalau aku telat satu jam. Maaf banget. Tadi masih banyak pasien, jadi aku nggak bisa menepati janji buat datang tepat waktu," ujar Rega mencoba menjelaskan. Pria berusia 26 tahun itu tampak kusut saat menghampiri Rara. Terlihat gurat-gurat kelelahan dari wajah tampannya. Namun, dia masih sempat memasang sebuah senyuman di wajah kusutnya itu.

"Kapan sih aku jadi prioritas kamu?"

Rega tiba-tiba menggenggam kedua tangan Rara. Berusaha menenangkan perempuan yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya. Pekerjaannya sebagai dokter memang harus membuatnya pandai mengatur waktu sekaligus pandai meluluhkan hati Rara. Apalagi sekarang dia melanjutkan sekolah spesialis penyakit dalam.

"Maaf, Ra. Maaf banget. Mau gimana lagi, emang aku nggak bisa ninggalin pasien gitu aja. Mereka juga tanggung jawab aku. Apalagi aku masih residen tahun pertama. Masih harus banyak belajar."

Rara menghela napas sekali lagi. Mau tidak mau dia harus memaafkan Rega. Bagaimana pun dia pernah berjanji untuk memahami profesi Rega yang sering kali lebih mengutamakan pasien daripada pacar sendiri.

"Ya udah, aku maafin."

"Kok tiba-tiba ngajak ke sini. Mau ngomongin apa, sih?"

"Re?"

"Ya, Ra."

"Mami sama Papi ingin kita segera menikah. Kalau bisa tahun ini."

Kaget. Tentu Rega sangat kaget mendengar kalimat yang barusan diucapkan Rara. Rega tidak pernah berpikir dia akan menikah di usia 26 tahun. Baginya itu terlalu muda. Apalagi dia masih ingin fokus pada sekolah spesialisnya.

"Tapi, Ra ...," Rega menjeda kalimatnya, berusaha merangkai kata-kata agar Rara tidak tersinggung. "Ra, aku kan masih sekolah spesialis. Aku belum punya penghasilan tetap lagi sementara ini. Kamu tahu kan dokter residen nggak dibayar? Malah aku yang bayar biaya kuliah."

"Kamu takut melamar aku karena belum mapan?"

"Ya gitu, deh," jawabnya jujur.

"Kamu kan juga punya usaha mengelola cabang toko kue Mama kamu, Re."

"Penghasilan dari cabang toko kue itu nggak seberapa, Ra. Kamu siap nikah sama dokter yang belum mapan ini? Hasil dari toko kue itu pun sering habis buat biaya pendidikan aku."

"Aku nggak ada pilihan. Mami dan Papi udah mendesak kita agar cepat menikah. Lagian usia aku udah 26, mereka takut aku mengulur waktu untuk menikah setelah mereka tahu kalau aku mau lanjut S3. Mereka bilang kalau nunggu aku lulus S3 dan nunggu kamu lulus spesialis itu kelamaan."

"Tapi, Ra ...."

"Kamu nggak usah mikir aneh-aneh dulu masalah uang. Lagian aku kan juga kerja. Gaji aku juga cukup buat hidup kita berdua."

"Aku cowok, Ra. Harusnya aku yang cari nafkah. Bukan kamu," elak Rega lagi.

"Kalau kamu nggak segera melamar aku. Orang tua aku bakal jodohin aku sama laki-laki lain, Re. Kamu mau kehilangan aku?"

Rega menggeleng. Dia benar-benar pasrah. Sekolah dan karirnya sebagai dokter memang fokus utamanya, tapi Rega tak bisa berpisah dengan Rara begitu saja. Rega harus membuang ego dan ambisinya demi Rara. Dia tak mau kehilangan Rara.

"Kapan kamu mau lamar aku?"

"Secepatnya."

"Kalau bisa setelah lamaran, kita segera menikah. Kalau ditunda, aku nggak yakin orang tua aku bisa nunggu kamu."

"Oke, aku mau bicarakan ini dulu sama orang tua aku."

"Iya. Aku akan tunggu kamu dan keluargamu di rumahku."

"Aku sayang banget sama kamu, Ra," ucap Rega mengakhiri konversasi diantara mereka. Rega kembali menggenggam tangan Rara. Bahkan semakin erat. Rega benar-benar mencintai Rara. Berpacaran cukup lama dengan Rara membuat Rega yakin bahwa Rara yang pantas disandingnya. Apa pun yang terjadi Rara harus menjadi miliknya. Apa pun akan dia lakukan untuk memperjuangkan Rara.

***

To be continued

Halo ....

Saya re-publish cerita ini. Apakah beda dari yang sebelumnya. Sebenarnya alurnya tetap sama, tapi saya revisi dikit-dikit agar menjadi lebih baik lagi. PUEBI-nya juga benar-benar saya benahi.  Jadi, tetap ikuti cerita ini ya, Readers. Dijamin kalian akan semakin baper dengan kisah Rara dan Rega.  Jangan lupa vote, comment and share. 

Yuk, kita kenalan sama main cast cerita ini.

Arega Ferdiano, biasa dipanggil Rega. Ini dokter ganteng yang terpaksa nikah di usia 26 tahun. Rega sabar banget menghadapi Rara yang keras kepala. Pokoknya bucin banget sama Rara.

Ayunda Ixora Pratama, biasa dipanggil Rara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayunda Ixora Pratama, biasa dipanggil Rara. Dia dosen yang ambisius banget, apalagi kalau lagi ngurus penelitian. Cita-citanya ingin jadi profesor di usia muda. Keras kepalanya Rara ini bikin Rega harus banyak bersabar.

 Keras kepalanya Rara ini bikin Rega harus banyak bersabar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Erlebnisse (Re-Publish) ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang