"Jadi mengambil Erasmus Mundus untuk S3?" tanya Prof. Amar saat Rara menyerahkan form rekomendasi.
"Iya, Prof. Saya akan mencoba mendaftar di Cambridge University melalui beasiswa Erasmus Mundus, tapi saya masih bingung mau mengambil biochemistry atau Genetics."
Prof. Amar membenahi letak kacamatanya. "Pikirkan dulu sampai matang. Jangan sampai kamu terbebani kalau sudah masuk nanti."
"Baik, Prof. Akan saya pertimbangkan matang-matang."
"Suami kamu sudah setuju?"
Rara terdiam sejenak. Dia bahkan belum memberitahukan pada Rega kalau dia akan mendaftar S3 secepatnya. Satu hal yang Rara takutkan, Rega tidak akan merestuinya menempuh studi S3.
"Suami kamu sudah setuju?" tanya Prof. Amar lagi. Lamunan Rara langsung buyar.
"Iya, Prof." Rara menjawabnya dengan spontan. Padahal belum tentu Rega akan mengizinkannya.
Prof. Amar membaca study plan* dan self introduction* milik Rara. Pria tua yang usianya sudah hampir 70 tahun itu tampak serius ketika membaca kertas-kertas yang dibawa Rara. Senyum puas terpancar dari bibir di raut wajah sang guru besar itu. Rara memang murid kesayangannya sejak dulu. Tidak hanya Prof. Amar, Rara juga murid kebanggaan dosen-dosennya yang lain.
Menempuh pendidikan jenjang doctoral memang menjadi impian Rara sejak dulu. Bahkan jauh sebelum dia lulus S1. Sejauh ini dia sangat menikmati kehidupannya sebagai seorang akademisi, maka dengan cara apa pun, akan dia lakukan untuk menjadi profesor di usia muda seperti Prof. Hanandi—Papinya. Semua ambisinya selama ini adalah impian yang harus diwujudkanya. Dia ingin diakui oleh orang tuanya. Dia ingin disayang orang tuanya dengan caranya itu. Dia ingin dibanggakan dengan sejuta ambisinya.
"Apakah kamu tidak minta rekomendasi dari Prof. Hanandi juga? Prof. Hanandi kan ayah kamu sendiri. Pasti lebih enak kalau sama ayah sendiri."
"Saya akan minta rekomendasi beliau juga," dustanya. Sebenarnya Rara sendiri belum menceritakan beasiswa itu pada Papi. Dia malah tidak ingin meminta rekomendasi dari Papi karena dia tahu Papi akan memintanya untuk menunda pendidikan S3 dan fokus pada kehidupan rumah tangganya terlebih dahulu.
"Bagus kalau begitu. Saya akan mencoba menghubungi rekan saya sesama dosen di Cambridge University. Siapa tahu teman saya mau jadi promotor* kamu. Sehingga kamu tidak perlu khawatir soal LoA*."
"Terima kasih banyak, Prof."
"Sama-sama. Semoga impian kamu terwujud."
Rara keluar dari lab biomolekuler usai mendapat rekomendasi dari Prof. Amar. Dia menghela napas panjang. Kepalanya sesaat terasa berdenyut saat bayangan Rega berkelebatan dalam pikirannya. Apakah Rega akan memberinya izin jika tahu istrinya akan pergi jauh demi mengejar pendidikan doktoralnya?
Rara memutuskan untuk berjalan di toilet dosen. Perlahan dia membasuh wajahnya dengan air mengalir di wastafel. Dipandanginya wajahnya sendiri dari pantulan kaca. Lagi, dia menghela napas. Mencoba meredam pikirannya yang tak karuan antara melanjutkan pendidikan dan membina rumah tangganya bersama Rega.
Rara segera mengelap wajahnya dengan tissue wajah usai membasuh mukanya. Dia mengeluarkan benda pipih dari tasnya. Getaran benda itu berhasil membuyarkan lamunannya. Ya, semenjak tadi dia banyak melamun. Rara pun mengangkat telepon dari mama mertuanya.
"Halo Rara,"
"Iya, Ma. Halo."
"Tolong cek sebentar kafe suami kamu ya. Kemarin Mama tambahin dua pegawai baru di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlebnisse (Re-Publish) ☑
RomanceAyunda Ixora Pratama, seorang wanita ambisius yang sangat ingin menjadi profesor di usia muda. Apa pun akan dia lakukan untuk mendapatkan impiannya. Namun, pemikirannya perlahan berubah semenjak menikah dengan Arega Ferdiano. Perlahan dia sadar bah...