3. Makan Malam

5.2K 358 67
                                    

Tolong bantu cek typo ya, Readers.

***


"Apa syaratnya?"

Erza tiba-tiba terkekeh lagi. Mimik muka pria itu gampang sekali berubah. Tadi serius, lalu tiba-tiba terkekeh, lalu serius lagi, sekarang terkekeh lagi. Menyebalkan bukan? Erza malah terlihat seperti orang bermuka dua, meski pun nyatanya tidak.

"Kalian nikahan pakai adat apa?"

"Adat Jawa," jawab Rega dan Rara bersamaan.

"Oke, kalau gitu gue minta satu rangkaian bunga melatinya."

Rega dan Rara langsung melongo. Antara percaya dan tidak percaya. Masa syaratnya hanya minta rangkaian bunga melati?

"Buat apa, Za?" tanya Rega.

"Mitos orang Jawa bilang kalau dapat rangkaian bunga melati pengantin, maka yang dapetin itu bakal segera nyusul ke pelaminan."

Rega semakin melongo, dan Rara mengerjap beberapa kali. Namun, keduanya tiba-tiba tertawa kecil. Mereka tahu itu hanya gurauan Erza. Mana mungkin Erza percaya pada sebuah mitos di era modern seperti ini.

"Lo mau minta bunga melati, minta bunga bakung atau bunga bangkai pun bakal gue kasih, Za. Yang penting nggak minta bunga desa aja buat dinikahin. Susah nyarinya."

Erza mendorong pelan pundak Rega. "Gue pasti datang, kok. Tenang aja."

"Thanks. Itu baru sahabat gue."

Erza pun mengulurkan tangan kanannya. Mengajak salaman sekaligus mengucapkan selamat disertai doa 'semoga lancar sampai hari H'. Rega dan Rara sangat lega melihat sahabatnya itu kini sudah banyak berubah. Erza yang sekarang lebih dewasa, lebih ramah dan lebih banyak senyum.

***

Sepulangnya dari rumah Erza, Rega dan Rara mengambil baju pengantin mereka yang sudah siap. Rara meletakkan kotak besar berisi jas hitam dan kebaya berwarna putih untuk ijab qabul sekaligus baju untuk resepsi mereka nantinya. Selain itu ada baju untuk keluarga mereka berdua saat acara resepsi nanti. Baju mereka memang sudah diurus oleh Mamanya Rega. Untung saja Mamanya Rega punya selera fashion yang kekinian meski usianya tak lagi muda. Alhasil Rara puas dengan pilihanya calon mertuanya. Begitu pula Rega, ia sangat bersyukur punya Mama yang sangat perhatian dan mau repot-repot mengurus segala keperluan pernikahannya.

"Punya kamu jasnya kebesaran nggak?"

"Enggak, kok. Pas banget malah."

"Syukurlah kalau gitu."

"Kamu cantik banget waktu nyobain bajunya tadi," puji Rega yang sebenarnya gombalan.

"Belum juga nikah padahal. Udah bilang cantik aja."

"Kalau pas nikahan nanti, kamu pasti seribu kali lebih cantik pakai baju itu."

"Nggak usah kebanyakan gombal. Mending kamu fokus nyetir!"

Rega terkikik. Rara memang tipe perempuan yang tidak gampang digombali. Namun, selama ini Rega tidak pernah menyerah untuk melemparkan gombalan demi gombalan untuk perempuan itu.

"Kamu nggak baper ya aku gombalin kayak gitu?"

"Enggak, kok. Biasa aja."

"Sekali pun masa nggak pernah baper?"

Rara berpikir sebentar. "Ya pernah, sih. Waktu aku masih kuliah S1 dulu, aku pernah beberapa kali baper waktu kamu gombalin."

"Oke, tapi kalau udah nikah kayaknya aku bakal lebih sering gombalin kamu. Semoga kamu kuat."

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang