25. Penyesalan

6.1K 344 49
                                    

Hari ini Rega mampir ke rumah orang tuanya usai pulang dari rumah sakit. Alasannya untuk mengunjungi Mama dan Papa. Namun, sebenarnya dia hanya ingin menghindari apartemen dan Rara tentunya. Setiap kembali ke apartemen pikirannya kembali jengah dengan istrinya yang sangat egois. Rega hanya ingin menenangkan dirinya barang sejenak. Melepas penat dan beban yang menggelayuti kedua pundaknya. Bertemu dengan keluarganya di rumah mungkin bisa sedikit menghibur kegundahan hatinya.

"Kamu kenapa sih, Re?" tanya Papa sembari membaca surat kabar yang belum sempat dibacanya tadi pagi.

"Kenapa apanya sih, Pa?" tanya Rega balik.

"Papa tanya kenapa, soalnya dari tadi kamu melamun terus."

"Enggak ada apa-apa," jawab Rega seraya merebahkan dirinya di atas sofa panjang ruang tengah.

"Bohong. Pasti ada masalah. Kalau nggak masalah studi kamu, ya paling masalah sama istri kamu."

"Papa apaan, sih. Kepo banget."

"Ya Papa emang perlu kepo. Kamu itu anak Papa, wajar kalau Papa tanya. Papa dan Mama cuma nggak ingin ada apa-apa sama kamu maupun Rara."

"Pa?"

"Ya?"

"Rega boleh cerita?"

Papa menutup lembaran surat kabarnya. Matanya kini mengarah ke anak sulungnya yang masih rebahan di atas sofa dengan muka lempengnya.

"Cerita aja," titah Papa.

"Sebenarnya Rega dan Rara lagi...."

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya terdengar suara Elang yang menghambur ke ruang tengah. "Sore, Pa."

Elang langsung membenahi letak kacamatanya untuk menajamkan penglihatannya. Sekarang dia yakin sosok yang sedang rebahan di sofa itu adalah kakak laki-lakinya.

"Tumben lo main ke sini," sindir Elang. Semenjak menikah Rega memang jarang berkunjung ke rumah orang tuanya.

"Terserah gue dong mau main ke sini atau enggak. Lo dari mana? Kok pakai baju preman gitu," balas Rega menyindir setelan Elang yang hanya mengenakan kaos oblong dilapisi jaket hoodie dan celana jeans yang bolong di bagian lututnya.

"Dari rumah Viona. Abis tanding PS sama Bang Erza. Mumpung lagi libur jaga di RS."

"Main terus!"

"Terserah gue, dong. Lagian gue kan masih bujang. Wajar kalau libur digunakan buat main. Beda sama lo yang udah ada bini, nggak bisa bebas main. Apalagi mainin cewek."

"Mulut lo minta gue jahit, ya?" sembur Rega.

"Eh, udah jangan ribut! Kalian itu kalau jarang ketemu pada nyari satu sama lain. Kalau udah ketemu malah ribut."

"Iya, Pa. Maaf. Ngomong-ngomong Mama sama Gladys ke mana, Pa?" tanya Elang yang kini duduk di sofa setelah berhasil menggeser kaki Rega yang terjuntai.

"Biasa. Belanja ke mall."

Rega merogoh ponselnya yang ada di saku celana saat terdengar nada dering. Satu panggilan dari Kinan cukup membuatnya penasaran. Apakah ini ada hubungannya dengan Rara?

"Halo, Rega."

"Iya. Halo. Ada apa, Nan?"

"Buruan ke rumah gue. Gawat, Re." Suara Kinan di seberang terdengar begitu panik.

"Kenapa?"

"Buruan ke sini pokoknya kalau masih mau lihat istri sama anak lo hidup."

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang