[ Part 20 ]

7.1K 246 45
                                    

▪️◻️✴️▪️▫️▪️✴️◻️▪️

Entah sejak kapan, senyummu menjadi candu bagiku. Senyum yang tidak bisa aku temukan di orang lain, selainmu.

▪️◻️✴️▪️▫️▪️✴️◻️▪️

Di sebuah kamar yang kucup luas dengan gaya modern, nampak Delvan dan Fikar sedang berkumpul. Namun tidak ada percakapan di antara mereka, keduanya sibuk bergelut dengan fikiran masing-masing.

"Woi! pada ngumpul ga ngajak-ngajak, njir sedih akuh tuh." Ucap Bastian yang tiba-tiba datang seraya menepuk pundak Delvan.

"Dateng-dateng rusuh lu, pake nepuk-nepuk segala." Kesal Delvan

"Sensi amat si lu, kek emak-emak kos'an gue." Jawab Bastian "Eh kenapa tuh si babang Fikar diem aje?" lanjut Bastian seraya menepuk kembali puncak Delvan.

"Ga usah nepuk-nepuk," Delvan kembali memasang wajah kesalnya. "Eh iya juga, kenapa lo Kar?" Tanya Delvan

Fikar tidak menjawab pertanyaan Delvan, ia memilih berjalan mendekati balkon kamar milik Delvan.

Fikar kembali mengeluarkan benda pipih yang selalu ada di saku jaket kulit kesayangannya itu. Nampak ia mengetik nomer di dial handphonenya, namun tidak jawaban dari seseorang yang ia hubungi. Berkali-kali ia mencoba hal itu, namun hasil yang di dapat nihil.

"Arrrgghhh!!! Lo kemana Larista!!" Teriak Fikar frustrasi seraya melempar handphonenya sembarang

"Ehh bang, sayang kali tu hape di buang-buang. Mending buat babang ganteng aje." cerocos Bastian seraya memungut handphone Fikar

"Berisik!" bentak Delvan

"Yee marah-marah mulu lu, cepet tua tau rasa." grutu Bastian

Sedetik kemudian Fikar mengambil kunci motornya, dan berjalan cepat mendekati pintu kamar itu.

"Mau kemana lo?" Tanya Bastian

"Larista." Ucap Fikar yang mulai hilang di balik pintu.

Tidak lama terdengar suara notifikasi dari handphone Delvan. Bibir Delvan kini mulai menampakkan melengkungannya.

"Gue pergi dulu ya, kalo lo butuh apa-apa ambil aja atau bilang bibi." Ucap Delvan seraya berlari antusias menuju pintu utama.

<><><>

Kini motor ninja berwarna merah sudah terparkir rapih di halaman rumah sederhana, ya rumah itu adalah rumah ibu Intan.

Fikar berjalan mendekati pintu rumah itu, lalu ia mengetuk pintu berulang kali. Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah itu.

"Jang? Nuju milarian saha?" Tanya seorang warga yang dekat dengan rumah sederhana itu, dengan bahasa sunda yang kental.

"Hah? Maaf bu saya tidak mengerti." Ucap Fikar polos

"Astagfirullah.. Hampura jang, maaf kitu.. Ibu teh mau nanya, ujang teh sedang mencari siapa?" Jelas wanita itu, ia mengenakan selendang yang ia selempangkan di bahu.

"Ohh.. Saya mencari ibu Intan." Jawab Fikar

"Assalamualaikum. Bu Murni, ada apa?" salam seseorang yang tiba-tiba saja datang.

"Wa'alaikumsalam, Ehh.. itu ningan ibu Intan sareng Larista kantos uih." Ucap ibu murni. "Nya'atos atu, Ibu uih heulanya." lanjutnya seraya berpamitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

C'Larista ( Hiatus )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang