"Kau tidak perlu mengatakan itu dihadapan Yugao dan Itachi!"
Sasuke marah, begitu mereka masuk ke kamar utama─kamar mereka.
Mereka baru saja pulang dari acara makan malam penuh drama itu. Dan sebenarnya ia berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi suaminya untuk marah. Anak-anaknya sudah naik ke lantai dua untuk tidur setelah mengucapkan selamat malam.
"Apa yang salah?"
Suaranya pelan, sengaja ia tahan untuk tidak memancing kemarahan Sasuke lebih dalam. Ini sudah malam, dan walau kamar mereka kedap suara, ia tidak ingin anak-anaknya mendengar.
"Kau berkata seperti aku orang dungu." Matanya berkilat marah. "Aku sudah mengatakan padamu berulang kali untuk tidak meremehkanku!" Nada suaranya lebih keras.
"Aku tidak meremehkanmu, suamiku."
"Lalu apa yang kau lakukan tadi, hah?!" Alisnya naik tajam. "Uang tidak turun dari langit?" Sasuke menirukan ucapannya tadi lalu tertawa kejam. "Kau mengatakan itu seolah aku orang yang sangat butuh uang dan bekerja keras hanya untuk mendapatkan uang. Padahal kau tahu faktanya bagaimana."
Sakura membuang napasnya, mengusir rasa takut melihat Sasuke yang tengah marah. "Aku tidak membelamu tadi. Aku hanya melindungi harga diri suamiku yang tinggi. Dia begitu terusik jika diremehkan oleh kakak iparnya."
"Jangan memancingku, Sakura! Aku bisa menghancurkan siapapun atau menghancurkan kita jika aku mau," tunjuk Sasuke tepat di wajahnya.
Sakura berjalan mendekat. Menurunkan tangan Sasuke dan meremasnya pelan. Mungkin tangannya gemetar di bawah sana. Dan Sasuke pasti merasakan itu. Keberanian pada suaminya terkadang lebih besar daripada ketakutannya di saat tertentu.
"Kau memang bisa menghancurkan kita. Ya, kau bisa. Aku tidak pernah meragukannya. Tapi jika kau belum ingin kita hancur, mari kita daki puncak itu sedikit lagi."
Wajah Sasuke kaku. Mereka beradu tatapan dingin disana. Ia mendekatkan diri pada Sasuke, bergerak mendekati telinga pria itu dan berbisik disana. Mengatakan setiap katanya lamat-lamat.
"Aku tahu kau tidak akan bisa tanpaku.."
Sakura memundurkan kepalanya saat merasakan tubuh Sasuke menegang. Suaminya berjalan mundur menjauhinya. Tangannya mengusap bagian belakang kepalanya dan menarik rambutnya pelan. Wajahnya dipenuhi emosi dan tatapannya begitu tajam. "Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu." Napasnya dibuang kasar. Lalu menarik tangan Sakura kuat.
"Ayo kita bercinta saja."
Alis Sakura menukik tajam, ingin membantah. Ia tidak ingin bercinta dengan suaminya dalam suasana hati seperti ini. "Jika kali ini kubilang tidak?"
Rahangnya kaku. "Aku tidak menerima penolakan."
"Begitulah dirimu. Untuk hal besar atau hal kecil, bahkan tidak bisa mendengar kata tidak. Tapi aku akan tetap mengatakannya, tidak malam ini," ocehnya entah mendapat keberanian darimana.
Sasuke mengangkat kepalanya angkuh, menunjuk dirinya dengan mata tajam itu. "Kau akan jadi istri pembangkang."
Matanya menyipit. "Apa hanya karena aku membantahmu sekali, aku langsung di cap istri pembangkang, suamiku?"
Tiba-tiba Sasuke menghentak tangannya kuat. Menariknya hingga tubuhnya bersandar pada tubuh pria itu. "Jangan munafik, Sakura." Sasuke akan memanggil namanya pada situasi seperti ini. "Aku tahu percintaan kita di ranjang berada di nomor satumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Felicity #1 ✔
FanfictionDi Ise City kau harus hidup bahagia, walau mungkin tidak pada kenyataannya. Hidup disana penuh tekanan. Berpura-pura adalah hal paling mahir yang harus kau lakukan. Sasuke adalah suami arogan. Keangkuhannya membumbung tinggi hingga ke langit-langit...