(Warning! This chapter contains of mature scene. Be wise as a reader, please. Thank you)
.
.
Ia bersyukur malam ini. Mereka bisa pulang dengan tenang tanpa hambatan apapun. Tanpa drama keluarga. Tanpa pertunjukan opera sabun di hadapan orang lain.
Hanya ada satu yang mengganjal di hatinya. Tidak besar, namun membuatnya terus berpikir. Tapi ia akan menyimpannya sendiri, jika saja suaminya tidak dengan tiba-tiba mengajaknya bicara.
Ia sedang melepas satu per satu aksesoris yang melekat di tubuhnya. Menggerai rambutnya yang semulai tadi di sanggul rendah. Sasuke berada di walk-in closet melepas jas dan tuxedonya. Sedangkan ia membuka gaun yang baru terasa cukup merepotkan sekarang.
"Fotomu sangat natural." Suaranya terlalu datar untuk sebuah pujian. Jika itu bisa disebut pujian.
Keningnya berkerut, mencoba mengerti apa maksud Sasuke. Suaminya itu pasti sedang menyinggung foto yang ditampilkan staf Uchiha Group selama pidato singkatnya tadi.
"Yang mana?"
"Semua. Terutama yang bersama dokter itu."
Ia berbalik menghadap suaminya yang sudah setengah telanjang, masih mengenakan celana kainnya. Ia tidak tahu mengapa staf Uchiha Group juga menampilkan fotonya yang tidak sengaja tertangkap kamera sedang bicara dengan Gaara. Ia hanya sempat melihatnya sekilas karena jelas saja ia sedang memberikan kata sambutan.
Dan dari sekian foto yang ditampilkan, Sasuke malah berkomentar pada yang satu itu.
"Dia seniorku di kampus." Tubuhnya memutar, sepenuhnya menghadap Sasuke sambil membuka resleting belakang gaunnya.
"Aku tidak bertanya."
Bolehkan sekarang ia merasa jengkel sekarang?
"Aku hanya menjelaskan, barangkali kau ingin tahu. Karena ada banyak hal darimu yang walau aku ingin tahu, kau tidak menjelaskan." Ia sedang menyindir dengan terang-terangan.
Suaminya melepas celananya dan melempar ke keranjang pakaian kotor. "Kau bicara soal Uzumaki?"
"Mungkin. Salah satunya." Ia mengangkat bahu, bersikap seolah itu bukan masalah besar.
"Mereka tidak penting. Ada atau tidak ada mereka, kita tetap sama."
"Apa maksudmu?" tanyanya tidak mengerti dengan Sasuke.
"Berbeda dengan pria itu. Dia menatapmu dengan cara lain."
Otaknya baru saja tersadar bahwa mereka sedang membahas Gaara, bukan lagi tentang pasangan Uzumaki.
"Dia tahu aku bersuami."
"Itu tidak menghentikannya," potong Sasuke dingin.
Sungguh mereka berdebat dalam keadaan aneh. Jika ia bisa memutar waktu sepuluh menit yang lalu, ia akan menghentikan Sasuke berkomentar tentang foto. Dan mereka bisa dengan tenang pindah ke ranjang. Lagipula suaminya itu sudah memberi kode bahwa mereka akan bercinta setelah pulang dari acara itu. Dan ia setuju. Kenapa juga harus berdebat lebih dulu?
Tangannya menyibak rambutnya ke belakang. Tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini jika suaminya itu terus bertahan dengan pendapat tidak masuk akal itu.
Ia menggantung gaun yang sudah lepas dari tubuhnya. Memisahkannya di bagian pojok lemari agar ingat bahwa harus membawa itu ke tempat laundry.
"Ayo kita bicara saja kalau begitu." Ia berjalan mendekati Sasuke yang berdiri tepat di sebelah lemari pakaian tidurnya. Bermaksud mengambil gaun tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Felicity #1 ✔
FanficDi Ise City kau harus hidup bahagia, walau mungkin tidak pada kenyataannya. Hidup disana penuh tekanan. Berpura-pura adalah hal paling mahir yang harus kau lakukan. Sasuke adalah suami arogan. Keangkuhannya membumbung tinggi hingga ke langit-langit...