Chapter V : History of Araya's Cloak

294 45 3
                                    

Ketika ia tengah asik membaca buku, tiba-tiba halaman yang sedang ia baca menjadi gelap tertutup bayangan seseorang, ketika ia mengadah ia menemukan Pangeran Albert sedang berdiri dihadapannya. Dengan gemetar ia berdiri dan menunduk "Se-selamat pagi, Pangeran"

Dengan aura mendominasi yang sangat kuat Pangeran itu menatap Araya
"Sedang apa kau disini?" tanya Pangeran Albert
"Sa-saya sedang membaca buku sembari menunggu yang lain" jawab Araya. Kemudian .... Kruuuukkk kruuuukk, sial batin Araya, karena dirinya berangkat terburu-buru ia jadi tidak sempat sarapan dan kini perut lancangnya itu berbunyi didepan Pangeran Albert, sungguh tidak sopan, pasti ia akan lebih-lebih membencinya. Sial sekali. Araya hanya bisa semakin menunduk dalam.

========================

"Kenapa perutmu? Kau belum sarapan?" tanya Albert
"Mmm, a-anu, itu, tadi buru-buru" jawab Araya gugup sembari menunduk meremas kain bajunya
"Ini" ujar si Pangeran mengulurkan sebuah apel merah di tangan kanannya. Araya terdiam menatap apel merah yang ada di tangan Albert, maksud dia itu apa ya? Apakah dia ingin menunjukkan bahwa dia punya apel? Atau mau memberiku apel? Ah sepertinya tidak mungkin, batin Araya.
"Ambilah" perintah Albert. Ternyata ia memang berniat untuk memberikan apel itu kepada Araya, bukan hanya untuk menunjukkan saja. Dengan tangan yang gemetar Araya mengambil apel itu dari tangan Sang Pangeran
"Te-terimakasih Yang Mulia" ucap Araya sembari tetap menunduk.
"Makanlah" perintah Albert. Duh, dia malah memintaku untuk memakan apelnya, yang berarti aku harus melepas kain penutup wajahku ini, bagaimana ini? Tapi kalau aku menolak bisa jadi dia akan marah, ah tidak, bukan marah lagi, tapi dia bisa murka karena hal ini dan menganggapku lancang, batin Araya.
Setelah perdebatan sengit didalam pikirannya akhirnya Araya memutuskan untuk membuka penutup wajahnya dan ia mulai membuka mulut merah kecilnya dan menggigit apel merah yang diberikan oleh Albert. Duh, rasa apelnya enak sekali, segar dan manis juga banyak airnya.
"A-apelnya sangat enak Yang Mulia" ucap Araya.

[Picture of Red Apple]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Picture of Red Apple]

Tiba-tiba tangan Sang Pangeran berusaha menyentuh wajah Araya dan refleks Araya memalingkan wajahnya dengan segera sebelum tangan Pangeran menyentuhnya. Nafas Araya kini berat dan tak beraturan, apakah ia meminta Araya untuk memakan apelnya itu hanya sebagai kamuflase semata agar ia bisa melihat kecacatan di wajah Araya ini?

"Ma-maaf, aku tak bermaksud" ujar Albert kemudian ia berjalan keluar Aula meninggalkan Araya sendiri dalam suasana hati yang tak menentu. Araya kemudian mengambil duduk dan berusaha mengatur laju nafasnya agar kembali normal. Apa sebenarnya maksud Pangeran Albert? Mungkin dirinya baru pertamakali melihat orang yang memiliki cacat luka di wajah dan menganggap hal itu aneh dan buruk rupa.

Tak terasa setetes air mata lolos dari pelupuk matanya, ia teringat kembali masa dimana ia sering diejek aneh dan jelek oleh teman-temannya saat kecil, dan bahkan anak kecil akan menangis ketakutan apabila melihat wajahnya. Tapi ia tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan, ia ingat harus memakan apel ini cepat-cepat selagi ruangan Aula masih kosong, supaya tak ada mahasiswa lain yang melihat wajahnya. Setelah ia memakan habis apel itu kemudian Araya memasukkan biji apel itu kedalam kantong kain kecil yang dibawanya dan ia kembali mengenakan kain penutup wajahnya itu sebelum mahasiswa-mahasiswa yang lain berdatangan.

[✓COMPLETE] Araya and The Magical CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang