🏔[3] Sunrise di atas Ketinggian

9.5K 335 39
                                    

RIMBA membuka matanya saat suara orang-orang mulai terdengar, dia melirik Stevia yang berbaring di sebelahnya, perempuan itu nampak tertidur tenang membuat Rimba tersenyum.

"Semoga kita ketemu lagi ya, Edel."

"Woi! Gila, lu tidur bareng sama Stev--"

Tatapan tajam Rimba membuat Ilham bungkam, cowok yang baru keluar dari tenda itu memandang Rimba seolah ingin meminta penjelasan.

"Nanti gue ceritain, cepet siap-siap, kita bakalan ke atas lima belas menit lagi." Ucapnya membuat Ilham kembali memasuki tenda dan membangunkan Deri.

Tak tega membangunkan Stevia yang terlihat nyenyak, Rimba memilih packing terlebih dahulu untuk membawa barang-barangnya.

Setelah siap, kedua temannya keluar dari tenda, Rimba mengisyaratkan untuk tidak berisik karena Stevia masih tertidur.

"Lo tidur sama dia semalem?" Tanya Deri sambil menggisik matanya, membuat Rimba mau tak mau mengangguk.

"Gue nggak ngapa-ngapain, semalem dia minta anter ke toilet sama Lo pada tapi gak ada yang bangun. Karena gak tega ya gue temenin, dia jatuh dan pipinya luka, abis itu gue obatin dan lihat bintang bareng. Terus tidur, gak ada yang terjadi. Lagian tidurnya juga diluar gini." Jelas Rimba detail.

Deri menghembuskan napas lega. "Untung aja, bahaya kalo tiba-tiba dia pulang bawa dua nyawa."

"Woy anjir, senakal-nakalnya gue, belum pernah ya gue sampe ngerusak perempuan." Rimba mendelik membuat keduanya terkekeh.

"Ya udah, hayuk. Nanti gak keburu liat sunrise-nya."

Rimba melirik Stevia. "Dia belum bangun,"

"Bangunin aja," Rimba hampir saja membangunkan Stevia jika Rimba tidak menahannya.

"Aduh, Rim, sampe kapan kita nunggu dia? Atau dia gak bakal ikut ke puncak kalo makanya gak bangun." Deri sudah mulai tidak sabar.

Rimba akhirnya turun tangan, cowok itu mendekatkan bibirnya ke telinga Stevia. "Edelweiss..." Bisinya lembut.

Suara yang menggelitik ditengah malam yang dingin membuat Stevia sedikit bergerak, dia mengerang lantas langsung terduduk. Matanya membulat. "G-gue... gue di mana? Eh, maksudnya ini kenapa pada ngumpul begini?"

"Kita mau ke puncak."

•••

Mereka mulai ke puncak pukul tiga dini hari, dengan jalan bebatuan kerikil dan pasir halus yang lembab karena habis diguyur hujan kemarin lusa. Ditambah kemiringannya hampir sama dengan gunung Semeru.

Beberapa kali Stevia sempat terjatuh karena licin, namun dengan sigap Rimba selalu menolongnya, setia meniup tangannya yang selalu kemerahan karena menahan kerikil itu.

"Gue di sini aja deh, nunggu." Keluhnya, tidak biasanya dia kelelahan seperti itu.

"Eh masa gitu?" Sahut Deri. "Nggak seru, katanya mau liat sunrise."

"Percaya deh, udah di sana lelah lo pasti ilang," Ilham menambahkan.

"Aduh gue udah capek, gak kuat. Lemes."

Rimba sudah berjongkok, meraih tangan Stevia yang lagi-lagi kemerahan dengan sedikit pasir yang menempel, dia meniupnya lagi. Stevia memandangnya, Rimba tersenyum.

"Anak pecinta alam harus kuat, Lo jalan di kanan aja biar lebih padet. Yuk," Rimba menarik tangan Stevia untuk kembali berdiri. "Mau lihat awan dari deket, kan?"

Climber CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang