Surat 6

19 4 2
                                    

Untuk kamu, yang seringkali mempertanyakan dunia dalam bayangan

Ada sebuah tanya dariku untukmu. Apakah kamu benar-benar yakin dengan dunia bayang? Jika jawabanmu ya, maka aku tau bahwa kamu sungguh pengkhayal. Namun, jika tidak, tiada lain selain kuragukan percayaku untukmu.

Kawanku, saudaraku, temanku, khayalan adalah lampauan batas fana antara ada dan ketiadaan jerat bayang. Jerat yang niscaya merangkulmu dalam bayang hening pikirmu. Entah bagaimana memutus perlahan jalan sadarmu. Aku tahu dan sungguh aku paham.

Ah, tetapi, tiadakah tanyamu timbul tentang kebenaran imaji itu? Gambaran nyata dalam proyeksi gila yang bergilir, menggulir takhta logika. Menanamkan doktrin-doktrin berakar kuat pada fana puas narkoba yang dibalut manis dan lembut. Dikemas indah, selayaknya mahkota bagi pemegang kuasa.

Kamu ingin terlepas, bukankah itu harapmu? Tak ada yang salah. Karena sekadar dunia kecil bukan kesalahan. Hanya saja, bukankah narkoba pun kecil dan tak terlihat berdosa? Polos, berbaur dengan warna dunia, seolah pelangi, sayangnya diliputi maut yang kelam.

Maka, hei! Bukankah itu sama dengan alam imaji ini? Mengambil pukau, meneteskan tinta harapan, harapan agar dunia berjalan sebagaimana angan berharap. Tenanglah, semua tak salah. Hanya saja, semua pun tak nyata.

Lalu, dengarkanlah ini! Barangkali pesan ini diresapkan alam pada bumi, dijatuhkan awan dari langit, dibenturkan mesra dengan bintang tata surya di sana. Dengar, hei! Jangan diabaikan, sebab, mungkin sadarmu kan segera pergi, hilang bersama angin bayang yang menghidupi alam kecilmu. Entah kapan akan pulang dan memeluk diri sampai hidup jasad raga ini.

Pesan ini bisa jadi tak akan terukir dalam. Tergerus erosi imaji liar yang bersemayam lama. Bangkit dan mencari mangsa peringatan. Dan pesan ini mati dalam sekali lahap neraka itu.

Dengar, bila sadarmu mulai terenggut, ambilah jiwamu yang bersisa. Resapilah, maknailah, menyatulah dengannya, dan jatuhkanlah hatimu. Pergilah, berlarilah, sampai cahaya itu datang dan mengejar. Lalu, dengar, ini bagian yang terpenting, Kawan. Gapailah! Gapailah cahaya itu, sebab iman adalah rantai muaramu. Bila hulu terlanjur terbebas, maka arahkan muara pikirmu. Sadar, kawan! Sadarlah, karena khayalmu tiada nyata bagi dunia.

Apakah kamu dengar? Yakinkah kamu dengar? Maka, kulepaskan genggamku. Kini, datang pula kamu akan berjalan sendiri. Arungilah dunia dan cintamu, Kawan. Dan ingatlah, manakala jeruji yang membatasi diri itu telah berkarat, carilah cahaya!

Jiwa sadarmu yang tengah khawatir,

Aku, pengingatmu kepada keberadaan

Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang