07.

92 56 30
                                    

Sangat dianjurkan membaca dengan perlahan😂

***

"Kau siapa sebenarnya?"

Chela merasa deja vu. Kenapa Zeo juga bertanya demikian? Bodoh, tentu saja Chela manusia, benar-benar manusia mempunyai mata, hidung, mulut, semua organnya juga lengkap tak ada yang cacat.

"Ya, aku tau kau manusia. Maksudku apa kau memiliki kemampuan sama sepertiku?

Oh, damn! Chela lupa dia bisa membaca pikirannya. Dan bahkan dia lupa dirinya juga baru saja melakukan hal yang sama.

"Sepertimu apa? Aku bahkan baru saja mengenalmu bagaimana bisa aku meniru kamampuanmu," delikan tajam Chela berikan pada Zeo pria kedua yang menurutnya asurd dan aneh.

"Kau bisa membaca pikiranku!"

"Kamu juga, bahkan tak kurang dari sedetik lalu kamu masih melakukannya!" sentak Chela tak kalah tajam.

Zeo bangkit dari sofa kembali ke dapur untuk mengambil air putih lalu meneguknya habis. Chela membuntuti di belakang.

"Aku tidak bisa menjelaskan sekarang. Kau akan terlambat jika terus disini."

Sial, Chela lupa hari ini dia harus pergi sekolah. Dan semalaman ini dia bahkan tidak pulang ke rumah. Ini semua akan membuat bibi dan pamannya khawatir.

"Jangan khawatir semuanya akan baik-baik saja." Zeo dengan lembut meraih lengan Chela dan sedetik kemudian ruangan berganti.

"Astaga, ini kamarku. Bagaimana kamu melakukannya?" Chela menutup mulutnya tak percaya. Seperti berkedip cepat dan ringan dia sudah beralih tempat.

"Jangan banyak bertanya, cepatlah sebelum kau terlambat!"

Zeo kemudian lenyap sebelum Chela membuka suara.

***

"Oh, sayang kenapa kau berada disini?" Bibi Meeg membelalak melihat Chela menuruni anak tangga dengan tas yang tersampir asal.

"Eee..mmm ya a-aku disini," tukas sela terbata. Sungguh Chela bingung harus menanggapi pertanyaan bibi Meeg.

"Bukannya Jeane bilang kau akan menginap bersamanya?"

"Oh itu, jadi kemarin aku tidak jadi menginap bi, dan memutuskan untuk pulang saja," dalih Chela dengan alasan seadanya.

"Tap---"

"Sudahlah bi, aku harus segera pergi kalau tidak aku akan terlambat." Chela dengan cepat menyalimi tangan Bibi Meeg lalu pergi beranjak dengan langkah terbirit-birit.

***

"Hey, tenang dulu semuanya akan baik-baik saja."

Kedua tangan Jansen terulur di bahu Jeane, gadis yang tengah menggigit bibir bawahnya dengan menahan air bening di pelupuk matanya.

"Bagaimana bisa tenang, ini sudah hampir tujuh jam!" hentakan Jeane membuat tubuh Jansen terdorong beberapa langkah ke belakang.

Lorong persimpangan beserta lalu lalang murid yang baru tiba menjadi saksi jatuhnya air mata Jeane beserta isakan yang sesekali lolos.

"Berhenti menangis atau aku tak akan membantumu lagi!" tandas pria beriris mata biru itu. Merasa tertekan dengan tatapan tajam murid lain yang menuduh seolah Jansen adalah pria brengsek yang telah meniduri wanita dihadapannya.

"Dasar pria, memang tidak mempunyai perasaan!"

"Berhenti! Mereka semakin melihatku seperti seorang penjahat kelamin." Jansen memalingkan wajah masamnya.

The AchilleasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang