08.

81 56 24
                                    

Kedai es krim terkenal di pusat kota menjadi opsi pertama dua gadis itu. Dengan seragam sekolah yang masih lengkap mereka memilih meja di pojok kedai.

"Es krimnya akan segera datang." Jeane kembali duduk setelah memesan.

"Kedainya penuh sekali," ungkap Chela dengan pandangan menyapu isi kedai.

"Sudah biasa."

Pandangan Chela bertemu pada sekelompok remaja perempuan yang seusianya tengah bercanda ria. Namun ada yang berbeda diantara mereka, perempuan berbaju merah dengan kulit pucat pasi. Iris matanya selaras dengan baju yang digunakan.

Deg

Perempuan itu menoleh ke arah Chela dengan seringaian kecilnya. Dengan cepat Chela mengalihkan pandangan.

"Jeane-"

"Ya, kenapa?"

"Mmm...apa kamu melihat perempuan berbaju merah itu? Apa menurutmu dia sakit, kulitnya pucat sekali."

Jeane melihat sekeliling perempuan satu-satunya yang menggunakan baju merah terang tampak bercengkrama ria. Gelak tawanya terdengar hingga pojok kedai.

"Dia malah terlihat bahagia, Chel."

"Perhatikan wajahnya dia terlihat pucat. Jangan menoleh sekarang dia akan curiga!" Chela menarik pipi Jeane, perempuan berbaju merah itu lagi-lagi menoleh ke arah mereka.

"Tidak sama sekali. Dia lebih terlihat berseri-seri." Sekali lagi Jeane menoleh.

"Hah?"

Jeane hanya mengedikan bahu kembali memainkan ponsel di genggamanya.

***

"Kamu sepertinya harus banyak istirahat, Chel."

Chela hanya tersenyum kikuk. Pertanyaannya tadi membuat raut wajah Jeane berubah.

"Tapi, Jeane tadi it-"

"Kenapa kamu hari ini aneh sekali?"

Kata 'aneh' itu akhirnya lolos dari mulut sahabatnya sendiri. Suku kata yang sama sekali tak ingin didengar lagi. Apakah memang benar dirinya aneh?

Chela memijat pelipisnya pelan. "Sebaiknya kamu masuk, aku harus pulang." Jeane berbalik meninggalkan halaman depan rumah besar bernuansa kuno itu.

Chela menatap nanar sahabatnya. Ini tidak benar, sejauh ini pendengarannya tidak pernah bermasalah. Dan Chela yakin suara auman tadi nyata dan terdengar jelas. Instingnya mengatakan bahwa auman tadi berasal dari hutan belantara yang bersebrangan dengan halaman belakang.

Hutan dengan dipenuhi pohon rimbun nan kokoh. Pohon yang menjulang tinggi dengan daun yang menutupi sinar mentari untuk masuk. Kegelapan mendominasi. Aura misterius disebrang sana sangat pekat. Tak ada yang tahu isi terdalam dari hutan itu.

"Astaga....bagaimana bisa?"

Chela memundurkan langkahnya, kini dia berada di pagar pembatas antara halaman belakang dengan bagian depan hutan itu. Jarak nya masih lebih dari satu kilometer untuk sampai di pelataran hutan. Namun tanpa sadar langkahnya membawa dia tepat di pembatas pagar, padahal sebelumnya dia tidak pernah berani pergi kesana sendirian.

"Arghh..." Chela menutup pendengarannya.

Suara auman itu terdengar lagi semakin nyata seolah penyebabnya mendekat ke arah Chela.

Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam melintas seiring dengan tubuh Chela yang menghilang ditempat.

***

The AchilleasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang