6

14.5K 1.1K 15
                                    

6
——

Jasmine melangkah masuk ke ruangan atasannya sambil membawa kopi, sebuah aktivitas yang dua tahun belakangan ini menjadi rutinitasnya setiap pagi sejak menjadi sekretaris Davien.

Perhatian sang atasan tampak tercurah pada ponsel di tangan. Jasmine menebak pria itu sedang membaca surel dari relasi atau berita online.

Sesaat Jasmine berhenti. Memperhatikan sosok di depannya. Davien Blythe sangat tampan. Rambutnya lebat dan berwarna cokelat keemasan. Alisnya rapi, dan sepasang mata birunya bersinar tajam dibalik naungan bulu-bulu mata yang tebal dan lentik. Hidung pria itu mancung dengan sepasang tulang pipi tegas dan rahang yang kukuh. Jas rancangan desainer ternama membalut indah dada bidangnya, makin menonjolkan maskulintasnya. Pantas saja banyak wanita tergila-gila padanya, dia sangat menawan, batin Jasmine.

Terkejut dengan pikirannya yang melantur, Jasmine menggeleng samar, mengusir bayangan pria berusia 32 tahun itu dari benaknya. Sejak kapan ia mulai memperhatikan pria lain, terutama sang atasan yang terkenal playboy?

Jasmine menyeringai masam. Apakah ide Florie agar ia mencari kekasih—atau kekasih pura-pura—mulai membuatnya memperhatikan pria lain, bahkan sang atasan yang tentu saja tak boleh ia goda bila tidak mau kehilangan pekerjaan?

Davien terkenal sebagai buaya darat yang akan memangsa wanita mana saja asalkan cantik dan memiliki bentuk tubuh aduhai. Tidak ada komitmen dan kesetiaan dalam kamus pria itu. Jasmine tentu saja tidak mau menjadi salah satu mangsanya, bukan?

“Apakah kau akan berdiri di situ terus?”

Suara yang datar dan tenang itu membuat Jasmine tersentak. Matanya beradu dengan iris sebiru laut di depannya. Rona merah merambat di tulang pipi Jasmine.

Dengan perasaan malu, ia melangkah maju, menghidangkan kopi untuk pria itu, setelahnya, siap berlalu mengambil tabletyang berisi jadwal-jadwal kerja Davien dari mejanya.

“Jasmine.”

Panggilan itu menghentikan langkah Jasmine. Ia berbalik dan melihat sang atasan menatapnya dalam-dalam. “Ya?” Jantung Jasmine berdegup kencang. Belum pernah Davien menatapnya seperti itu—setidaknya Jasmine belum pernah menangkap tatapan intens yang gamblang seperti itu.

“Jika kau tidak keberatan, ada yang ingin aku bicarakan.”

Sejak kapan bawahan dibolehkan keberatan atas keinginan atasannya? Pagi ini Davien tampak sedikit aneh, pikir Jasmine. Ia mengangguk kecil.

Davien berdiri, meraih kopi, lalu berjalan menuju satu set sofa yang ada di ruangan tersebut, secara tidak langsung mengajak Jasmine ke sana.

Jasmine menurut. Ia berdiri diam saat pria bertubuh tinggi gagah itu duduk di salah satu sofa, lalu menyesap kopi.

“Silakan duduk,” kata pria itu.

Jasmine duduk di salah satu sofa. Matanya menatap sosok berkulit kecokelatan di depannya.

Suasana hening. Jantung Jasmine berdegup  semakin kencang, sampai ia khawatir Davien bisa mendengar detaknya. Apa yang hendak Davien bicarakan?

“Apakah kau memiliki kekasih, Jass?”

“Eh?” Jasmine menatap atasannya dengan mata melebar dan mulut sedikit menganga. Pertanyaan macam apa itu? Sebagai atasan dan sekretaris, ia dan Davien terbilang cukup akrab, tapi mereka tidak pernah membahas tentang kehidupan pribadi. Jasmine membelikan hadiah-hadiah mahal untuk teman kencan Davien, memesan restoran mewah untuk kencannya, dan melakukan hal lainnya selain pekerjaan kantor untuk pria itu. Namun  tidak pernah sekalipun mereka membicarakan perihal pribadi semisal: mengapa Davien tidak pernah berkomitmen, atau apakah Jasmine sudah memiliki kekasih.

“Apakah kau memiliki kekasih?” ulang Davien.

Meskipun masih merasa bingung, Jasmine tetap menggeleng.

“Bagus.”

Jasmine menahan erangan kesal lolos dari bibirnya. Bagus? Apanya yang bagus untuk wanita berusia 24 tahun belum memiliki kekasih? Apakah pria di depannya ini sudah tidak waras?

“Aku membutuhkan tunangan pura-pura, jadi maukah kau membantuku?”

Mata Jasmine membeliak. “Apa?”

***

Bersambung...

Evathink

Fake Relationship [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang