5
———“Ada apa, Jass? Kenapa kau bermuram durja?”
Jasmine yang sedang mengaduk-aduk makan malamnya, mengangkat wajah, memandang Florie, teman sepermainan yang menjadi sahabatnya.
Saat ini keduanya sedang santai di sebuah kafe tidak jauh dari apartemen mereka.
Florie Claude dan Jasmine tinggal bersebelahan di gedung apartemen yang sama. Setiap malam, jika pulang lebih awal, keduanya akan makan malam bersama. Florie sama sibuknya seperti Jasmine. Bekerja sebagai asisten pribadi seorang perancang busana terkenal, juga sangat menyita waktunya.
“Benson memiliki kekasih.”
“Lagi?”
Jasmine mengangguk muram. Beberapa waktu lalu ketika hubungan Benson dan kekasihnya berakhir, Jasmine dengan ceria menceritakan hal tersebut kepada Florie dan mengatakan dengan gamblang harapannya Benson akan sadar bahwa wanita yang tepat untuk pria itu adalah dirinya.
“Lelaki bangsat!” Florie mengumpat geram.
Jasmine melirik sahabatnya, lalu menggeleng samar. “Dia tidak salah, Flo. Dia tidak tahu aku mencintainya. Lagi pula, cinta tidak bisa dipaksakan, bukan?”
Florie menusuk steiknya dengan kesal. “Tetap saja pria itu berengsek. Buta hingga tidak bisa melihat cintamu!”
Jasmine hanya menunduk dan mulai menyantap bubble & squeak-nya yang terasa hambar. “Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ..., rasanya sakit, Flo.”
Florie menatap Jasmine dengan muram. Untuk sesaat, keduanya sama-sama terdiam.
“Aku rasa sudah saatnya kau berhenti mengharapkannya, Jass,” akhirnya Florie bersuara. “Sudah sekian tahun kau mencintainya, mungkin sebaiknya kau melepaskannya, memulai hidup baru. Masih banyak laki-laki lain yang jauh lebih baik, yang pantas untukmu.”
Jasmine meletak garpunya, lalu mengelap mulut dengan serbet. “Itu tidak mudah,” kata Jasmine muram.
Florie menggangguk mengiyakan. “Aku tahu. Tapi belajar melepaskan lebih baik daripada tersakiti terus-menerus seperti ini, bukan? Aku sarankan kau berkencan dengan pria lain. Siapa tahu salah satu dari mereka mampu membuatmu jatuh cinta lagi.”
Jasmine menyesap jus markisanya, lalu menghela napas panjang.
Florie menyudahi makannya dan mengelap mulut dengan serbet, kemudian menyesap jus jeruk. Ia tersenyum lembut pada Jasmine. “Percaya padaku, Jass, kau akan menemukan lelaki yang jauh lebih baik dari si berengsek Benson. Lihat aku! Berkali-kali aku patah hati dan disakiti, tapi akhirnya aku menemukan juga lelaki yang tepat. Brian sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan amat baik.”
Jasmine memandang wajah yang tersenyum tipis itu. Florie cantik dengan kulit sewarna zaitun dan rambut gelap. Banyak laki-laki yang mengejarnya, tapi rata-rata dari mereka semua berengsek. Patah hati tak membuat Florie jera. Akhirnya wanita itu bertemu Brian, pemilik restoran Italia yang bukan hanya kaya dan tampan, tapi juga baik hati dan sangat mencintainya.
Melihat keterdiaman Jasmine, Florie menghela napas panjang. “Mungkin kau bisa melakukan sesuatu sebagai upaya terakhir. Jika ternyata dia tidak merespons seperti yang kita harapkan, maka kau benar-benar harus melepaskannya.”
Jasmine memandang Florie penuh tanya.
Florie menyesap jus, lalu menatap Jasmine dalam-dalam. “Kau dan Benson berteman dekat sejak kuliah, bukan?”
Jasmine mengangguk, menatap sahabatnya dengan tatapan tak mengerti. Florie sudah tahu itu, mengapa masih bertanya?
“Selama ini dia sangat baik kepadamu, benar?”
Lagi-lagi Jasmine mengangguk.
“Kau juga baik kepadanya. Selalu ada untuknya kapan pun dia membutuhkanmu.”
Jasmine teringat saat Benson malam-malam datang ke apartemennya karena kesal terhadap kekasihnya yang posesif, atau saat pria itu mengajaknya minum-minum di bar elite untuk merayakan kenaikan jabatan, dan masih banyak kejadian-kejadian lainnya. Jasmine mengangguk dan menatap tak sabar pada sahabatnya. “Sebenarnya apa idemu? Dari tadi kau mengoceh tak jelas.”
Florie tersenyum lebar. “Kau tahu, Jass, selama ini secara tidak sadar kau seperti menjadi milik Benson seorang. Kau tidak memiliki kekasih dan selalu meluangkan waktu untuknya. Mungkin kalau kau memiliki kekasih dan mulai tidak mengacuhkannya, dia akan sadar betapa penting arti dirimu baginya.”
Untuk sesaat Jasmine mencerna penjelasan itu. Kemudian matanya melebar dan berbinar. Ia menjentikkan jari dengan penuh semangat. “Kau benar!” Tiba-tiba binar di matanya meredup. “Tapi aku tak punya kekasih, Flo.”
“Kau bisa mulai mengencani salah satu dari para pria yang mengejar-ngejarmu. Selama ini matamu hanya terpaku pada Benson hingga tidak peduli pada yang lain.”
Jasmine menyeringai. Yang Florie katakan benar. Ada banyak pria mengajaknya berkencan, tapi ia menolak. Selain karena pekerjaannya sebagai sekretaris Davien yang sangat menyita waktu, juga karena ia menunggu Benson menjadi kekasihnya.
“Bagaimana? Ideku luar biasa, bukan?”
Jasmine mengangguk. “Tapi, Flo ..., aku tidak mau mempermainkan pria yang menyukaiku. Kalau aku mengencani mereka hanya untuk menarik perhatian Benson, rasanya kejam sekali.”
“Hmm ....” Florie menyesap jus jeruknya. Kedua alisnya hampir bertaut, tampak sedang berpikir keras.
Jasmine menyesap jus markisanya, diam-diam juga memikirkan apa yang harus ia lakukan.
“Kekasih pura-pura!” seru Florie semangat.
“Apa?”
“Kekasih pura-pura, Jass. Ya! Itu yang kaubutuhkan!”
***
Bersambung...
Evathink
IG : evathinkGimana? Suka dengan kisah davien?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Relationship [Tamat]
Romance●Masuk katagori "populer" pada 06 desember 2019 Forbidden Desire #2 Davien Blythe story... Davien Blythe dan Jasmine Maxwell menjalin hubungan pura-pura demi keuntungan masing-masing. Davien ingin membeli rumah yang sejak lama ia idam-idamkan, tapi...