ADA#2

13 1 0
                                    

Arisya mengayunkan kakinya pada bangku taman yang berada di dalam komplek yang di tempati gadis itu. Wajahnya murung, ia masih memikirkan apa yang di dengarnya dari kamar sesil dan gibran. Mungkinkah?. Ah memikirkannya saja membuat paru paru gadis itu sudah sesak terlebih dahulu.

Arisya masih belum siap dg apa yang mungkin saja terjadi di masa depan. Setelah sekian lama sang ayah tidak pulang kerumah, mengingat dia yang bekerja sebagai seorang diplomatik. Yang mengharuskannya berpindah pindah negara.

Bulan lalu baru saja gibran selesai bertugas. Lalu... Apakah kebahagiaan arisya harus di renggut lagi? Haruskah ia jauh dari sang ayah lagi? Haruskah ia dan haruskah ia yang lain memenuhi otaknya.

Tess

Air mata itu keluar dg sombongnya pada bola mata cantik arisya. Ia sedari tadi mencoba menahan. Namun apalah daya dirinya yang mampu dikalahkan oleh air matanya sendiri.

Arisya segera menghapus air matanya saat dirasa pundaknya di tepuk oleh seseorang. Ia tidak berani menolehkan kepalanya. Hingga bangku kosong di sebelahnya bergoyang, yang menandakan bahwa ada orang lain yang duduk di kursi panjang itu selain dirinya.

"Risya kenapa? " tanya arasya. Arisya menoleh menghadap arasya. Arasya mengernyit heran. Mata gadis itu sembab.

Arisya menggeleng sebagai jawaban atas apa yang ditanyakan arasya. Arasya mengerti, bahwa teman masa kecilnya ini sedang dilanda masalah.

Keheningan melanda keduannya. Arasya menatap langit. Bintang Bintang disana sedang memancarkan sinarnya.

"Risya tahu nggak?.dulu waktu rasya kecil. Oma selalu bilang sama rasya.kalo rasya sedih lihat aja Bintang, karena Bintang mengajarkan kita untuk tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan" kata arasya. Arisya menoleh menatap teman masa kecilnya itu.

"Jika di belahan bumi bagian lain sedang dilanda bencana, semua orang menangis, tapi tidak dengan Bintang. Dia terus memancarkan sinarnya"lanjut arasya. Matanya tetap memandang benda kecil itu.

"Karena dia tahu, kalo dia ikut bersedih dia nggak akan bisa membuat semua orang bahagia,dan malah menamba kesedihan mereka" sambung arasya. Arisya tetap diam, ia tidak sanggup untuk mengeluarkan kata kata nya sekarang. Hatinya terlampau sakit saat mendengar omongan orang tuannya tadi.

Arasya menatap arisya tepat di manik mata gadis itu. Mata yang selalu menampakkan kebahagiaan, kini sinar itu redup. Entah apa masalah yang dilanda gadis itu.

Arisya menundukkan kepalanya saat air itu kembali keluar dari pelupuk matanya.arasya yang melihatnya segera membawa gadis berambut sebahu itu ke dalam dekapannya. Hatinya ikut teriris saat ia mengeluarkan air mata kesedihan nya.

Arisya kembali terisak, ia tidak bisa menahannya. Dadanya sesak, yang ia butuhkan sekarang hanyalah pelukan kasih dari orang tersayangnya.

Arasya mengelus pelan rambut arisya. Mencium aroma strawberry dari rambut pendek nya. Setelah dirasa isakan arisya tidak terdengar, pria itu mengangkat bahu arisya.

"Udah ya" pinta arasya. Pria itu menyapukan jari nya untuk menghapus air mata yang masih tersisa di pipi arisya.

"Gimana kalo kita jalan jalan" usul arasya. Arisya berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Menyetujui usul arasya.

Mereka berdua berjalan bersisian di trotoar jalan. Arasya menggandeng tangan arisya. Kaki mereka melangkah hingga sampai di taman kota.

Suasana ramai taman kota tidak Membuat senyum kedua remaja berbeda gender itu luntur.

Mata arisya berbinar saat dia menemukan penjual kembang gula disana. Segera arisya menarik tangan arasya cepat. Membawa arasya ke arah penjual kembang gula itu.

"Rasya beliin ya" pintannya. Arasya memutar bola matanya malas. Namun tak urung ia juga mengeluarkan uang dari saku jaketnya.

"Kalo tahu gini mending rasya nggk usah ngajak risya tadi" gerutunya.

Arisya mendengarnya, ia menatap tajam arasya.

"Rasya nyesel udah beliin risya?"tanya arisya. Tanpa sadar arasya mengangguk. Pengakuan itu membuat arisya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Tapi rasya udah beliin risya" sanggah arisya. Ia kembali memakan kembang gulanya. Senyum menang tercetak di bibir mungilnya. Yang membuat arasya gantian mengerucutkan bibirnya.

Setelah kembang gula ditangan arisya habis, gadis itu kembali berjalan ke arah stand es cream. Arisya menarik ujung kaos arasya. Arasya menghela napasnya, kemudian menyerahkan uang 50 ribu an pada penjual es cream.

"Nih" arasya menyerahkan salah satu es cream yg berada di tangannya kepada arisya. Arisya menerima nya dengan senang hati. Mereka akhirnya memilih duduk di kursi panjang sambil menikmati es cream masing masing.

"Makasih ya rasya" ucap arisya. Arasya menoleh

"Tumben risya bilang makasih" heran rasya. Arisya kembali menoleh. Ingin sekali gadis itu menjitak kepala arasya.

"Risya selalu bilang makasih kok"sanggah arisya. Arasya kembali mengangguk, ia harus mengalah. Karena ia tahu bahwa hukum alam yang menegaskan bahwa perempuan selalu benar masih berlaku sampai sekarang.

"Sya lihat sini deh" panggil arasya. Arisya menurut, ia menolehkan kepalanya menhadap arasya.

Arisya merasakan sesuatu lembek menyentuh pipinya. Tanganya terulur untuk mengetahui apa benda yg menempel di pipinya. Mata arisya membulat, ia menatap arasya tajam. Berani beraninya dia memberikan es cream itu ke pipinya.

Arasya tersenyum bangga, ia bersiap berdiri, karena ia tahu apa yang akan terjadi sekarang.

"ARASYA.... ".


Semoga suka sama sya couple.

arasya dan arisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang