ADA#9

13 1 1
                                    

Arisya melepas kacamata hitam yang bertengger manis di matanya. Gadis itu merentangkan tangannya, menghirup udara lombok yang memang selalu segar. Tidak seperti dengan udara Jakarta, yang selalu penuh dengan polusi.

Arasya menarik salah satu tangan arisya yang sedang ia rentangkaan, membuat sang empunya menatap tajam arasya

"Suka banget tarik tarik tangan risya, entar rasya loh yang bakal ketarik sama pesonanya risya" .arasya mencibir, bagaimana ia bisa tertarik dengan gadis di sebelahnya. Cantik ? Tidak. Tinggi? Tidak. Seksi? Tidak. Yang ada hanyalah gadis pendek, dengan tubuh trepesnya. Seprtinya arasya melupakan sesuatu. Bahwa wajah babyface milik gadis itu mampu membuat semua pria berlari ke arahnya.

"Gak ada Bagus Bagus nya dari tubuh risya, apa yang bisa di sukai coba "

Kini, gantian arisya yang mencibir.

"Liat aja, risya bakal taklukin hatinya rasya" ujarnya jumawa. Arasya mendekatkan tubuhnya pada telinga arisya. Mengucapkan pelan. "Oke, rasya bakal tunggu tanggal mainnya".kemudian berlalu begitu saja.

Arisya menjajarkan langkahnya dengan arasya.

"Ras bawain dong, berat nih" arisya memberikan koper itu pada rasya. Dan tanpa penolakan, arasya menerimanya.

Arisya merasakan pundaknya di tepuk oleh seseorang. Ia menoleh, mendapati pria dengan Kisaran umur seperti seka di hadapannya.

"Ada apa ya mas" tanya nya. Pria itu tersenyum malu, sambil menyodorkan ponselnya ke arah arisya. Arisya mengernyit. Ia menerima ponsel itu.

"Mas minta bantuan risya?" tanya kembali arisya. Laki-laki itu menggeleng, ia memeragakan tangannya sambil merangkul arisya.

"Oo mas mau minta foto sama risya".laki laki itu mengangguk. Arisya tersenyum, ia menyodorkan ponsel laki laki itu pada arasya.

"Apaan"

"Si mas mas itu minta foto sama risya, rasya fotoin ya" arasya menatap tajam arisya, sebenarnya ia enggan. Namun entah dorongan dari mana, atau angin yang terlalu kuat hingga membuat kepala arasya mengangguk kedepan.

"Oke, ayo mas kita foto. 1...2...3..." mereka berpose. Arisya melihat hasil jepretan arasya. Arasya mengangguk, menepuk 3 kali pundak arasya tanda bahwa gadis itu menyukai jepretan kamera arasya. Setelah cukup berpose, arisya mengembalikan ponsel itu kepada sang pemilik.

"Bagus ya kamera nya si mas itu, risya jadi cantik tadi".

"Risya cantik karena bidikan rasya, bukan karena kamera si mas tadi".arasya jengkel. Tidak bisakah gadis itu menghargai kerja kerasnya?.

                                ***

Arasya dan arisya sekarang berada di ballroom hotel, mata mereka masih setengah terpejam, namun dengan teganya, pak syarif dan bu fara membangunkan mereka untuk mengikuti pembuakaan, yang memang sebenarnya tidak terlalu penting. Tetapi, dengan tegasnya,bu fara mengatakan.

"Bisa turun image mentari nanti, kalo pahlawanya nggak menghadiri pembukaan ini, itu namanya nggak menghormati " .dan terpaksa arasya dan arisya menyetujui perkataan dari waka kesiswaan sma mentari itu.

"Risya ngantuk banget ras, pinjem pundaknya ya" arisya segera menaruh kepalanya pada pundak arasya. Kembali memejamkan matanya, menunggu mereka-para orang orang penting menyelesaikan omong kosongnya. Arasya ikut menyenderkan kepalanya pada kepala arisya, ia juga sama seperrti arisya, perjalanan selama 3 jam membuat badanya pegal pegal. Matanya sedikit demi sedikit terpejam, mengikuti arisya menuju ke alam mimpinya.

                            ***

Arasya mengoper bola nya, ia memandang ke arah arisya yang membawa sebuah papan yang bertuliskan 'semangat rasya'. Arasya tersenyum, ia melambaikan tangannya ke arah arisya, yang dibalas lambaian tangan oleh gadis berambut coklat itu.

"Semangat rasyaaa" arisya kembali meneriakinya, ia semakin semangat. Tak peduli dengan terik matahari yang semakin menyengat kulit putihnya, hingga menyebabkan kulit itu menjadi sedikit memerah.

"Priittttt"suara peluit panjang menghentikan permainan basket itu. Arasya menatap sanksi pada sang wasit.

"Pak gimana sih, kan permainannya masih 5 menit lagi" bantah arasya. Ini tidak boleh dibiarkan, karena team sekolahnya tertinggal 1 point dari team lawan.

"Ini sudah sesuai dengan prosedur, silahkan kembali" arasya semakin kesal. Ia menatap tajam ke arah wasit itu.

"Pak.... " belum sempat protes kedua ia layangkan, ucapan arasya terhentikan oleh bunyi peluit yang membuat pria bertubuh jangkung itu menutup telinganya.

"Priiiiiiiitttttttttt" pak syarif membunyikan peluit itu lebih panjang dan keras. Hingga membuat arisya terbangun dari tidurnya, tapi tidak dengan arasya. Pria itu masih pulas memejamkan mata.

"Aduhh bapak, bisa nggak sih nggak keras keras" arisya mencoba membangunkan arasya. Gadis itu mengucek matanya dengan tangan yang tidak melakukan apa apa.

"Gimana nggak keras, orang kamu nggak bangun bangun, lihat, orang orang udah pada sepi" omel bu fara. Jika saja pak syarif belum menikah, maka istri yang pantas untuknya adalah bu fara, mereka sama, sama sama pemaksa.

Pak syarif kembali membunyikan peluitnya. Bukannya bangun, arasya malah mengoceh tidak jelas.

"Gimana sih pak, waktunya masih 5 menit, kok bapak curang" oceh arasya. Pak syarif menahan amarahnya. Ia mengarahkan tangannya pada telinga arasya, mengangkat ke atas secara keras, hingga membuat pria jangkung itu terbangun dengan erangan yang keluar dari mulutnya, sangking sakitnya.

"Curang apa?" sarkas pak syarif, ia kemudian menggeret telinga arasya keluar ballroom diikuti bu fara dan arisya yang tertawa kecil.

Jangan tinggalkan vote and comment ya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

arasya dan arisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang