Arisya berjalan dengan menenteng tas bergambar kucing. Ditangannya terdapat jas almamater sma mentari. Arisya menuruni tangga, berjalan ke arah ruang makan. Disana sudah terdapat ayah dan ibunya. Arisya duduk di tempat biasa. Sesil lalu mengambilkan roti selai coklat kesukaan arisya dan meletakkan di piring gadis yang sudah rapi dengan seragaIm kebanggaannya.
Arisya, sesil dan gibran memakan sarapan nya masing masing dengan hening. Gadis yang memakai jepit hitam di rambut pendeknya itu menghela napas lelah, ia tidak begitu nafsu dengan sarapannya pagi ini. Padahal menu yang disiapkan ibu nya adalah makanan favoritnya.
"Arisya"panggil sesil pelan. Arisya menoleh, menatap sesil dengan kening berkerut. Padahal sebelumnya ibu nya itu tidak pernah meminta izin kepadanya ketika ingin berbicara. Dan kini arisya cukup tahu, bahwa ibunya sedang ingin berbicara hal penting sekarang.
" iya ma" jawab arisya.
Terjadi hening kembali. Namun itu tak selama ketika gadis berjepit hitam itu turun dari kamarnya."Mama mau ngomong sama kamu" ucap ibunya pelan. Arisya menatap manik mata ibunya, dia bisa melihat keterpaksaan di iris coklat terang miliknya.
Arisya tahu, bahkan gadis dengan IQ melebihi angka 100 itu faham bahwa apa yang akan dikatakan ibunya adalah sesuatu yang akan merubah kehidupan nya 180 derajat menjadi berbalik.
" udah jam setengah 7 ma, arisya berangkat dulu " gadis itu mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Arisya bersikap biasa. Ia kemudian beranjak untuk mencium pipi ayah dan ibunya bergantian.
" arisya berangkat ma pa" pamit arisya.
Setelah kepergian gadis satu satunya di keluarga trombunais itu , keadaan kembali menegang. Aura permusuhan antara sesil dan gibran semakin kentara.
"Lihat! Kamu mau , kamu tega ngehancurin hati arisya" bentak gibran. Sesil diam, mencoba untuk menahan cairan bening yang siap keluar kapan saja dari kelopak
matanya. Gibran segera beranjak dari sana.kembali meninggalkan wanita paruh baya itu sendirian.Arisya mencoba menahan isakanya, ia membekap mulutnya kuat kuat. Sebenarnya sedari tadi dia mendengar apa yang di ucapkan sang ayah, ia tidak benar benar berangkat ke sekolah. Tetapi, arisya sekarng menyesali keputusannya.lebih baik dirinya berangkat ke sekolah, ketimbang harus mendengar kata kata permusuhan yang keluar dari mulut sesil dan gibran.
Arisya segera mengambil kunci mobilnya. Memasukkannya pada tempat kunci mobil bmw merah miliknya. Arisya mengendarai mobil itu dengan kecepatan di atas rata rata. Ia sudah tidak kuat dg situasi seperti ini. Gadis itu menghentikan laju mobilnya. Meredamkan isakannya di lipatan tangan. Memukul setir mobil sekuat tenaga yang ia punya. Berharap ia bisa melampiaskan kekesalan tak berujung itu pada setir mobil yang bahkan tidak tahu mengapa pemiliknya itu menyalahkan apa yang bukan menjadi salahnya.
***
Arisya memasuki kelasnya dengan langkai lunglai. Ia menjatuhkan bokongnya di samping ama.
Tak lama kemudian gadis itu sudah meletakkan kepala pada lipatan tangan. Ama menyatukan alisnya heran. Ia menyentuh pundak arisya pelan.
"Kenapa lo" tanya ama. Ia tidak bisa memendam rasa penasaran nya terlalu lama.
"Habis nonton drakor, ceritanya sedih banget, sampe risya nggak bisa move on"ceritanya pada ama. Jelas saja ia berbohong, mana mungkin ia menceritakan masalah keluarga pada orang lain. Walaupun ama termasuk teman terdekatnya sekalipun.
Ama asal mengangguk saja. Ia kembali menekuni dunianya sendiri. Membaca novel yang baru ia dapat dari kakak perempuan nya.
Arasya memasuki kelas bersama dengan vian. Sepertinya kembaran "tak identik arisya" itu baru saja dari kantin. Arasya menghampiri arisya. Ia menyenderkan punggungnya pada meja yang di huni arisya.
"Ada job nanti malam" ucap arasya. Arisya berbinar, ia menatap arasya penuh minat.
"Bener " yakin arisya. Arasya mengangguk. Senyumnya semakin lebar Hingga membuat mata nya menyipit.
"Nanti jemput risya ya"
"Yoai".
Arasya kembali ke tempat duduknya. Arisya tersenyum, mungkin apa yang baru saja arasya ketakan itu mampu membuat mood belajarnya meningkat hari ini.
Sesuai janji, arasya menjemput arisya saat jarum jam menunjukkan angka 7 pada bagian pendek nya. Ia mengetuk pintu berplitur coklat itu 3 kali. Kemudian arisya keluar dengan pakaian casualnya.
"Ayo" ajak arisya semangat. Ia langsung mengamit lengan arasya untuk segera masuk ke dalam mobil.
Arasya memakirkan mobilnya, ia dan arisya sama sama keluar, berjalan bersisian memasuki gerbang yang bertuliskan 'pelita rehabilitasi' di atasnya.
Mereka langsung disuguhi pemandangan yang sudah akrab selama 2 tahun terakhir. Arasya dan arisya segera memasuki bilik dengan papan nama stabilisasi.
"Halo rasya, risya" sapa seka. Arasya dan arisya tersenyum, keduannya menghampiri wanita berumur 20 tahun itu.
"Mbak kebagian shift malem ya? Tumben? " tanya arisya.
"Nggak, mbak cuman gantiin si dhani, ibunya lagi sakit katanya".
Kedua remaja itu mengangguk mendengar penuturan seka. Mereka kemudian pamit undur diri, untuk memasuki area dalam pemasangan stabilisasi.
"Gimana sama kondisinya aren mbak" tanya arisya pada sandra-penjaga bilik stabilisasi.
"Dia udah mulai bisa ngontrol emosinya sya, " jawab sandra.
Arisya mengangguk, ia harus terpaksa berpisah dari arasya. Karena laki laki itu baru saja di panggil seka untuk segera masuk ke dalam bilik detoksifikasi.
Arisya berjalan memasuki brankar Melati, jadwalnya hari ini adalah untuk konsultasi bersama dengan aren-pecandu narkoba yang sudah di ambil alihnya selama 3 bulan terakhir ini.
"Halo aren"sapanya pada gadis berusia 2 tahun dibawahnya yang duduk menghadap ke arah cendela dengan tatapan kosong. Gadis berkepang itu tidak menghiraukan kehadiran arisya. Arisya mendekat ke arah aren, gadis itu menepuk pelan bahu aren.
"Hai kak" sapa aren. Arisya tersenyum, usahanya selama 3 bulan terakhir ini membuahkan hasil yang cukup berarti.
"Gimana keadaan kamu? " tanya arisya. Aren tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya.
"Nggak baik" balas aren. Arisya mengernyitkan alisnya. Ia menatap aren sanksi.
"Kenapa ren? "Tanya arisya. Aren menggeleng bersamaan dengan luruhnya air mata gadis berkepang satu itu. Arisya segera membawa aren ke pelukannya.
"Papa sama mama cerai gara gara aren kak"adu gadis itu. Arisya tahu sekarang. Ia cukup pintar menguasai masalah seperti ini mengingat dirinya sudah berkecimpung dalam dunia rehabilitasi selama 2 tahun terakhir bersama dengan arasya.
"Aren udah bilang,apa alasan aren melakukan hal ini" tanya arisya. Aren menggeleng. Ia menatap arisya, memohon untuk mengembalikannya seperti arena yang dulu. Ia mengusap air mata aren. Belum sempat arisya mengeluarkan pendapatnya, dering ponsel itu menyita perhatian arisya. Arisya pamit untuk mengangkat telpon pada aren. Aren mengangguk, membiarkan arisya mengangkatnya.
Arisya menjauh, ia mengangkat telpon itu. Belum sempat dirinya mengucap salam pembuka, suara diseberang sana mampu membuat dunia nya berhenti seketika. Ponsel yang ia genggam meluruh ke bawah bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya. Tubuhnya tidak bisa berkutik. Napasnya memburu. Hal yang di takuti selama ini terjadi. Arisya membekap mulutnya, kemudian berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat rehabilitasi itu bersama dengan tatapan keheranan orang orang disana.
Dapat feelnya nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
arasya dan arisya
Teen Fictionarisya menyukai arasya. arisya mengagumi arasya. arisya menyukai apapun tentang arasya. Ini kisah tentang Arasya stefhano maurer Dengan Arisya shakira trombunais Mempunyai nama yang sama, tinggal di komplek yang sama, masuk kedalam kelas yang sa...