Bab 5 Kaki Terluka

94 40 2
                                    

*PoV Rafen Brave

~~~~~~~

"Hei, adik manis!"

"Wah, Kak Rafen bawa apa itu?"

"Kak Rafen bawa es krim greentea, vanila, dan rasa pisang."

"Itu kesukaanku! Yang itu!" May melompat kegirangan menunjuk es krim rasa pisang.

"Benarkah? Kalau begitu, benar kata Kak Fere, kamu suka es krim ini. Oh iya, May, di mana yang lain?" Aku sedang tak enak perasaan menoleh sekitar. Mencari penghuni lain di rumah ini.

"Sini, Kak. Duduk dulu," May menyahut es krim dari tanganku.

"Kak Alex ada di kolam renang. Menguras. Kalau Taka, lagi bobok siang. Nah, Kak Redic kupikir bersama Kak Rafen sejak pagi."

Hah?

"Apa Fere tidak memberitahumu tadi pagi dia akan kemana? Tunggu dulu, kamu menyebut siapa? Redic?"

May membuka bungkusan es krim dan memakan es krim pisang itu, "Nggak, Kak. Hm.... enak! Eh, soalnya, aku baru bangun pukul delapan pagi. Kak Redic, itu sebutan baru buat Kak Fere. Waktu aku bangun tadi, dia sudah gak ada di rumah."

Aku semakin khawatir, "Begitu, May?"

"Coba tanyakan ke Kak Alex."

"Ya sudah. Kakak ke kolam dulu, ya?"

"Silakan, Kak."

Aku segera menyusuri kolam renang di dekat taman belakang. Tak hentinya pikiranku melayang ke arah negatif mengenai keadaan Fere. Aku akan berhenti memedulikan hidupku jikalau ada hal buruk terjadi padanya.

"Kak Alex!"

"Oh, Rafen. Ada apa dengan mukamu tampak risau?" Dia menanyaiku sambil melanjutkan menggosok tepi kolam.

"Ano, apa Kakak tahu dimana Feredica?"

"Tahu. Tadi pagi-pagi sekali, dia dijemput sama Sonya. Rencananya, mereka hendak menikmati pantai."

"Apakah dia sungguh-sungguh pamit ke Kakak?"

"Benar. Dia juga pamit Papa dan Mama. Memangnya, dia tidak memberimu kabar?"

"Tidak sama sekali."

Deg!

Kak Alex menghentikan kegiatannya. Dia berjalan mendekatiku, "Aku tidak yakin sekarang Fere sedang baik-baik saja, Rafen."

"Tentu saja. Aku pun demikian."

Kami sejenak terdiam. Mencari solusi untuk keadaan yang kurang baik ini.

"Aku berdoa, dia tidak apa-apa. Aku harus menjaga Taka dan May di rumah. Kamu, kuminta bantuanmu untuk menjemput Fere,"

"Baik, Kak. Aku berangkat."

Tidak banyak yang kuperhitungkan, langsung berlari menuju mobil. Menyalakan mobil dan pergi mencari Fere.

Tanganku menyetir dalam keadaan mendingin karena perasaan yang tidak tenang. Keringat pelipis sudah mengalir. Jantungku amat kacau. Aku mencoba menghubungi Fere, tapi tidak berhasil. Bodohnya lagi, aku tadi tidak meminta nomor ponsel teman Feredica itu ke Kak Alex. Astaga, aku sungguh tak diuntung!

Perjalanan akan terhitung lama jika aku sangat khawatir, sedangkan jarak ke pantai sekitar dua puluh tiga kilometer dapat kutempuh selambatnya satu jam. Aku mengendarai dengan keadaan hati yang belum rapi. Semburat. Arloji pada tangan kiriku menunjukkan pukul dua siang. Masih tiga puluh menit lagi aku akan sampai.

Huft, semoga semuanya baik-baik saja.

Begitu khawatir sampai aku terpaksa menerobos lampu merah. Hampir saja mobilku menabrak truk di depan.

In AngerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang