"Arrhh ... apa-apaan dosen itu. Kenapa susah sekali untuk menarik perhatiannya," ucap Gianna yang baru saja membasuh wajah di wastafel toilet.
Benaknya memutar ulang apa yang tadi diucapkan oleh Azzima. "Jangan ulangi hal itu, atau kau tidak bisa berjalan selama seminggu."
Gianna menggelengkan kepala, kuat. "Apa dia akan mematahkan kakiku? Apa maksudnya bicara seperti itu. Argh!" racaunya.
Kemudian, dia baru sadar tentang esainya yang tertinggal di meja dosen killer itu. Gianna menepuk sisi kanan dan kiri kepalanya. Habislah dia, rencana menggodanya gagal, dan esai itu bukan jawaban untuk dirinya lulus.
***
Azzima meraih esai milik Gianna, lalu membukanya. Pria itu melihat nilai E yang masih terpajang di bagian depan halaman. Dia menarik sudut bibirnya, ini berarti Gianna tidak memperbaiki esainya sama sekali. Hanya mengubah judul dan sampul depannya. Bisa-bisanya gadis itu melakukan hal ini, pikir Azzima.
Dibacanya esai itu. Dia memang tidak sempat untuk membacanya kemarin. Hanya memberi nilai sebagai hukuman sebab gadis itu mencibir tak sopan ke arahnya.
Azzima mendapati berbagai kata puitis di dalamnya, membuat bibir pria itu tertarik. "Apa dia pikir sedang membuat puisi," ucap pria itu.
Tanpa berpikir panjang, Azzima membuang esai itu ke kotak sampah. Kini benda itu bercampur dengan sobekan kertas lainnya. Sobekan kertas yang berisi kata-kata cinta, yang Azzima dapat dari beberapa mahasiswi bahkan dosen wanita lainnya.
***
Bersama Manager Lim, Gianna minta diantar ke kedai kopi milik Selena. Gadis itu sudah diperingati untuk berhati-hati jika bertemu dengan fans yang fanatik. Dia meminta Manager Lim untuk meninggalkannya sebab dia bisa menjaga diri.
"Hei, bagaimana kabar esaimu?" Gianna langsung mendapat pertanyaan seperti itu ketika menginjakkan kaki di kedai kopi sahabatnya.
"Apa tidak ada pertanyaan lain yang bisa kau tanyakan?" Gianna mengendus sebal. Gadis itu menjatuhkan bokong di kursi favoritnya.
Selena tertawa. "Oke, baiklah, bagaimana dengan Dev? Bukankah kalian akan bertunangan?"
"Tidak," jawab Gianna tak semangat.
"Dia berkata seperti itu padaku, apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?" Selena mendekatkan wajah dan bertopang dagu di atas meja.
"Aku tidak akan menikah dengannya Selena, tidak akan," jawab Gianna meski lesu.
Selena menegakkan kembali tubuhnya, lalu menghela napas, memaklumi sikap keras kepala temannya itu.
"Kenapa kau tidak ingin menikah dengannya? Bukankah hidupmu akan jauh lebih tenang jika menikah dengan Dev? Coba saja kau hitung, sudah berapa kali kau kemari bulan ini."
Gianna melirik gadis itu, dia mengerti maksud ucapannya. Selena menarik kesimpulan setiap kali Gianna datang ke kedai kopinya, itu berarti dia sedang galau dan lelah menghadapi getirnya kehidupan.
"Aku tidak mencintainya, Selena. Apa kau bisa hidup bersama seseorang yang tidak kau cintai?"
Selena bergeming untuk berpikir matang. "Jika dia punya banyak uang, tidak masalah untukku."
"Huuuft." Gianna menghembuskan napas panjang. Kalau sudah begitu, lain lagi ceritanya.
"Kau ingin pesan apa?"
"Seperti biasa," jawab Gianna sebelum meluruhkan kepala di atas meja.
Selena beranjak untuk membuatkan pesanan Gianna. Namun sebelum itu, dia menyempatkan diri untuk mengabari Devin jika Gianna tetap menolak tunangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Atap
RomanceSequel dari cerita Azalia Istri Seorang Mafia. Warning 18+ bijak dalam memilih bacaan. "Apa benar bahwa cinta hadir karena dua insan telah terbiasa? Jika itu benar, maka aku sangat bersyukur sebab bertemu dengannya." Gianna Alleva FR. "Aku sudah bek...