Aku memasuki apartemen yang aku tinggali bersama Sejeong sejak peresmian pernikahan kami 6 bulan lalu. Keadaan apartemen dalam keadaan gelap gulita. Sejeong menelpon ku bahwa ia memiliki jadwal mendadak di luar kota saat aku masih dalam perjalanan pulang ke apartemen menggunakan taksi.
Aku menghidupkan saklar lampu membuat keadaan menjadi terang benderang. Aku meletakkan kotak yang di berikan oleh dokter Zhang di atas meja, lalu melangkah menuju dapur.
Aku sedikit haus dan mengambil air dingin di kulkas. Setelahnya aku mengambil stickey note yang tertempel di pintu kulkas.
'Aku sudah menyiapkan segala makanan di kulkas untuk 2 hari ke depan. Kau bisa memanaskannya jika lapar. Tunggu aku kembali 2 hari lagi. Aku mencintai mu, Sehun. My lovely hubby.
From : Your lovely wife, sejeong ♥
Aku tersenyum membaca stickey note dari Sejeong. Setidaknya hati ku sedikit terhibur setelah mendengar keadaan Luhan dari dokter Zhang yang membuat ku terluka dan dengan kepergian wanita yang mempunyai tempat tersendiri di hati ku itu.
Sejeong memang selalu ada disisi ku saat hubungan ku dan Luhan merenggang. Dia selalu mendengar segala keluh kesah ku tentang hubungan ku dan Luhan yang panjang dan terlalu rumit. Bisa di bilang dia sahabat yang selalu ada di samping ku hingga hubungan ku dan Luhan tidak bisa di selamatkan lagi di akhir tahun lalu tepat 7 tahun kami bersama dengan hubungan putus-sambung.
Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk bertunangan dengan Sejeong dan menikah dengannya agar aku dan Luhan tidak pernah lagi saling menyakiti. Mengakhiri hubungan yang tidak pernah di restui dan tidak akan pernah bersama.
Namun nyatanya itu tidak semudah yang di bayangkan. Walau aku menikah dengan Sejeong separuh hati ku masih bersama dengan Luhan. Aku tidak baik-baik saja tanpa wanita ku. Begitu juga dengan Luhan. Aku tahu wanita ku juga tidak baik-baik saja tanpa ku.
Dua bulan setelah pengumuman pertunangan ku dengan Sejeong. Aku mendapatkan kabar bahwa Luhan mengalami penurunan kesehatan dan terserang lupus. Aku khawatir sungguh. Aku ingin menjenguknya dan bertemu dengan nya tapi aku tahu aku tak bisa. Aku sudah bertunangan dengan Sejeong dan keluarga Luha. juga tidak akan mengizinkan aku bertemu dengannya. Lagi, aku hanya bisa mendoakan Luhan dari jauh.
Ketika ku dengar keadaan Luhan mulai membaik dari media. Aku mengajak Sejeong menikah kemudian mengumumkan secara publik. Mungkin ini adalah keputusan terbaik untuk kita berdua saat itu agar kita tidak kembali bersama dan akan banyak pihak yang akan tersakiti lagi. Dan pada akhirnya aku sedikit menyesal dengan keputusan ku yang terlalu cepat.
Beberapa minggu setelah pengumuman pernikahan aku dan Sejeong, Luhan kembali di bawa ke rehabilitasi karena penyakit bipolar disorder lamanya kembali kambuh lebih sering.
Aku sedih, marah dan kecewa pada diri sendiri dan menyalahkan keadaan. Hingga aku sendiri terpuruk dengan keputusan ku. Sejeong tahu keadaan ku yang masih menyimpan perasaan cinta pada Luhan hanya mampu menguatkan aku. Dia bilang semua butuh proses dan coba memahami situasi ku. Aku merasa sedikit bersalah pada Sejeong karena kini ia sudah menjadi istri ku. Namun rasa cinta dan peduli ku terhadap Luhan lebih besar.
Aku mencoba menghubungi teman kakak ku yang bekerja sebagai dokter di tempat Luhan di rawat. Ya, dokter Zhang adalah teman kakak perempuan ku. Aku selalu meminta dokter Zhang untuk memberitahu ku kedaan Luhan setiap hari tanpa terlewat saat aku tidak bisa datang ke tempat rehabilitasi. Biasanya aku akan datang mengawasi Luhan dari jauh tanpa sepengetahuan keluarga Luhan.
Dan sampai dua hari yang lalu dokter Zhang menghubungi ku kalau Luhan tak sadarkan diri dan hari ini aku harus datang ke tempat peristirahatan terakhir wanita ku, Luhan.
Aku tersadar dari lamunan ku saat benda yang ada di saku celana ku bergetar. Aku mengambil ponsel ku dan melihat nama Sejeong tertera di layar. Aku langsung menjawab panggilannya.
"Halo Sayang."
"Halo Hunnie."
"Ada apa Je?" Tanya ku pada Sejeong.
"Sehunna,apa kau sudah di apartemen?"
"Sudah."
"Bisakah kau mengecek kotak aksesoris di meja rias ku. Apakah ada cincin pernikahan kita atau tidak? Sepertinya aku lupa meletakkannya."
"Sebentar Je. Aku akan mengeceknya."
Aku meletakkan gelas yang ku pegang. Lalu keluar dari dapur. Tidak lupa aku mengambil kotak yang ku letakkan di atas meja ruang tamu untuk di bawa ke dalam kamar. Kemudian aku berjalan dan masuk ke dalam kamar kami. Meletakkan kotak di atas ranjang dan menuju ke meja rias yang ada di dalam kamar kami untuk mencari cincin pernikahan milik Sejeong.
Aku mencari di atas meja rias yang penuh dengan alat-alat kecantikan milik Sejeong.
"Tidak ada Je."
"Coba periksa di lacinya, sayang. Ada kotak kecil di sana."
Aku membuka laci sesuai yang dikatakan Sejeong. Disana ada kotak yang biasa menyimpan aksesoris. Aku membukanya dan ku lihat cincin pernikahan milik Sejeong ada disana.
"Ada di kotak Je. Sepertinya kau lupa memakainya, sayang."
"Syukurlah..aku kira cincin pernikahan kita hilang. Benda itu sangat berharga untuk ku. Kalau begitu aku harus menutup telponnya ,Hunnie. Aku harus take sekarang. Jangan lupa untuk makan dan minum vitamin mu. Jangan bersedih dengan kejadian akhir-akhir ini. Aku tahu kau kuat sayang. Sampai bertemu 2 hari lagi. Aku mencintai mu, Hunnie."
"Aku juga."
Setelah itu Sejeong menutup sambungan telponnya. Aku menyimpan cincin itu kembali di kotak dan akan menutup lacinya. Namun mata ku tertuju pada sebuah benda di sebelah kotak aksesoris.
Aku mengambil benda itu. Sebuah botol obat dan ada beberapa pil di dalamnya.
"Obat apa ini? Sejak kapan Sejeong mengkonsumsi ini?"
Andai aku bisa mengikis rasa bosan mungkin hubungan ini tak akan pernah merenggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Your Destiny || Luhan's Diary (Gs) || Sad Ending [Complete]
Short StoryHubungan berlandaskan cinta namun saling menyakiti. Hanya Tuhan yang merahasiakan siapa jodoh mu. || Genderswitch Area! Don't read if u dont like sad ending story Inspiration of Selena Gomez and Justin Bieber Love story