Dulu kau adalah pulang. Dimana semua keluh-kesah jatuh tersandar dibahumu, mendekap dipelukmu, hingga bahagia itu benar-benar terbentuk sebagai sesuatu yang tidak pernah kuinginkan hilang.
Dulu kau adalah rumah. Tempat menampung semua sedih yang harus tercurah. Tempat dimana senyum pernah terlahir merekah. Tempat dimana duka dan luka, selalu berhasil kau sulap menjadi sebuah kata bahagia.
Dan itu dulu.
Namun, kini tak lagi sama.Pulang yang kau janjikan tak lagi dapat kutemukan. Kau perlahan lenyap, ditelan oleh sikap yang membuatmu semakin senyap. Rumah yang kita bangunpun telah runtuh, bersamaan dengan perasaanmu yang tak lagi utuh.
Mungkin ada yang salah dengan kita, tapi kau memilih tak bicara. Padahal ada sepasang telinga yang siap berdiskusi kapan saja tentang hal-hal yang mungkin kau tak suka.Aku ingin kau mengerti, bahwa menjadi berbeda tak seharusnya menjadikan kita sepasang raga yang harus basah diterpa hujan air mata. Karna sudah cukup banyak kesedihan yang sudah kita lewati bersama. Ini saatnya saling melengkapi, bukan meninggikan ego lalu berteriak pergi.
Sungguh, tidak denganmu, tidak ada yang terlihat mudah bagiku. Menjalani kembali kehidupan dengan sisi kosong yang seharusnya disitu berdiri namamu. Semuanya menjadi begitu berbeda. Langkah semakin berat, ketika semua kenangan tentang kita masih saja teringat. Setiap harinya, kau masih begitu nyata. Dan kuharap semoga ini tidak berlangsung selamanya.
Jadi, mulai hari ini, izinkan aku menghapus semua rentetan kisah tentang kita. Yang sempat indah, walau kau menyerah. Yang sempat bahagia, walau berakhir duka.
Ya, masa lalu itu bernama kita.
Di mana semua tentangmu selalu hidup, sementara aku harus mati sebagai tokoh utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Racauan Yang Kusesali Untuk Kusyukuri
Romantik[SUDAH TERBIT] Perpisahan adalah sesuatu yang lebih buruk dari mimpi buruk. Namun, aku sadar. Mengikhlaskan dan mendoakan kebaikanmu juga bagian dari menyayangi. Meskipun bukan kamu yang Tuhan hadirkan sebagai teman hidup, aku tetap mensyukuri bahwa...