Teman

277 116 136
                                    

Saat ini gue udah menginjak kelas XI. Kali ini gue terdampar disuatu kelas yang isinya orang-orang terwaras sekaligus aneh namun punya jiwa solidaritas yang tinggi. Entah gue harus merasa senang atau sedih, ya inilah kelas gue.

Gue sih nggak pernah milih-milih mau ditempatin di kelas mana, terserah deh gue mau ditempatin di kelas apa. Soalnya menurut gue sama aja.

Walaupun ditempatin di kelas yang isinya orang pintar semua belum tentu kita juga kaya mereka kalau nggak ada usaha sama sekali dari diri kita sendiri.

BETUL KAN?

Tapi gue juga nggak minat ada di kelas ini. Eh bukannya gue menolak dan menjatuhkan kata-kata gue sendiri, cuma kalau nggak ada dia dikelas gue ini pasti rasanya jadi hambar. Nggak ada rasanya.

YAELAH DIKIRA MAKANAN KALI HAMBAR.

Gue selalu berharap dimanapun ada dia disitu harus ada gue. Gue nggak mau kehilangan sedetikpun momen berharga yang gue miliki bareng sama dia. Walaupun gue nggak tau apa pikiran dia sama kaya gue atau mungkin udah bosen sama gue, tapi gue bakal selalu ada disampingnya.

SUKA NGGAK SUKA BODO AMAT.

Kali ini gue nunggu dia disini, di jembatan langit. Jembatan yang selama ini jadi saksi kisah bisu kita berdua dari jaman bahela sampai saat ini. Akhirnya dia datang setelah hampir satu jam gue nunggu disini, dengan memakai almamater sekolah serta ciri khasnya yaitu earphone yang melekat ditelinganya.

"Ar..."

Dialah seseorang yang sedari tadi gue tunggu-tunggu. Harseno Dwi Chandra. Cowok keren berbadan tinggi dan super dingin yang nggak suka berada dalam keramaian serta lebih memilih menyumpal telinganya dengan earphone. Katanya sih biar nggak denger komentar miring dari orang yang nggak suka sama kita.

Dan dia adalah cowok yang selalu dianggap budek, karena setiap ada orang yang menyapanya pasti dicuekin sama dia.

YA IYA LAH. ORANG LAGI PAKAI EARPHONE, MANA DENGER.

Cuma gue doang yang bisa manggil dia kalau dalam keadaan kaya gitu. Kok bisa? Karena sebelum gue nyapa dia, gue selalu sedia handphone di tangan Cuma untuk misscall atau sekedar ngirim pesan ke dia supaya ngelihat ke depan ataupun ke belakang. Ceritanya biar dia tau gitu kalau gue udah nunggu dia.

Udah ah ganti topik lain aja, jangan ngegosip.

Bisa dibilang gue sama Arsen udah dekat dari dulu. Mungkin dia juga termasuk dalam kategori teman masa kecil pertama yang gue punya. Awalnya gue berpikiran bahwa gue sendiri aja udah cukup tanpa perlu adanya teman disamping kita. Tapi sejak saat itu...

10 Tahun lalu.

Beberapa anak laki-laki mengerumuni Arsen.

"Wah... Ibu kamu pergi meninggalkanmu dengan seorang pria karena kamu anak pembawa sial?" Tanya seorang anak laki-laki padanya disambung dengan anak laki-laki lainnya.

"Ha ha ha ha, pria tua?"

"Seperti sinetron saja"

"Pembawa sial... pembawa sial... pembawa sial" Ledek salah satu dari anak laki-laki itu.

Mereka menertawakan Arsen yang tertunduk sedih dan malu. Dari balik pintu gue menyaksikan betapa jahatnya anak-anak itu membully Arsen tanpa menyaring kata-kata mereka. Dan gue merasa kasihan karena melihat Arsen menundukkan kepala tanpa melawan mereka.

AH ELAH BERANINYA KEROYOKAN. GUE PANGGIL GURU BARU TAU RASA LO SEMUA.

Nggak lama kemudian sebelum gue berbalik menuju ke ruang guru, Arsen berusaha melawan mereka dengan mendorong dan mengangkat kursi yang berada di depannya. Lalu anak-anak nakal itu pun melarikan diri dengan muka pucat yang mereka miliki.

Dan gue yang sedari tadi melihat dari balik pintu langsung berlari menghampiri Arsen dan dengan PD nya gue mengikuti akting dari salah satu artis yang gue suka saat itu.

"Sudah lah Arsen, nggak ada gunanya juga kamu meladeni mereka. Jika kamu tetap meladeni mereka itu tandanya kamu sama saja seperti mereka." Arsen langsung menurunkan dan meletakkan kursi itu kembali.

Arsen hanya menundukkan kepalanya selagi menangis dengan menutup mukanya menggunakan tangan.

"Dengarlah Arsen. Apapun yang akan terjadi nanti kamu tidak akan sendirian, aku akan selalu disampingmu. Kita akan tumbuh dewasa bersama dan tak perlu khawatir jikalau nanti semua orang meninggalkanmu."

Arsen yang tadinya marah perlahan-lahan memerlihatkan senyuman kecil diwajahnya.

Sejak kejadian hari itu kami mulai dekat dan berlanjut sampai saat ini. Kami hanya teman sekelas. Tapi mulai hari itu gue merasa benih cinta udah tumbuh dihati gue. Saat itu gue yang tadinya ingin ada seseorang yang melindungi gue, hal itu sekarang berubah menjadi keinginan untuk melindunginya.

Gue tau mungkin ini kelihatan seperti alasan klise, tapi beginilah perasaan yang gue miliki buat dia. Walaupun gue emang punya perasaan buat dia, tapi semua itu nggak mudah diungkapkan karena terhalang oleh satu kata. Teman.

Karena gue udah lama temenan sama dia, makannya gue nggak mau ngungkapin perasaan gue. Jujur gue nggak mau kehilangan dia hanya karena satu alasan yaitu suka. Sebisa mungkin gue nutupin ini semua dari dia walaupun nantinya dia tau soal perasaan gue selama ini dan pastinya bukan sekarang.

Gue nggak mau dia jadi milik orang lain dan gue pengen dia cuma jadi milik gue seorang. Kalau kalian tanya siapa yang cocok jadi pasangannya, ya cuma gue. Kenapa? Karena gue udah kenal dia dari dulu, lebih dari yang orang lain tahu tentang dia.

DASAR GUE EGOIS.

***

"Ar, lo udah tau belum kalo gue dapat voucher diskon di toko buku hari ini?"

"Oh"

"Nanti sore temenin gue kesana ya. Pulang sekolah gue tunggu, oke?" Arsen hanya menganggukkan kepala dan mulai berjalan dengan cepat meninggalkan gue dibelakang. "Ar tunggu..."

Kami pun berjalan bersama menuju sekolah. Sepanjang perjalanan gue hanya bisa melihat dia dengan harapan baik antara kita berdua. Tanpa sadar gue hampir nabrak tiang listrik di depan gue. Untung Arsen menarik tas gue dari belakang kalau nggak pasti udah ada telor di dahi gue nanti.

"Thanks Ar, lo emang teman terbaik yang gue punya. Kalo nggak pasti..."

Arsen mengulurkan tangannya dan mulai menggenggam tangan gue

Astaga bisa-bisa jantung gue copot kalau kaya gini mulu. Arsen bisa nggak sih lo jangan tiba-tiba kaya gini, gue takut nggak bisa nahan perasaan gue nantinya.

"Anu..."

"Ayo jalan, nanti keburu lampunya hijau loh"

"Eh... Ay-ayo"

Hampir aja gue salah paham hari ini. Kenapa sih Ar lo selalu kaya gini awalnya bikin gue terbang ke langit habis itu dijatuhin gitu aja.

SAKIT TAU NGGAK WOY.

Tapi mungkin gue bakal merasa lebih senang lagi kalau lo benar-benar punya perasaan buat gue. Dan gue bakal jadi tokoh utama yang paling bahagia di dunia bersama lo sebagai tokoh utama laki-laki dalam kisah cinta gue.

Nggak terasa udah sampai aja di sekolah, kenapa harus secepat ini sih sampainya? Padahal gue masih pengen jalan bareng sama Arsen. Ista pun muncul dihadapan kami berdua dan tentu saja dengan kemunculannya secara tiba-tiba membuat gue kaget.

Ista adalah sahabat karib gue di bangku SMA. Dia juga termasuk tutor dalam hubungan percintaan gue dan Arsen. Nggak gitu sih sebenernya, dia cuma tutor gue aja.
Kenapa lo harus muncul sekarang sih? Gangguin orang lagi seneng aja.

"Ayo buruan masuk kelas" Ucap Ista sambil menarik lengan gue.

"Iya-iya. Kalau gitu gue duluan ya, oh iya jangan lupa ya nanti sore"

Gue pun bergegas masuk ke kelas dan menghadapi kenyataan mulai sekarang.

____________________________

Maaf jika masih ada kekurangan,
Aku menerima kritik dan saran dari kalian.
Jadi jangan lupa yaa sama krisarnya, satu krisar sangat bermanfaat
Terima kasih :))

Deksaharsen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang