Berakhir

33 9 6
                                    

Happy reading readers :))

***

Suasana di kelas tenang, nggak seperti biasanya yang selalu ricuh bagai perang. Gue berjalan ke arah tempat duduk dengan mata kosong. Harapan gue seketika sirna oleh satu orang yang menghalangi.

Berasa jadi gajah di pelupuk mata tapi nggak kelihatan.

Eh ... apaan sih. Kok gue jadi ngelantur kaya gini, bukan gue banget. Tapi ...

"Sa ...."

"Deksatiana Larasati! Budek!" panggil Ista.

"APAAN SIH!"

"Sensitif amat mbak, kayak pantat bayi." Sindir Ista.

"Nggak usah bawa-bawa pantat bayi deh," balas gue dengan nada malas.

"Abisnya gue panggil bukannya jawab, malah marah-marah. Jadinya kan gue sebel ...."

Arsen. Satu nama yang sudah terpatri sejak lama dalam dunia gue. Satu nama juga yang udah ngisi hari-hari gue selama ini. Satu orang yang sama, yang selalu di samping gue.

Cuma gara-gara satu orang yang masuk ke dalam kehidupan gue dan Arsen, hubungan kami jadi renggang.

Pheny Lavine. Kenapa lo dateng ke dalam cerita cinta gue?

"Lo kenapa sih? Cerita sama mama," ucap Ista dengan menepuk-nepuk bahu gue.

"Males ah ... pasti lo bosen denger ceritanya." Sahut gue dengan merebahkan badan ke meja.

"Arsen? Kenapa lagi sama dia?"

"Udah lah ... jangan bahas dia!" pinta gue.

Gue sakit Ar ... kenapa lo giniin gue sih?! Nggak tau apa, cuma lo yang gue punya!

***

"Ta, gue kebelet nih. Lo duluan aja ke kantinnya," ucap gue sambil berlari kecil ditempat.

"Ah elah, lo mah suka gitu. Ya udah jangan lama-lama ya, gue tunggu di sana." Jawab Ista dan mulai berjalan meninggalkan gue.

Beberapa menit kemudian.

Akhirnya lega juga. Nggak lagi-lagi deh gue tahan kaya gini, bisa-bisa bocor nanti.

Gue berjalan menuju washtafel untuk cuci tangan. Cuci tangan dulu biar bersih. Kalo nggak cuci tangan kan jadi kayak gimana gitu. Haha.

Gue melihat dua orang cewek lagi gosip dan nggak sengaja denger obrolan mereka. Secara, gue ini kan ada di sebelah mereka makannya sekalian juga sama nguping deh.

"Lo tau kan berita tentang Arsen yang jadian sama Pheny?" tanya salah satu cewek.

"Iya, gue nggak nyangka. Sekarang si Pheny jadi sok cantik gitu tau, pake acara ngelepas kacamata terus diganti pake softlens" jawab salah satu cewek dengan memakaikan maskara pada bulu matanya yang lentik.
"Mereka itu nggak cocok, cocokan juga lo Sa yang sama Arsen," sambungnya.

"Eh ... cocok gimana? Bukannya Pheny itu baik ya?" jawab gue pura-pura terkejut.

"Secara lo kan dari dulu deket sama dia, kaya orang pacaran gitu ...."

"Terus gue rasa hubungan kalian punya ikatan yang sangat dalam," sahut cewek yang lain.

Gue seneng sih dibilang kaya gitu, tapi gue sengaja pura-pura membantahnya. Biar gue dikira setuju dengan hubungan Arsen dan Pheny. "Tidak, mana mungkin. Kami hanya teman sejak kecil."

"Tapi cewek berwajah aneh itu tidak cocok sebagai pacar Arsen, kan?"

"Cewek aneh tetap saja aneh walaupun sudah memakai softlens."

"Dia belum menyadarinya."

Kedua cewek itu terus berbicara menjelekkan Pheny.

"Yah, benar. Pheny memang begitu," ucap gue pada akhirnya. Gue seakan setuju kedua cewek itu bilang kalo Pheny tidak cocok jadi pacar Arsen.

Gimana sih gue, kok plin-plan amat jadi orang.

Yang bener mana nih? Setuju atau mau demo?

"Ya emang nyatanya gitu kan? Lo lebih pantes di samping Arsen."

"Ahahaha, bisa aja kalian"

"Kita duluan ya, Sa. Asyik juga ngobrol sama lo, kapan-kapan kita ngobrol lagi." Ucap salah satu cewek itu dan melambaikan tangannya ke gue.

Gue hanya melambaikan tangan dan senyum-senyum sendiri.

Ternyata banyak juga yang ngedukung gue jadian sama Arsen.

Kalo kayak gini kan gue jadi semangat ngejar Arsennya. Harus sampai dapet pokoknya.

Wahh jadi seneng deh.

Gue mulai bercermin dan mendapati wajah gue yang cantik ini terlihat sangat mengerikan.

"Hah ... apa barusan? Seperti aura jahat. Wajah gue? Nggak mungkin!" gue terus memegangi wajah gue yang tadi terlihat mengerikan di cermin.

Masa iya gue kena guna-guna orang jahat?

Gue tambah terkejut seketika melihat Pheny ada di belakang gue. Gue langsung berbalik dan melihat Pheny.

"Astaga! Pheny?" sebut gue terkejut.

Gue kaget dan bingung. Kok bisa dia ada di sana? Perasaan tadi nggak ada deh. Jangan-jangan dia...

"Udah lama Lo disitu?" tanya gue panik.

Dia nggak denger kan? Jangan-jangan dia denger semuanya lagi.

Pheny berjalan menuju washtafel. Wajah gue berubah pucat, karena tau Pheny mendengar semua pembicaraan kami tadi.

"Maafin gue ya, gue nggak bermaksud menguping pembicaraan kalian. Cuma gue kehilangan kesempatan buat melarikan diri."

"Lo nggak perlu minta maaf, kan? ucap gue lemas.

"Benar. Lo tenang aja, anggep gue nggak ada." Jawab Pheny dan meninggalkan gue.

Berakhir sudah. Arsen akan tahu semuanya. Mampus gue.

Image kesayangan gue, rusak. Tidak ....

MAMAKE ... TULUNG INYONG ....

Gue mencopot keran wastafel dan cermin di sana pun retak. (Khayalan lebay gue)

Kenapa sih harus ada Pheny segala di sini. Gue jadinya kan ....

Pheny kembali masuk ke toilet.

"Umm ... soal yang barusan terjadi. Jangan di pikirkan, oke? Karena ... lo suka sama Arsen, kan?"

Gue terkejut, Pheny tau tentang perasaan gue Arsen.

Tubuh gue jadi membeku dan retak, pecah berserakan. (Khayalan lebay gue ke-dua)

Cewek sialan itu bicara apa sih.

"Kalian selalu bersama sedari kecil, kan? Karena itu, jangan merasa terganggu karena ada gue. Bersikaplah seperti biasanya, ya?" kata Pheny ramah. Nggak jadi ramah deh, soalnya kaya licik gitu senyumnya.

"Seperti gue yang biasanya?" gumam gue pelan. Sejak kapan gue akrab sama Pheny. Tau dia saja sejak Arsen berpacaran sama dia.

Kalau aja Arsen nggak nerima lo jadi pacarnya, gue mah ogah kali kenal sama lo.

SOK KENAL LU TONG.

"Dan seandainya ... Arsen berpaling ke lo, gue nggak akan menyimpan perasaan benci kok." Kata Pheny kalem, lalu pergi.

Apaan sih dia, sok lugu banget. Emang situ nggak punya kaca buat ngaca ya? Ngaca dulu sana sebelum ngomong kayak gitu ke gue.

SOK CANTIK!
__________________________

Lanjut yuk, ke bab selanjutnya :))

Deksaharsen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang