Ini Cuma Mimpikan?

60 35 7
                                    

Gue pulang ke rumah seperti orang yang kebingungan. Sebenernya gue kenapa sih? Kok gue cuma diem aja saat Rama nembak gue kaya tadi? Pake acara cium pipi gue segala lagi.

Deksa Deksa bukannya lo nolak dia, lo malah kabur. Nggak-nggak. Gue pasti kekurangan air putih, jadinya gue nggak bisa mikir. Habis ini gue harus minum banyak air putih. Ya air putih.

***

Pagi ini gue langsung pergi mencari Rama. Gue udah berdandan menjadi jelek hari ini, cuma buat ditunjukin ke dia.

Nggak lama kemudian Rama dateng. Oke Deksa, pertempuran siap dimulai. Lo harus akting yang meyakinkan, biar Rama nggak suka sama lo.

Dengan memonyongkan bibir seperti orang yang terkena stroke dan dengan mata yang terlihat nggak konsisten gue mulai mendekatinya.

Niat banget ya gue ngelakuin hal kaya gitu.

Bodo amat. Ini gue lakuin untuk masa depan percintaan gue dan Arsen.

Dia menatap gue dengan senyum. Bukannya illfeel liat gue, justru dia malah ketawa.

"Apa yang terjadi sama lo, Sa? Kenapa jadi kaya gitu?" dengan memeragakan gaya yang sama persis seperti gue malah lebih bagus daripada gue.

Gue yang tadinya udah berencana membuat dia illfeel malah ikutan ketawa liat wajahnya itu.

"Kok lo ketawa sih!"

"Abisnya lo lucu sih, haha."

Oke kalau cara jadi jelek nggak berhasil, berarti gue harus ubah ke rencana B. Memohon.

"Kejadian yang kemarin sore jangan sampai semua orang tahu ya, apalagi Arsen. Please ..." mohon gue.

"Ah, I see. Lo kesini hanya untuk menutup mulut gue? Mana mungkin. Gue nggak bakal ngomong ke orang lain."

"Makasih. Lo emang baik, nggak sia-sia lo punya tampang ganteng"

"Tapi ..."

Dia mulai mendekat ke arah gue dan memojokkan gue ke tembok, lalu menatap gue dengan memasang lesung pipinya.

"T-tap-tapi?"

"Sebagai gantinya gue juga boleh minta sesuatu ke lo, kan?" ucapnya dengan tersenyum.

"Ya ... kalo gue bisa ..." ucap gue dengan menundukkan kepala.

Eh tunggu. Di sini kan gue yang dicium? Kenapa dia yang diuntungkan sih?

Mau nggak mau gue langsung lari menghindar, tapi dia berhasil memojokkan gue lagi.

"Maksudnya "jika gue bisa?" Hal seperti apa itu?" tanyanya dengan menatap gue.

"Itu ... kan udah gue bilang ini terlalu dekat." Dorong gue dan berhasil meloloskan diri. Tapi, Rama berhasil memojokkan gue ke dinding lagi dan lagi.

"Apa lo seneng kalo gue kaya giniin?"

"Nggak!" Sahut gue.

"Dasar pembohong. Itu tertulis sangat jelas di wajah lo." Godanya ke gue.

Gue hanya bisa pasrah sebelum Arsen dateng dan menyelamatkan gue dari Rama. Ayo Arsen, cepetan tolongin gue dari kejaran orang ganteng yang satu ini.

"Oi, dia nggak nyaman lo gituin!"

Kamipun serentak menengok ke samping.

"Arsen ..." sapa gue dengan menurunkan tangan Rama.

"Emangnya kenapa? Lo keberatan? Dia juga nggak keberatan kok, ya kan?" Rama merangkul gue dengan menampilkan senyum sinis.

"Nggak. Nggak kok ... ah maksud gue nggak keberatan ..."

Tanpa mengucapkan sepatah katapun Arsen langsung menarik gue pergi dari sana dan membawa gue ke kantin.

Entah apa yang Arsen pikirkan tentang gue dan Rama barusan, sumpah jantung gue hampir copot rasanya.

"Kita udah jarang makan bareng." Ucap Arsen dengan menatap lurus ke depan.

"Ah ... iya" jawab gue singkat dengan memegang telinga.

Jadi lo ngajak gue ke kantin karena lo ngerasa kalau kita udah jarang bareng? Lo kangen ya? Seneng deh rasanya liat lo kaya gini. Tiap hari aja kaya gini, gue mau-mau aja. Haha.

Andai aja Arsen nembak gue sekarang, gue pasti dengan senang hati nerima dia.

Suasana di kantin begitu canggung. Gue nggak tau harus memulai percakapan dari mana, gue takut salah ngomong. Nanti malah Arsen marah terus ninggalin gue sendiri lagi. Pokoknya gue harus memanfaatkan momen ini dengan baik dan jangan sampai salah ngomong.

"Ar ..."

"Oh iya Pheny, gue sampai lupa sama dia,"

"Lo mau kemana Ar? Kita ...."

"Sorry gue harus nemuin Pheny, gue tadi ninggalin dia saat bawa lo kesini. Dia pasti nungguin gue. Kalo Rama gangguin lo lagi, jangan lupa bilang ke gue ya." Tangannya mengarah ke atas kepala gue dan mulai mengusap rambut gue dengan perlahan.

Gue nggak tahu apa yang gue rasakan saat ini. Campur aduk. Gue nggak rela lo nyamperin Pheny Ar, gue pengen lo terus di samping gue. Kenapa lo nggak ngerti maksud gue sih Ar?

***

Arsen. Rasanya gue pengen ngiket lo biar selalu ada di deket gue. Tapi gue nggak mungkin bisa ngelakuin itu ke lo dan kalo kaya gini terus, gue harus gimana?

Banyak hal yang yang pengen gue lakukan bareng sama lo, tapi lo malah terus-terusan sama Pheny. Apa sih istimewanya dia?

Pulang sekolah kali ini gue harus bisa bareng sama Arsen. Gue nggak mau tau, pokoknya Arsen harus pulang bareng gue titik.

Dalam perjalanan menuju kelas Arsen sesuatu terjadi.

Gue nggak salah lihat kan? Itu Arsen sama Pheny? Tangan? Pegangan? A-ada apa dengan mereka?

Gue langsung memanggil Arsen dan mulai lari mengejarnya. Banyak pertanyaan yang pengen gue tanyain ke dia. Maksud yang tadi itu apa coba. Nggak bisa nih kalo terus-terusan kaya gini.

Arsen berbalik dan masih berpegangan tangan dengan Pheny.

"Mau pulang bareng kami?" tanya Arsen dengan polosnya.

"Eh, anu ... ini itu sekolah. Jangan pegangan tangan nanti orang lain salah paham lagi sama hubungan kalian." jawab gue dengan bodohnya.

"Kalian kan cuma teman, jadi ..." sambung gue

"Apaan sih Sa. Gue sekarang itu pacaran sama Pheny. Wajar kan?"

A-apa?! Gue ngelihat mereka dengan mata yang berkaca-kaca.

Eh ... apa ini? Pheny adalah tokoh pendukung dalam cerita ini tapi dia menonjol. Memang Pheny saat ini terlihat seperti ... tokoh utama yang baik. Tokoh utama yang sesungguhnya. Kok sakit sih rasanya.

KAYA BISUL AJA NONJOL. NYAKITIN PULA.

Gue seketika mematung. Nggak tau harus gimana. Dan Arsen ninggalin gue gitu aja sebelum ngucapin apa pun ke gue.

Gue berlari kecil dibelakang mereka. Dan bergumam terus-menerus.

Pheny adalah Julietnya Arsen? Lalu ... gue yang selalu menunggu dan nggak pernah melakukan apapun, gue ini siapa? Gue Juliet yang gagal. Juliet yang gagal.

Gue ... Juliet yang gagal? Hahaha. Gue nggak percaya. Pheny Julietnya Arsen? Kok bisa? Dan gue ... kenapa gue cuma diem aja saat Arsen bilang dia pacaran sama Pheny? Kenapa gue jadi kaya gini sih?

___________________________

Gimana ceritanya? Asik nggak?
Kalo kurang asik, maaf ya.
Masih ada typo bertebaran di mana-mana
Satu kritik dan saran sangat bermanfaat
Terima kasih

Deksaharsen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang