Bodoh

99 58 31
                                    

Gue ngajak Ista ke kantin dan duduk di dekat tukang siomay. Sambil menunggu makanan datang kamipun mulai berbincang-bincang, entah itu gosip yang sedang hangat di sekolah ataupun masalah pribadi kita masing-masing.

Dan gue tentu saja membicarakan kejadian di toko buku tadi malam.

"Apa?!" Teriak Ista.

"Gue juga nggak nyangka kalau dia ada di sana, gue berharap kalau yang ngambilin buku buat gue itu Arsen bukan Rama" ucap gue dengan mengerutkan dahi.

"Malamnya sebelum kami pulang dia sempet megang tangan gue. Hampir aja jantung gue lari. Bukankah gue dan Arsen adalah pasangan yang cocok?" Sambung gue ke Ista yang tengah memakan sepiring cilok ditambah dengan bon cabe di sebelah piringnya.

"Terus kenapa lo nggak nyatain cinta ke dia? Tapi kalo lo udah ngerasa kaya gitu kenapa nggak pacaran sekalian?" Dengan melahap dua buah cilok sekaligus dalam mulutnya.

"Eh.. Lo sama sekali nggak tahu apa yang gue pikirin ya. Yang gue pengen itu, si tokoh utama menyadari perasaan itu sendiri." Jawab gue tersenyum sembari memegang garpu ditangan kemudian menempelkannya di pipi

"Terus aja ngomong kaya gitu sampai mulut lo berbusa. Giliran udah diambil orang aja baru deh ketar-ketir nangis-nangis ke gue terus curhat nyampe pagi. Tetep aja gue nggak bakalan peduli." Serunya dengan nada serius.

"Ah... Serius nih? Jadi nggak sabar hehehe" ledek gue.

Suasana di kantin tadinya begitu tenang, sebelum kedatangan tiga berandal sekolah yang mengganggu orang disekitarnya.

"Aahh"
Teriak seorang gadis yang sedang diganggu oleh tiga berandal sekolah.

"Oohh... Pheny Lavine, kami minta maaf" ucap salah satu dari mereka

"Ayolah... Kok diam sih. Dimakan dong baksonya nanti keburu dingin" sambil menumpahkan semangkuk bakso diatas kepala gadis itu." Upss maaf nggak sengaja hahahaha" tawa tiga berandal itu mewarnai kantin

"Bukankah mereka dari kelas kita? Saat ingin makan mereka pasti mengganggu dia." Ucap Ista dengan menodongkan garpu kearah gue.

"Nggak mungkin. Kita sekelas sama mereka?" Gue mulai kesal dan tanpa berpikir panjang gue berdiri sambil menggebrak meja. Semua orang pun melirik gue dengan tatapan gila.
"Kalian, hentikan!" Teriak gue lirih

"Heh Deksa. Kalo mau teriak keluarin dong suaranya" Protes Ista

"Hehe. Nggak berani"

Seperti biasa tokoh utama akan datang untuk menolong, si pahlawan yang sudah ditakdirkan dari awal.

Btw Arsen mana ya? Kok nggak muncul-muncul. Apa jangan-jangan penulisnya lupa lagi sama Arsen?

Woy Arsen mana? Datengin dong kesini, lagi gawat darurat ini.

Benarkan? Baru aja diomongin, Arsen udah datang menghampiri tiga berandal itu.

Ternyata penulisnya nggak lupa sama lo Ar. Syukurlah.

"Dasar Konyol" ucap Arsen dengan membawa sepiring nasi goreng berisikan suwiran daging ayam beserta satu telor ceplok diatasnya.

"Apa lo kata? Lo mau macam-macam dengan kami?!" Teriak salah seorang dari mereka

Arsen hanya melewati tiga berandal itu tanpa menghiraukan ucapan yang keluar dari mulut mereka dan duduk di depan Pheny.

"Konyol! Apakah kalian ini bocah ingusan? Beraninya cuma sama cewek?" Balas Arsen

"Arsen, Lo udah gila ya! Liat situasi dong" Gue menggigit bibir sembari mengacak-acak rambut.

"Dasar kampret, brengsek lo!" seru salah seorang diantara mereka sembari menggebrak meja.

Deksaharsen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang