Bab 2: Nara dan Pasar Malam

45 7 2
                                    

Langit siang tampak indah. Ditambah burung yang terbang kesana kemari.

Setelah pelajaran terakhir habis, Nara langsung bergegas ke halte. Alva akan menjemputnya setelah latihan Basket.

Semenjak ia masuk ke koridor anak Ips, banyak siswa yang menatap ke arahnya sekarang. Ia hanya menunduk risih. Tak menghiraukan bisikan-bisikan sumbang dari beberapa siswi perempuan yang melintas.

Ia merutuki dirinya yang tidak memilih menunggu di kelas. Setidaknya ia tidak menjadi pusat perhatian sekarang.

Sudah hampir dua jam Nara menunggu, namun tidak ada tanda-tanda Alva akan datang. Bahkan Alva tidak memberi kabar sama sekali. Ia melirik ke arah jam tangan miliknya. Pukul 4.

Ia mengambil ponsel di tas nya, lalu mencari kontak Alva.

Nara Athana Aseyhla:
Al, kamu dimana?
Aku di halte deket sekolah
Aku uda nunggu dua jam, kenapa kamu belum dateng?
Al,
Alvarez?

Alvarez Fernando:
Sorry Nar, gue tdi sibuk latihan.
Gue lupa kl barengan sm lo.
Gue uda ke tmpt kumpul tmn tmn
Lo masih berani kan plng sendiri?
Blm terlalu gelap kl lo plng.
Kl lo nunggu gue lbh lama, jauh soalnya. Naik taksi ya Nar?

Read

Nara menghela napas pasrah, 4.15. Beruntung langit masih cerah. Dengan tergesa ia berdiri ke pinggir jalan untuk menunggu taksi. Lima belas menit menunggu, akhirnya ada taksi yang lewat. Ia masuk kedalam dengan tergesa lalu menunjukkan alamat rumahnya.

Sepanjang jalan, Nara terlihat gelisah. "Pak, boleh kan di hidupin lampunya?" Nara bertanya yang di angguki oleh sopir taksi.

Jakarta sore ini macet, membuat Nara gelisah. Ia menghela napas pasrah. Sedari tadi ia meremas rok nya. Panik dan takut bercampur menjadi satu.

"Neng sudah sampai," Sopir itu berujar, membuat Nara terlonjak.

Ia mengeluarkan selembar uang seratus ribu, dari sakunya lalu menyerahkan nya ke sopir tersebut. Dengan tergesa ia keluar dari taksi dan masuk ke dalam gerbang. Sekilas ia melirik ke arah jam tangannya. 5.45.

Sesampai di dalam rumah, ia langsung berlari ke kamarnya. Namun pertanyaan dari asisten rumah tangganya membuatnya berhenti.

"Loh? Kok baru pulang, Non?" Wajah bik Asih tampak cemas.

Nara tampak gugup, "Nara mau mandi dulu, bik. Takut kemaleman, ntar susah."

Bik Asih yang mengerti, hanya mengangguk, lalu pergi dari sana.

∆∆∆∆

Pagi ini Nara sudah selesai dengan seragam sekolah nya, ia berjalan ke meja rias. Lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merapikan dasi nya.

Setelah rapi, ia mengambil tas ransel di meja belajar, lalu turun untuk sarapan.

"Pagi Non Nara." Sapa bik Asih ketika Nara sudah duduk di kursi makan.

"Pagi bik Asih. Ayah mana bik?" Tanya Nara menyapu pandangannya ke seluruh penjuru rumah.

"Belum keluar Non. Mungkin sebentar lagi." Nara mengangguk lalu membuka lockscreen ponselnya yang bergambar dirinya. Berdiri di bawah cahaya rembulan dan bintang yang berkelap-kelip.

"Bagus ya langit nya. Kapan ya bisa liat kayagini?" Nara bergumam sambil mengelus foto nya.

"Anak ayah sudah selesai?" Setya Adinara, ayah Nara menepuk bahu putri tunggalnya.

Nara terlonjak, lalu menyimpan ponselnya di meja.

"Sudah yah, Nara nunggu ayah biar sarapan bareng." Ucap Nara tersenyum yang dibalas elusan di rambutnya.

"Bagaimana sekolah kamu?" Setya bertanya sambil meminum teh yang dibuat bik Asih.

"Baik yah."

"Alva anterin kamu ke kelas baru kan semalem?"

Nara mengangguk, lalu kembali mengunyah sarapannya.

Memang, Setya sudah mengetahui hubungan Nara dan Alva. Bahkan Setya sudah mempercayakan Alva untuk menjaga putrinya.

"Kamu semalem pulang bareng Alva, Nar?" Setya kembali bertanya.

"Ehmm, semalem Nara pulang naik taksi yah. Soalnya Alva latihan basket, takut Nara kesorean." Nara menjawab sambil tertunduk.

"Kamu sudah selesai? Ayo ayah anter ke sekolah." Setya bangkit dari duduknya. Lalu mengambil jas kerjanya.

Begitupun dengan Nara yang merapikan seragamnya, lalu meraih ponselnya yang ada di meja.

Sepanjang perjalanan, Nara hanya diam menatap ke luar jendela. Sedangkan Setya sibuk menyetir.

"Yah, kenapa pasar malam siang gak buka yah?" Nara bertanya namun pandangannya tak lepas dari pasar malam yang ada di sebelah kiri jalan.

Setya menoleh ke arah Nara ketika lampu lalu lintas berwarna merah.

"Namanya pasar malam Nar, ya bukanya malam. Kalo siang pasar siang dong." Setya menjawab dengan kekehan kecil.

Begitupun dengan Nara, yang terkekeh kecil lalu menundukkan kepalanya.

"Nanti kapan-kapan ayah ajak ke pasar malam. Kalo ayah pulang kantor cepet. Ntar ayah videoin deh Nara." Setya mengelus sayang rambut putri nya.

Nara menatap ayahnya. Ada raut kecewa di wajahnya, namun ia tetap tersenyum. "Gausah yah, Nara kalo pulang sekolah sering capek. Istirahat aja kalo malem."

Nara membuang muka ke luar jendela. Begitupun dengan Setya yang kembali fokus menyetir ketika lampu berwarna hijau.

"Nar, pulang nya jangan kesorean ya. Pulang sekolah langsung pulang. Jangan makan sembarangan. Inget pesan ayah Nar!" Setya memperingati Nara ketika ia akan turun dari mobil.

Nara mengangguk, lalu menutup pintu mobilnya. Beberapa saat kemudian mobil ayahnya sudah menjauh dari area sekolah. Ia hanya melambai sekilas lalu berbalik ke dalam gerbang.

"Hai Nara!" Fia memukul pelan bahu Nara. Membuat Nara berjingkrak kaget.

"Astaghfirullah, lo apaan sih ngagetin gue aja."

Fia hanya terkekeh, "Nanti malem ke pasar malam yuk Nar!"

Nara berhenti, lalu menatap ke arah Fia.

"Gue gabisa, gak dibolehin ayah gue. Lo aja." Ucap Nara lalu meninggalkan Fia yang masih berdiri di tengah koridor.

"Itu bocah ngapa, gue ngajak ke pasar malem kok bukan club, ngapa ketus banget ya?" Fia bermonolog lalu menyusul Nara yang sudah hilang di belokan koridor.

∆∆∆∆

Hai gaesss!!

Kenapa Nara ketus gitu sih ke Fia?
Penasaran ga sih?

Baca kelanjutannya ya!!!

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah manteman!!!

Komen juga biar tambah semangat!!!







Nara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang