Bab 4: Dipeluk Langit

52 6 0
                                    

Double update yeyyy!!!!

Ada yang berusaha tangguh, padahal ia begitu rapuh. Ada yang berusaha kuat, padahal ia tercekat. Hanya saja kau tidak melihatnya. Ia ada, namun tak terlihat.

∆∆∆∆

Nara baru saja keluar dari kafe yang mulai ramai itu. Berjalan tanpa peduli sekitar. Tanpa arah tanpa tujuan.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Namun tak membuatnya panik seperti sebelumnya. Jiwanya hampa. Tak lagi terisi cahaya.

Matanya terlihat sembab, hidungnya memerah, begitupun seragamnya yang lusuh.

Banyak pasang mata yang menatapnya aneh. Namun ia tak menggubris nya. Bayangan-bayangan di depan matanya terlihat meredup. Entah karena air mata, ataupun matahari yang mulai beranjak dari terbitnya.

Ia terus berjalan, berjalan tanpa tau arah. Yang ada di pikirannya, bagaimana caranya ia bisa berpijar kembali. Bagaimana caranya ia menghadapi kenyataan pahit hidupnya.

Ia butuh menyendiri, sepi dan damai. Hingga langkah kakinya membawanya ke taman kota. Ia lalu menghempaskan dirinya di bawah pohon.

Ia menangis, satu-satunya yang menjadi harapannya telah pergi. Meski ia tahu semua akan pergi menjauhinya.

Semua meredup, hidupnya, dirinya, dan penglihatannya. Matahari pun benar-benar meninggalkan dirinya. Semua terasa gelap. Hampa.

Ia menundukkan kepalanya, menekuk kedua lututnya dan menangis sejadi jadinya. Tak ada lagi harapan dihidupnya.

Bukan kepergian Alva yang membuatnya jatuh. Namun alasan ia bertahan dan pergi. Namun kata-kata ketus yang mengobrak-abrik hatinya. Yang merusak pikirannya. Yang merusak kepercayaannya bahwa ia bisa baik-baik saja.

Benar, semua takkan merubah keadaannya. Ia akan tetap seperti ini, mudah diperdaya dan dibodohi.

Hingga tepukan dibahu nya membuatnya berhenti. Ia mengangkat kepalanya, lalu membuka kedua matanya.

Gelap, sama seperti ketika ia menutup matanya.

"Lo siapa?" Suara Nara terdengar parau.

Namun orang itu tidak menjawab. Hanya membantu Nara berdiri. Dan Nara tidak memberontak. Ia mengikuti langkah orang yang menuntunnya. Dalam diam ia menerka siapa yang menolongnya.

Apakah Alva-nya kembali?

Ia lalu di dudukkan di kursi taman. Ia masih diam, berusaha menerka siapa orang yang ada disampingnya.

"Lo Alva?" Suara Nara terdengar pilu, air mata kembali menetes.

"Gue Langit." Ucap cowok itu. Lalu ia menghapus air mata Nara.

"Lo gak mau jahatin gue kan?" Langit menggeleng.

"Lo Nara kan? Cewek baru di SMA Nirwana?" Langit bertanya dan di angguki oleh Nara.

"Kenapa lo bisa tau gue?"

"Gue sering lihat lo di sekitaran Alvarez. Gue tertarik sama lo. Sama kegigihan lo nyenengin hati Alva. Gue berfikir, kenapa harus Alva yang bisa ngiket lo." Langit yang sedari tadi menatap bintang di langit kini menatap Nara.

Nara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang