"Pak, perwakilan dari Dream Group sudah menunggu di ruang rapat"
Seorang pria tampan yang sebelumnya tengah memperhatikan hiruk pikuk Kota dari jendela besar di ruangannya berbalik begitu mendengar suara sekertarisnya. Wajah tampannya ditutupi oleh raut datar, dia mengangguk tanpa mengatakan apapun lagi.
Seketaris wanita itu segera undur diri begitu mendengar jawaban tanpa suara dari pimpinannya. Pria tersebut sejenak menatap lagi keramaian Kota, terdiam, mengingat betapa kesepiannya dia di Kota sesak ini.
Suara sepatunya menggema begitu dia keluar dari ruangan. Setiap pegawai yang melihatnya lewat segera menunduk, hingga akhirnya pria itu sampai di ruang rapat yang dituju.
"Maaf saya terlambat" ucapnya singkat. Dia duduk dikursinya, mulai saling bertukar pembicaraan sampai akhirnya mereka berjabat tangan.
Pria tersebut hanya menatap kosong saat ruangan itu kosong kembali. Sekertarisnya menawarkan kopi yang mungkin bisa menenangkan pikirannya, namun pria tersebut menolak dan malah melanjutkan acara melamunnya.
'Berbahagialah tanpaku'
Pria tersebut tersenyum kecut. Menghela nafas berat, sebelum menyenderkan kepalanya lelah di bangku besarnya.
Bahkan setelah dia tidak bisa lagi menghitung waktu, dia masih belum bisa bahagia disetiap helaan nafasnya.
-
-
"Tuan, air panasnya sudah siap di kamar"
Sesaat setelah dia turun, seorang pelayan wanitalah yang kini menyambutnya. Lagi-lagi pria itu hanya mengangguk, berjalan lambat menuju kamarnya dan membuka seluruh pakaiannya. Dia mengambil satu botol minuman beralkohol untuk menemani mandinya. Tubuhnya perlahan terendam di bathtub yang begitu besar, sambil sesekali menyesap minuman, pria tersebut terdiam.
"Kau meninggalkanku sendiri. Tidak ada yang tersisa lagi, namun kenapa kau belum kembali?" Pria tersebut bergumam lemah. Masih jelas dibayangannya bagaimana ratanya kerajaan yang dibangun ayahnya setelah kejadian itu. Semua orang berubah menjadi debu. Hanya dia yang tinggal, tersiksa selama ratusan tahun ini sampai dunia manusia akhirnya maju dan dia berbaur didalamnya.
Tanpa gelar Pangeran, tanpa seseorang yang tahu siapa dia sebenarnya.
Dia, Liffus kini hanya hidup karena dia tidak bisa mati. Mungkin hukuman Tuhan, Liffus berkali-kali merancau mengenai hal itu saat dia mabuk.
Tangannya yang lemas terus dia gerakan untuk mengambil tegukan minuman lain. Kepalanya memberat, dia hanya ingin tenggelam di air ini dan berhenti bernafas.
Tubuhnya merosot. Perlahan matanya terpejam menikmati hangatnya air yang disiapkan pelayannya.
Untuk sebentar saja, Liffus hanya ingin bayangan yang selalu menghantuinya itu hilang.
-
-
Tok tok tok
"Tuan, seseorang mencarimu diluar. Dia bilang dia mengenalmu dan bersikeras ingin menemuimu"
Mata Liffus terbuka lagi saat samar-samar dia mendengar suara wanita yang bertugas menjadi kepala pelayan nya terdengar. Liffus keluar bathtub dengan malas, melirik jam di kamarnya yang menunjukan pukul delapan pagi.
Liffus mendengus. Tenggelam semalaman dengan meminum minuman beralkohol pun tidak membuatnya mati, lagi.
Liffus memakai pakaiannya dengan malas. Sedikitnya dia penasaran dengan tamu anehnya itu. Selama ini, Liffus belum pernah memiliki teman apalagi mereka yang berkunjung ke rumahnya. Dengan setelan kemeja dan celana hitam, Liffus keluar dan menuruni tangga rumahnya dengan malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Angel or Devil : Rewrite
FantasyAku yang menunggumu hingga 300 tahun lamanya..... Aku yang mengingatmu dalam tidurku setiap malamnya.... Aku, yang bertanggung jawab akan kematianmu. Biarkanlah kali ini aku yang menjagamu, Dan kupastikan kamu berada disisiku untuk selamanya.... Dan...