EX 22

553 20 4
                                    

Dengan tatapan bingung aku melihat Heldi. Maksutnya apa sih? Terjebak masalalu? Jadi selama ini Heldi nggak bisa moveon juga? Jadi bener yang dibilang tunangan nya itu?

"Kamu nggak percaya?" Tanya Heldi.

Aku hanya mengangguk. Ya jelas lah nggak percaya. Nah itu yang pacarnya gonta ganti siapa coba. Mana diposting di sosmed nya heuhh sampai kayak bener-bener relationship goals sekali. Emang aku abg yang iya iya doang diboongin. No ! Enggak dong. Nggak boleh langsung percaya !

Tiba-tiba Heldi mengeluarkan dompetnya. Apalagi ini? Mau ngasih atm nya? Buat aku? Emang se matre itu apa.

"Ini." Tunjuk Heldi.

Didompetnya masih terdapat foto SMA-ku. Foto yang dia bangga-bangga kan. Foto yang ia tunjukan ke semua temannya. Foto yang dia kasih tunjuk bahwa "It's mine". Aku melongo. Foto itu masih ada? Bukannya sudah lama kan? Aku kira sudah dibuang di tong sampah bahkan dibakar biar hangus sama kenangannya juga.

"Aku nggak pernah mindah-mindahin foto ini. Bahkan foto ini juga yang jadi salah satu alasan aku putus sama pacarku dulu. Karna aku gamau foto ini sampai hilang. Aku gamau kalau apa yang aku punya saat itu hilang. Kayak kamu dulu." Terangnya.

"Kenapa harus sekarang?" Balasku. Heldi hanya terdiam menunduk. "Bilang kenapa harus sekarang kamu balik ke aku? Kamu fikir 6 tahun itu waktu yang singkat? Bahkan aku ngerasa bego karna gabisa lupain kamu. Bahkan setiap aku deket sama cowok manapun aku selalu bandingin dia sama kamu. Dan bahkan bego nya aku masih berharap bisa balik ke kamu. Padahal aku juga tau kalau itu mustahil." Aku tidak bisa membendung air mataku. Tiba-tiba saja aku menangis. Heldi masih diam. Dia memelukku hangat.

"Sorry. Kamu tahu kan masalah yang aku bilang kemarin. Aku takut. Aku takut kehilangan kamu buat selama-lamanya. Kalau kamu mau bilang aku pecundang, gakpapa. Bilang. Aku emang pecundang. Dan lagi gaaada yang mustahil. Buat apa kamu lupain aku kalau ternyata kita bakalan sama-sama lagi?" Aku menggelengkan kepalaku. "Kalau dulu aku pertahanin kamu aku nggak yakin kita bakalan kayak gini. Dan aku milih buat nggak ngejar kamu bahkan dingin sama kamu itu banyak konsekuensi yang harus aku tanggung. Bahkan salah satunya benar-benar kehilangan kamu." Sambungnya.

Heldi mengusap pipiku lembut.

"I love you more than I say. Please, jangan pergi lagi."

Aku menggelengkan kepalaku pelan. "Aku takut Hel. Aku takut saat semua ekspektasi aku yang bakalan bareng kamu lagi bakalan bahagia sama kamu lagi itu hanya sekedar ekspektasi semata. Aku takut endingnya nggak sama kayak yang aku fikirin. Dan yang paling aku takutin orangtua kamu nggak bakalan kasih setuju buat batalin pertunangan kamu."

"Dari dulu kamu nggak berubah ya Sal, selalu takut akan hal yang belum terjadi. Dan sebenarnya itu alasan utama kamu kehilangan dan juga nggak bisa lupain aku." Ucap Heldi dingin. Aku menatapnya kosong. "Kamu selalu takut. Takut nyakitin hati oranglain takut perasaan kamu lukain oranglain. Tapi sebenarnya yang kamu takutkan nyakitin perasaan kamu sendiri. Dan tanpa kamu saadari kamu malah nyakitin kedua nya. Kamu nyakitin perasaan kamu sendiri dan orang yang beneran sayang sama kamu. Dan kamu selalu mengulang kesalahan yang sama sampai detik ini.

"Aku tahu. Aku tahu itu Hel. Aku lebih tahu diri aku sendiri daripada oranglain."

"Enggak. Kamu nggak pernah tahu soal hati kamu bahkan sampai sekarangpun kamu bimbang sama perasaan kamu sendiri. Iyakan?"

"Iya. Kamu bener. Bahkan aku sendiri selalu bohong selalu yakinin semua bakalan baik-baik saja. Aku selalu percaya aku bisa biarin hal ini ngalir begitu aja. Hingga sampai detik ini rasa takut ku malah lebih mendominasi."

Heldi tersenyum "Everything will be okay Sal. Believe me. Nggak usah takut. Ada aku." Heldi mengusap lembut rambutku, memegang erat tanganku.

***

Aku memainkan ponselku gusar. Sudah beberapa menit sejak mobil Heldi tiba di halaman parkir restaurant. Lagi-lagi aku menatap restaurant yang terbilang cukup mewah dengan design grafis yang kekinian dan instagramable. Kan nggak lucu kalau ditolak orangtua Heldi padahal ditempat yang bisa buat pamer hubungan. Dih kenapa malah nglantur nggak jelas sih.

"Sal?" Heldi buka suara. "Kalau kamu belum siap kita bisa pulang kok."

Ini kenapa Heldi malah tambah memperburuk suasana hati sih. Kita itu loh mau melayangkan gugatan pembatalan pertunangan bukan minta restu mau nikah loh.

"Kalau dibilang nggak siap, aku nggak pernah siap Hel apalagi hubungan kamu yang udah hampir menikah. Aku juga nggak mau dibilang pelakor." Aku memelankan suara diakhir kalimatku.

"Siapa yang bilang kamu pelakor? Emang dari awal pertunangan ini nggak ada Salsa. Aku sama Okta juga sama-sama nggak punya rasa kan? Terdengar drama sih tapi emang kayak gini adanya."

Aku menghela nafasku berat. Harus ya? Ada diposisi yang nggak mengenakan kayak gini? Kalau dibilang benci sama drama kayak gini ya emang benci. Kesel aja. Kenapa relationship selebgram bisa goal kayak gitu sedangkan aku malah ribet. Duh Salsa kenapa malah ngeluh sih. Sejak kapan juga jadi hobby banget ngeluh.

"Ayo keluar. Nanti dikira kita lagi ngapain lama-lama didalem mobil."

Aku keluar mobil dengan hati yang masih setengah-setengah. Heldi menggandeng tanganku. Aku berjalan dibelakang Heldi.

Ini jantung nggak bisa bersahabat sebentar apa. Dari tadi udah dag dig dug terus udah kayak lari maraton dari Jakarta ke Surabaya aja. Jujur aku nggak berani natap depan dan cuman natap bawah doang. Natap flatshoes yang aku pakai doang. Ternyata bagus juga ya flatshoes nya di kaki aku. Ah elah kenapa malah muji muji flatshoes sih. Itu didepan mata udah probematika hubungan yang rumit kayak benang ruwet saja.

"Sal?" Panggil Heldi. "Jangan liat bawah mulu dong. Ntar kalo nabrak orang gimana."

"Kan ada kamu." Balasku enteng.

"Ya kalo kamu jatuh aku ikutan jatuh."

"Ya berdiri."

"Ya kan nggak lucu guling-guling dilantai resto."

"Ya pokoknya aku nggak mau liat depan."

"Kita bentar lagi juga nyampe kok."

"Kan bentar lagi. Berarti belum nyampek."

"Nanti kamu juga mau natap bawah terus pas ketemu keluarga aku?"

"Iya."

Heldi memegang bahuku. "Liat aku."

"Nggak mau."

"Salsa, liat aku."

Aku mendongakan kepalaku pelan. Senyum Heldi terbit. "Nah gitu. Ayo." Heldi meneruskan berjalan menaiki anak tangga.

"Heldi kamu udah dateng?" Suara bariton pria menyambut kami sesampainya kami dibalkon.

Otomatis aku mendongakkan kepalaku. Sumpah otomatis banget. Auto. Udah kayak ke setting sendiri. Padahal nggak ada niatan buat natap depan. Jangankan natap depan. Niatan buat melek aja enggak.

"Ayah?" Ucapku kaget.

Sontak semua pasang mata menatapku. Dan juga Heldi yang sangat syok.

***

Akhirnya aku update juga. Alhamdulilah ya allah akhirnya aku update bab ini. Padahal aku mulai nulis BAB ini hampir sebulan tapi nggak ada ujungnya. Maaf ya. Tiap update minta maaf mulu perasaan. Pengennya update seminggu sekali tapi apalah daya aku yang tidak bisa nulis cepet. Intinya udah update. Kepokan siapa yang dipanggil Salsa ayah? Aku juga kepo kok. Tunggu next bab nya yaa. Dan ke kepoan kita bakalan terjawab semua nya. Love u dear mwahhh💕

MY COLD EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang