EX 11

449 21 6
                                    

Hampir dua jam Heldi tertidur pulas dipangkuanku dan hampir dua jam pula aku menahan kaki ku yang sudah kesemutan. Ingin sekali membangunkan mantan laknat ini tapi ketika melihat wajah pucat nya seketika sirna sudah keinginan itu. Aku memandangi wajahnya lekat. Masih sama. Wajah nya sama seperti dulu bedanya dulu Heldi manja, hangat, dan selalu melakukan hal yang manis. Tapi sekarang? Entahlah. Yang ada hanya kelakuan dingin yang membekukan hatiku. Aku menghela nafas panjang. Sungguh aku rindu. Rindu dengan laki-laki yang masih terlelap dipangkuanku. Meskipun dia berada di dekatku tapi tidak dengan hatinya. Rasanya jauh. Berulang kali aku mencoba mengikhlaskan dia yang sudah bukan milikku lagi tapi kenyataannya tetap tidak bisa. Move on, dua kata yang sangat mudah diucapkan tapi tidak dilakukan.

"Udah puas ngeliatin gue?" Ucap Heldi membuyarkan lamunanku. Sontak aku yang sedari tadi memandangi Heldi seperti maling yang tertangkap basah. Kualihkan pandanganku ke lain arah.

"Eng.. enggak." Ucapku gugup.

"Nggak usah ngeles."

"Gue bilang nggak ya nggak."

"Maling ngaku penjara penuh."

"Bagus dong. Jadi polisi nggak susah susah buat nyari malingnya."

"Bego dipelihara." Ucap Heldi yang menonyor kepalaku.

"Sakit." Ucapku yang memanyunkan bibirku.

"Gausah sok imut."

Astaghfirullah apa salah dan dosaku sayang. Dari tadi salah mulu.

"Emang udah imut. Wlee." Ucapku yang menjulurkan lidahku.

Sedetik..

Dua detik..

Tiga detik..

Heldi tersenyum lalu mengusap puncak kepalaku pelan.

"Gue anter lo pulang." Ucapnya lirih.

Dentuman jantungku berpacu kencang. Ibarat kali ini aku sedang berada di dufan dan naik wahana tornado. Gila. Itu Heldi kan? Heldi mantan gue yang dingin nya kayak es krim limaratusan itu kan? Es krim nggak ada yang limaratusan peak. Dia lagi kesambet? Atau nggak dia lagi sakit? Dia emang lagi sakit peak!

"Emm nggak usah. Gue bisa pulang sendiri kok naik ojek online." Ucapku yang pura-pura menolak. Kalau bukan karna Heldi sakit juga nggak bakal nolak. Rejeki anak soleh nggak boleh di tolak gengs.

"Yaudah. Sana pulang." Ucapnya dengan santai.

"What? Lo nggak maksa buat nganter gue pulang?"

"Kenapa gue maksa lo, lo bilang nggak usah. Katanya cewek nggak suka dipaksa?"

"Terserah lo aja. Dasar manusia nggak punya hati." Ucapku kesal lalu membanting pintu apartemen Heldi dengan kencang. Aku berjalan keluar dari apartemen Heldi. Daripada terus berdebat sama orang kayak batu mending pulang sendiri. Aku mengehentakkan kakiku kesal. Dalam hati mengutuk Heldi agar jadi batu saja. Sadar Salsa, ini cerita bukan cerita Malin Kundang.

"Salsa."

Satu panggilan masih ku abaikan. Ngapain coba dia ngejar-ngejar. Lagian juga biar rasain tuh orang gimana capek nya ngejar.

"Salsa."

Dua panggilan ku abaikan. Bodo amat. Kali ini aku yang harus sok jual mahal.

"Salsa. Tunggu."

Tiga panggilan ku abaikan. Tapi kok suara Heldi jadi aneh gini ya?

Cekalan dipergelangan tanganku menghentikan langkahku. Sontak aku menoleh ke arah belakang.

MY COLD EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang